"Ibu, lepaskan aku. Tolong Bu. Aku mohon jangan jual aku!"
Terdengar tangis pilu seorang wanita yang sedang diseret beberapa bodyguard memasuki sebuah Rumah bordir.
Wanita itu masih bermohon belas kasihan pada ibu tirinya yang telah menjualnya pada seorang germo pemilik bordir itu.
Rindiani seorang gadis malang yang berumur 22 tahun harus menerima kenyataan pahit, setelah sebulan sang Ayah meninggal dunia, dia dijual oleh ibu tirinya.
Pada akhirnya ia di keluarkan dari rumah bordir itu dengan harga yang cukup mahal dengan seorang Dokter tampan.
Dokter itu menikahinya secara siri. Tetapi siapa sangka kebaikan dokter itu membuat rindi jatuh cinta kepada dokter yang sudah mempunyai istri sah itu.
Lanjut ikuti alur ceritanya ya. Kisah ini agak banyak mengandung bawang. Bagi yang suka cerita sedih silahkan mampir ya🙏🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memberitahu yang sebenarnya
Setelah bayi menjalani perawatan khusus di sebuah ruangan yang bernama perinatologi. Kini Rindi dipindahkan keruang perawatan. Dokter belum bisa menerangkan bagaimana keadaan sang bayi. Karena hari lebaran maka para Dokter ahli banyak yang cuti.
"Sus, bagaimana keadaan bayi saya?" tanya Rindi pada perawat yang sedang mengganti tabung infus.
"Untuk saat ini adek bayinya masih menjalani perawatan khusus ya, Bu, kami belum bisa memberi keterangan apapun, karena harus menunggu hasil pemeriksaan dari Dr syaraf anak terlebih dahulu."
Perawat itu menjelaskan pada Rindi. Setelah selesai mengurus si pasien, perawat itu kembali ingin keluar.
"Saya tinggal dulu ya, Bu, jika Ibu butuh sesuatu, tinggal tekan saja tombol yang ada di sisi kiri kepala ranjang." Pamit sang perawat.
"Baik, terimakasih ya, Sus."
"Sama-sama, Bu." Suster itu segera meninggalkan Rindi.
"Ah, Sus?"
"Ya?" Suster itu mengehentikan langkahnya.
"Kapan saya bisa mengetahui hasil pemeriksaan bayi saya? Kapan Dr Neurologi anak ada?" Tanya Rindi ingin memastikan.
"Nanti kami konfirmasikan kembali ya, Bu, saya belum bisa memastikan. Karena hari lebaran pertama, kemungkinan besok baru ada."
Rindi hanya mengangguk paham, dia harus bisa bersabar dan selalu berdo'a untuk kebaikan sang putra.
Sekitar jam dua siang, seorang dokter jaga masuk menemui Rindi. Dokter mengatakan bahwa bayinya sedang kritis.
"Selamat siang, Bu, kami ingin mengatakan bahwa kondisi bayi ibu dalam keadaan kritis. Bayi mengalami anemia aplastik. Bayi harus segera melakukan transfusi darah, tetapi, golongan darah bayi ibu cukup langka, yaitu, AB. Mungkin golongan darahnya sama dengan suami Ibu Rindi. Bisakah Ibu konfirmasi dengan pihak keluarga sekarang? Kita tidak mempunyai waktu banyak."
Rindi segera bangun dari tempat tidurnya. Air matanya mulai jatuh. "Dokter, apakah golongan darah saya tidak bisa?" tanya Rindi dengan suara bergetar.
"Maaf, Bu, golongan darah ibu Rindi, tidak sama . Jadi, kami tidak bisa melakukannya. Lagipula keadaan ibu tidak memungkinkan. Apakah ibu mempunyai keluarga disini? Terutama keluarga dari ayah sibayi, mungkin diantara mereka ada yang bisa mendonorkan darahnya," tanya sang Dokter, mereka cukup heran, semenjak Rindi masuk RS, tidak ada satupun keluarga yang datang menjenguk atau mendampingi.
Rindi menghapus air matanya, dia mencoba untuk tetap tegar, semua demi buah hatinya. Dia harus kuat. Apapun akan dia lakukan, tak peduli dia harus merendahkan harga dirinya dan bahkan nyawapun akan dia tukar demi mendapatkan apa yang dibutuhkan oleh bayinya.
"Dokter, saya akan menemui keluarga dan juga suami saya sekarang. Tolong lepaskan infus saya, Dok," pinta Rindi pada Dokter.
"Tapi, Bu, keadaan anda tidak memungkinkan. Nanti terjadi sesuatu pada diri anda. Bisa pendarahan. Berikan saja nomor telepon keluarga anda, kami akan menghubungi." Dokter itu memberi solusi.
"Saya tidak mempunyai nomor apapun, Dok. Saya tidak apa-apa. Saya akan baik-baik saja. Biarkan saya pergi, saya janji tidak akan lama. Dokter tidak perlu khawatir, saya tidak mungkin kabur. Saya hanya ingin menyelamatkan nyawa anak saya. Ini kartu identitas saya." Rindi menyerahkan KTP pada dokter itu.
Dengan terpaksa dokter itu melepaskan jarum infus ditangan Rindi. Dengan langkah pasti Rindi keluar dari RS itu. Di loby RS, Rindi kembali bertemu dengan polisi yang tadi membantunya.
"Kamu! Mau kemana? Bukankah kamu baru melahirkan? Bagaimana keadaan bayi kamu, apakah baik-baik saja?" tanya Yanju pada Rindi.
"Terimakasih atas bantuannya, Pak. Keadaan bayi saya kritis, saya ingin menemui suami saya, hanya dia yang bisa menyelamatkan putra saya." Kembali tangis wanita itu keluar.
"Iya, tapi, kenapa kamu harus repot-repot menemuinya? Kamu tinggal telpon saja, kamu tidak perlu membahayakan diri kamu sendiri!" Tegas Yanju.
"Maaf, Pak, saya tidak bisa menjelaskan sekarang, saya harus pergi." Dengan tertatih Rindi mengayunkan langkahnya.
"Ayo saya antarkan kamu!" Yanju memapah Rindi menuju mobilnya yang terparkir.
Wanita itu hanya mengikuti, untuk saat ini ia tak akan menolak segala bantuan yang orang berikan, yang dia pikirkan bagaimana bisa menyelamatkan nyawa sang bayi.
"Kamu yakin alamat rumah suami kamu disini?" tanya Yanju, karena arah petunjuk Rindi mengarah kediaman Dr Yoga, yaitu juga Dr RS tempat Rindi dirawat.
"Iya, Pak. Saya yakin disini alamatnya."
Yanju bingung. "Apakah kamu kenal dengan Dr Yoga?" tanya Yanju
"Iya, dia orangtua suami saya."
Yanju menghentikan mobilnya. Dia menatap Rindi ingin meminta penjelasan. Siapakah suami Rindi? Bukankah Arfan sudah mempunyai istri, dan Yanju juga mengenal istrinya.
"Kamu istri siapa? Bukankah Dr Yoga hanya mempunyai seorang anak laki-laki?"
"Apakah Bapak mengenal keluarga mereka?" Rindi balik nanya.
"Ya, saya sangat kenal baik. Dr Yoga juga dinas di RS tempat kamu melahirkan."
Rindi terdiam dan tertunduk. Kembali air matanya jatuh. Begitu sukar untuk menjelaskan hubungannya. Tetapi, Rindi harus memberitahu, polisi itu mengenal baik Keluarga suaminya itu.
"Saya istri kedua, Mas Arfan," jelas Rindi sembari tertunduk.
Yanju menghela nafas panjang. Dia baru tahu, ternyata Arfan yang juga sahabatnya itu sedang berpoligami.
"Apakah hubungan kamu dan keluarga tidak baik?"
"Pak, boleh saya selesaikan masalah ini terlebih dahulu? Saya akan bercerita, tapi tidak untuk sekarang." Rindi belum siap untuk menjelaskan lebih dalam lagi tentang hubungannya dan Arfan. Yang dia butuhkan sekarang adalah bantuan sang suami untuk bayinya.
"Ah, maaf. Baiklah." Yanju segera mengarahkan mobilnya masuk ke halaman rumah itu.
Sementara itu di kediaman Yoga. Mereka sedang membahas tentang Rindi. Dari pagi mereka belum sempat membahas karena banyaknya tamu yang datang, jadi terpaksa harus mengurungkan niat mereka. Walau sebenarnya Arfan sudah tak sabar ingin menjelaskan yang sebenarnya.
Dan Pria itu sudah berusaha untuk mencari keberadaan Rindi, tetapi tak ia temukan. Elin juga tampak murung. Walau Arfan belum menyampaikan yang sebenarnya, tetapi, dia sudah bisa menyimpulkan bahwa ada sesuatu yang telah terjadi didalam rumah tangganya.
"Sekarang coba jelaskan, Fan, apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Daddy Yoga.
Arfan menghirup udara sepenuh dada, dia memasok oksigen sebanyak-banyaknya, agar dia mampu untuk menjelaskan semuanya.
"Sebelumnya aku minta maaf. Semua ini adalah kesalahanku, Rindi sama sekali tidak salah apapun. Untuk Elin, maafkan aku, Dek. Aku, aku dan Rindi sudah menikah secara siri."
Seketika dunia Elin runtuh, apa yang dia takutkan menjadi kenyataan. Wanita itu tak menyahut, bahkan tak mengeluarkan sepatah katapun. Hanya air mata yang menggambarkan bagaimana hancur perasaannya.
Arfan mendekat pada Elin, ia ingin minta maaf yang sebesar-besarnya dan memeluk wanita itu.
"Berhenti, Mas! Tidak perlu menenangkan hatiku!" Suara wanita itu bergetar, air matanya mengalir deras. Ia merasa dikhianati, kepercayaan yang selama ini ia berikan, seakan sudah dinodai oleh Arfan.
"Sayang, aku tahu aku salah, aku yang salah dalam semua kejadian yang ada. Kamu boleh memakiku dan membalaskan segala sakit hatimu padaku."
"Apakah dengan membalas segala sakit ini, bisa mengembalikan kepercayaanku? Tidak, Mas! Kamu sudah berkhianat! Hatiku sudah hancur, kebahagiaan yang selama ini kita bina, sudah menguap hilang tak bersisa."
Arfan menangis melihat kekecewaan hati istri pertamanya itu. Tetapi, dia juga tidak bisa mengabaikan Rindi.
Bersambung.....
NB. Terimakasih ya, atas dukungan yang raeder berikan 🙏🤗
Happy reading 🥰
hanya sehari saja thor dia terlahir setelah itu menghadap sg ilahi 😭😢😢