Tiga Putra kembar Sekretaris Ken. Brtugs mnjaga dgn baik Putri Ellena milk Nathan.
Misi terberat mrk, harus ada yg bisa memenangkan hti Sang Putri.
Hidup brsm sjk lahir, slng mnjaga dan meyygi. Mmpukh mrk bersaing dlm mndptkn Hati Sang Putri?
Sementara Fic,
Kepala Pelayan, yang bertugas menjaga sekeliling Tuan Putri agr sll berjalan sebagai mana mestinya.
Menjaga dan menemani Tuan Putri seperti anaknya sendiri. Hingga menciptakan kenyamanan tersendiri bagi Putri Ellena.
Tanpa disadari, getar asmara mulai menggores hati Putri Ellena ketika ia beranjak dewasa.
Apakah Fic juga merasakan hal yang sama?
Jika tidak, mungkinkah Fic akan sanggup menolak perasaan Tuan Putri yang semakin besar padanya?
Lalu jika Fic jg menaruh hati pada Tuan Putri, maka Fic akan berpikir seribu kali.
Siapa dia?
Berani sekali?
Fic memilih untuk melangkah Pergi.
"Fic, aku ikut!" Ellena memanggil.
Fic tdk bisa untk tdk mnoleh,
Tp apa yg ia lihat? Tiga Pejantan tangguh, sudh berdiri dgn tatapan mematikan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Any Anthika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Pernikahan.
Fic terdengar mendengkur halus, dengan kepala tersandar di sisi Ranjang dimana Ellena berbaring dengan badan Fic yang terduduk di kursi.
Satu tangan untuk bantal kepala, sementara tangan satunya tak lepas dari pinggang Ellena.
Ellena yang belum tertidur menoleh. Membelai kepala Fic dengan lembut. Selalu ada kenyamanan tersendiri saat melakukan itu.
"Fic." Ellena memanggil pelan.
Entah, mungkin karena yang ada di otak Fic adalah Ellena seutuhnya, walaupun pelan panggilan Ellena bisa membuat Fic tersentak bangun.
"Nona. Nona, ada apa? Apanya yang sakit?" Fic cepat meraba tubuh Ellena.
Ellena tersenyum. "Kau tidur?"
"Ah, maaf. Maafkan aku. Aku tertidur." Fic mengusap wajahnya. Berusaha membuang kantuk yang sangat menggelayut dimatanya.
"Naiklah. Tidur disini saja." Ellena menepuk kasur disebelahnya.
"Ah, tidak. Nona Ellena tidur lah. Fic akan menjagamu."
"Fic. Aku tau, hampir setiap malam kau tidak tidur hanya untuk menjagaku. Kau pasti sangat mengantuk. Tidurlah."
Fic pun akhirnya menurut. Kini naik disini Ellena setelah Ellena bergeser.
"Maafkan Fic Nona." Fic menguap. Kini memposisikan tubuhnya dengan tengkurap disisi Ellena.
"Nona Ellena tidur juga ya? Jika ingin ke kamar mandi atau perlu apapun, jangan turun sendiri. Bangunkan Fic." Ucap Fic. Satu tangannya tak berhenti membelai kepala Ellena. Berusaha memberi kenyamanan agar Ellena tertidur.
"Fic. Kalau kita sudah menikah nanti, apa kita akan tidur bersama satu ranjang seperti ini terus sampai pagi?" tanya Ellena. Fic mendongak, menguatkan matanya lagi untuk menatap Ellena.
"Jika Nona keberatan, Fic akan tidur di sofa atau di luar saja. Atau di kamar Fic sendiri."
"Eh, jangan!" Ellena cepat menarik Lengan Fic.
"Kenapa?"
"Enak saja. Aku kan ingin kamu menemaniku tidur sampai pagi." rengek Ellena.
"Ya. Kalau begitu, Aku akan menemanimu dari pagi sampai ketemu pagi lagi. Bagaimana?" Fic menusuk pipi Ellena dengan telunjuknya.
"Itu pasti akan sangat menyenangkan." sahut Ellena.
"Apa kau bahagia Fic? Seperti aku?"
"Tentu saja Ellena. Tentu saja." Fic kini mengangkat wajahnya di atas wajah Ellena.
"Aku bahagia Ellena." membelai wajah Ellena.
"Aku seperti mimpi bisa mendapatkan restu semua orang. Aku akan memiliki mu tanpa rasa bersalah lagi."
"Aku mencintaimu Nona Ellen. Aku mencintaimu. Terimakasih, sudah bersedia memberikan hatimu untuk ku. Aku bahkan tidak pernah bermimpi bisa memiliki hatimu."
"Kau pemilik hatiku Fic. Sampai kapan pun. Hati ku milikmu." Balas Ellena, matanya berbinar binar.
Fic mendekatkan wajahnya, mencium bibir Ellena. Kemudian melumattnya dengan begitu lembut dan dalam. Ciuman kali ini begitu meresap. Tanpa gairah. Ciuman tanda kasih sayang yang tulus dari keduanya.
"Tidurlah Nona ku. Fic juga ingin tidur sebentar saja." Fic kembali mencium kening Ellena. Kemudian kembali ke posisi semula.
Sebenarnya ini belum terlalu malam, masih sekitar pukul Delapan. Mungkin karena Beberapa malam ini Fic tidak tidur untuk menjaga Ellena, hingga keduanya kini tertidur pulas, melupakan jika ini masih di Rumah sakit.
Terdengar suara pintu terbuka, seseorang mengintip mereka. Tersenyum hangat ketika melihat pemandangan itu. Ellena tertidur dengan mendekap erat lengan Fic. Fic sendiri dengan posisi tengkurap disisi Ellena dengan tangan kanan berada di perut Ellena. Kemudian pintu tertutup kembali. Seseorang itu melangkah pergi.
"Cinta memang tidak bisa disalahkan. Seperti halnya aku dulu, ketika jatuh cinta. Tak pandang jika wanita itu sudah menjadi istri orang sekali pun." terdengar suaranya sambil melangkah.
"Kau mendapatkan semuanya dari Fic, Ellena. Kasih sayang, perhatian, cinta dan kesetiaan. Kau pasti akan bahagia Putriku. Ayah akan mendukung kalian."
"Kenapa tidak jadi masuk?" tanya Mira menghampiri Nathan, tadi Mira ke kamar mandi dahulu.
"Kita pulang saja."
"Kenapa Nath? Aku ingin melihat Putrimu!"
"Mereka sedang tidur. Biarkan saja. Jangan menggangu Fic. Dia pasti kelelahan, beberapa malam ini selalu terjaga. Besok pagi saja kita kembali. Ayo!" Meraih tangan Mira untuk kembali ke mobil saja.
_______
Sekitar tengah malam,
Fic merasakan gerakan dari Ellena. Cepat terbangun dan tersadar segera.
"Nona. Mau apa?" Melihat Ellena sudah menjajakan kakinya.
"Aku mau ke kamar mandi Fic."
"Biar ku bantu."
"Aku sudah bisa sendiri." pinta Ellena.
"Jangan dulu." Fic menarik penyanggah selang infus milik Ellena.
"Bawa ini." memberikannya pada Ellena, kemudian Fic membopong tubuh Ellena ke kamar mandi.
Menurunkannya dengan perlahan.
"Keluar lah Fic!" perintah Ellena. Tapi Fic menggeleng.
"Tidak. Aku akan menunggumu disini."
"Fic! Aku mau pipis ini!" Ellena melotot.
"Memangnya kenapa? Kau malu, pipis depanku? Kemarin kemarin bagaimana?" Fic kini mengangkat baju pasien Ellena dan menarik turun celananya.
"Ayolah! Aku takut kau jatuh atau kenapa napa."
Akhirnya Ellena menurut. Segera menyelesaikan urusannya.
"Sudah?"
Ellena hanya mengangguk. Fic kembali mengangkat tubuhnya, membawanya kembali ke Ranjang Pasien.
"Dari kemarin kemarin, bahkan kau tidak mau ditemani Suster ke kamar mandi. Harus aku, kenapa sekarang malu?" ucap Fic membenahi bantal Ellena.
Ellena hanya tersipu malu.
"Aku merepotkan mu ya?" melirik Fic.
Fic tersenyum. "Tidak Nona. Aku tidak merasa direpotkan sedikitpun. Aku senang bisa menemanimu setiap detik seperti ini." sahut Fic membuat hati Ellena begitu bahagia.
Fic kembali mendekap tubuh Ellena.
"Tidur lah kembali, ini masih malam." Fic menimang Ellena dalam pelukannya.
"Besok, apa aku sudah boleh pulang?" Tanya Ellena.
"Aku akan bertanya dulu kepada Dokter. Apakah kau sudah di perbolehkan untuk pulang. Karena Kau harus benar-benar sudah sehat, baru kita pulang."
Ellena hanya mengangguk, merapatkan kepalanya ke dada Fic, mencari kehangatan sekaligus ketenangan disana.
______
Pagi sudah menjelang,
Fic sudah selesai memberi sarapan untuk Ellena dengan menu rumah sakit yang diantar oleh Perawat.
Nathan dan Mira sudah berada disitu sejak satu jam tadi.
Tak lama Dokter datang untuk mengontrol kondisi Ellena.
"Bagaimana? Apa kesehatan Putriku sudah membaik?" tanya Nathan.
Dokter tersenyum dan mengangguk.
"Perkembangan yang cukup baik. Semoga besok, Nona Ellena sudah bisa pulang ke Rumah."
"Syukurlah. Terimakasih Dokter." sahut Mira.
Dokter pun permisi.
Mira duduk di sisi Ellena, sementara Fic menarik kursi untuk Nathan duduk di depan Ranjang Ellena. Fic sendiri berdiri tidak jauh dari sisi Nathan.
"Fic, terimakasih sudah menjaga putriku dengan baik." ucap Nathan.
"Itu sudah menjadi tanggung jawabku Tuan. Kenapa harus berterima kasih?"
"Ah iya kau benar. Aku lupa jika selama ini yang menjaga Ellena sejak lahir adalah tugasmu. Terlebih sekarang, kau adalah calon suaminya, menjaga Ellena sudah pasti menjadi tanggung jawab mu yang utama." sahut Nathan, disambut senyuman dari Mira dan juga Ellena.
Mendengar Nathan menyebut dirinya calon suami Ellena, Fic melambung. Ada rasa bangga tersendiri dihatinya, yang juga diliputi rasa bahagia.
Fic sampai tersipu malu.
"Ellena, Besok Ayah akan menyiapkan pesta kecil untuk pernikahan kalian. Saat kau keluar dari rumah sakit, kau dan Fic akan menikah. Bagaimana? Apa kau sudah siap menjadi istri Fic?" Nathan meraih tangan Ellena.
"Ayah, kenapa bertanya pada Ellena? Kalau Ellena sangat siap. Bertanya lah pada Fic. Karena selama ini Fic yang ragu." jawab Ellena.
"Oh ya? Benarkah kau ragu untuk menikahi Putriku Fic?" Nathan kini menoleh pada Fic yang langsung membelalak.
"Eh, tidak Tuan." cepat beralih kepada Ellena.
"Fic tidak ragu Nona. Aku siap. Ah iya, aku sudah siap. Siap!" ucap Fic pada Ellena penuh semangat yang meyakinkan.
"Benar? Aku penyakitan lho?"
"Nona. Kenapa bicara begitu. Nona akan sehat seperti semula."
"Kalau aku penyakitan bagaimana, dan tidak bisa menjadi istri yang sempurna untukmu. Kamu pasti akan repot tiap saat Fic!"ucap Ellena.
Fic tersenyum. "Itu tidak mungkin Nona. Fic tidak mungkin repot. Meskipun harus repot, Fic senang direpotkan oleh Nona.
Kita akan bersama disetiap keadaan. Percayalah!" jawab Fic.
"Terimakasih Fic!" Hati Ellena berbunga bunga. Menatap Ayah dan Ibunya secara bergantian dengan senyum yang berkembang.
"Ayah, Ibu, terimakasih sudah merestui kami."
"Jangan berterima kasih Ellena. Kau Putri kami satu satunya. Kamu harus bahagia." Mira meraih tangan Ellena.
Semua tersenyum bahagia. Dan Nathan pun berjanji setelah pulang dari Rumah sakit ini akan segera mempersiapkan segala keperluan untuk pernikahan mereka. Tentunya tak perlu pesta mewah, Karena Ellena sudah pasti akan menolaknya.
________________
dinovel yg ini kok il feel ya sama nathan mira ellena juga fic😪
dari awal harusnya nathan cerita bukan masalah perjodohan tapi cerita jasa ken bagaimana,terlalu egois cm hanya ingin ellena bahagia tp mengkhianati sahabatnya sendiri🥺
Congrats ya utk fic & ellen..
dr awal aq emg curiga k kakek fiandi,trnyta kecurigaan q bnr