"Assalamualaikum Kapten"
.
Ini bukanlah drama Korea,
Dia bukan Kapten RI Jeong Hyuk,
Dan aku bukan Yoon Se Ri.
Tapi ini takdir Allah
Takdir yang membuat ku berpikir.
Apakah kita dipertemukan,
Hanya untuk diperkenalkan ?
Atau,
Mungkinkah kita dipertemukan,
Untuk disatukan ?
*****
Hallo semua 👋
Mohon maaf sebelumnya karena Karya ku yang judulnya "Angel's Story" tidak bisa dilanjutkan lagi.
Maka dari itu, aku memutuskan untuk membuat cerita baru yang terinspirasi dari drakor CLOY.
Hanya saja ini bernuansa Islami.
So, Happy reading guys 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azurra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanpa Joo Young (3)
Jia meneteskan air matanya setelah menyelesaikan doa di sujud terakhirnya. Subuh ini, gadis itu terbangun karena mimpi yang hampir setiap malam selalu menjadi bunga tidurnya. Sebuah kecelakaan yang entah terjadi dimana, kapan dan siapa orang-orang yang ada di dalam mimpinya itu. Membuatnya frustasi karena tak bisa mengingat hal kecil apapun tentang dirinya.
"Ya Allah, tolong kembalikan ingatan masa lalu hamba. Jangan biarkan hamba terlalu lama tersesat dengan tidak mengingat satu hal apapun yang telah terjadi dulu," ujarnya kemudian mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
Gadis itu beranjak dari tempat sujudnya dan bergerak merapikan perangkat salat yang ia gunakan.
Tangannya bergerak meraih ponselnya seraya duduk kembali di ranjang. Ia membuka aplikasi Al-Qur'an yang ada pada ponselnya itu. Jia kembali melanjutkan bacaan juz yang tak sempat ia selesaikan kemarin.
Begitu khusyuk Jia melantunkan Qalam Allah hingga suaranya memenuhi seluruh ruangan itu.
Bahkan ia tak sadar perawat Hye Jin telah berdiri di ambang pintu kamarnya setelah mengetuk beberapa kali.
Perawat yang berbeda usia tiga tahun di atasnya itu begitu terkesima mendengar suara Jia yang terpantul dari sudut ke sudut ruangan.
Dia terus mengamati Jia yang masih fokus dengan layar ponselnya hingga gadis itu menyelesaikan bacaannya dengan berujar Alhamdulillah.
"Wah, Ji Kyung-ssi, suaramu terdengar sangat indah. Baru pertama kali aku mendengar bacaan kitab Al-Qur'an dengan seindah itu," ujarnya seraya berjalan mendekati Jia.
Gadis itu tersenyum, "Perawat Hye Jin, sejak kapan disitu?"
"Sejak lima menit yang lalu?" ia menyengir.
"Maafkan aku. Aku tidak begitu memperhatikan sekitar saat sedang mengaji."
"Tidak apa-apa. Aku begitu terhibur dan tersentuh dengan bacaan kitab mu," tangannya bergerak mengecek tekanan darah gadis itu.
"Rumah ibuku di Busan berada tak jauh dari sebuah masjid. Setiap aku melewati masjid itu, sering terdengar orang-orang yang mengaji bersama tapi tak seindah suara mu," ujarnya seraya merapikan alat tensi yang baru saja ia gunakan.
Jia tersenyum menatapnya, "Bacaan Al-Qur'an bagus tidak berarti dia akan masuk surga. Aku masih harus banyak belajar," lirihnya. Sedangkan perawat Hye Jin hanya tersenyum.
"Maaf perawat Hye Jin, apa kau memiliki Agama?" tanya Jia dengan hati-hati.
Perawat Hye Jin menganggukkan kepalanya, "Aku Buddha," jawabnya.
Jia ber-Oh-ria mendengarnya.
"Di Korea, kau tak perlu kaget mendengar orang yang tidak percaya akan Tuhan. Karena mayoritas penduduknya tidak memilik Agama."
"Iya. Sejak aku mengetahui Sua tak memiliki Agama, saat itu aku kaget dan heran. Bagaimana bisa manusia hidup tanpa percaya akan adanya sang pencipta hidup ini? Aku merasa sedih mengetahui hal itu."
Hye Jin menatapnya seraya tersenyum tipis, "Apa kamu pernah mendengar kalimat bahwa manusia adalah makhluk yang paling munafik di dunia?" tanya Hye Jin padanya.
Jia menggelengkan kepalanya sambil menatap wanita itu.
"Sejak kecil, aku di ajarkan oleh ibuku untuk tidak mudah percaya pada orang lain. Karena di dunia ini banyak manusia yang munafik dalam menjalani kehidupan. Mereka tidak bisa dipercaya. Pandai bersilat lidah. Mereka saling memanfaatkan. Termasuk saat mengakui kuasa Tuhan. Tuhan telah berbaik hati memberikan kenikmatan dunia, tapi sedikitpun mereka tak berterima kasih pada-Nya. Kau tau apa yang akan mereka katakan?" Kening kirinya terangkat.
Jia menggeleng lagi.
"Bagaimana aku bisa berterimakasih sementara aku tak melihat sosok Tuhan itu," Hye jin berdecih.
"Padahal yang terlihat sosoknya saja terkadang tak dihargai oleh mereka. Ada yang dihargai hanya sebatas buah bibir. Mencela dengan angkuh di belakang, membungkuk dengan hormat di depan. Bukankah itu yang namanya munafik?" tambahnya.
Jia hanya diam menatapnya. Gadis itu menunggu Hye Jin melanjutkan ucapannya.
"Tapi hidup adalah pilihan. Kau bebas memilih untuk percaya atau tidak. Berterima kasih atau tidak. Hanya saja jangan mudah untuk percaya pada orang lain, terutama orang asing. Karena berat memaafkan bila sudah teramat kecewa."
Jia tersenyum jail, "Kau berbicara seperti kau bukan manusia saja."
Hye Jin menjadi salah tingkah mendengar ucapan Jia, "Erm- maksudku, tergantung niat dari hati masing-masing orang," dia tergagap.
Sementara Jia tertawa melihatnya, "Baiklah. Aku paham manusia seperti apa yang kau maksudkan itu," ujarnya.
"Oh ya, aku penasaran, perang seperti apa yang akan dihadapi oleh tentara seperti Joo Young saat tengah menjalankan misi ?"
"Banyak hal yang akan mereka hadapi, apalagi untuk seorang tentara berpangkat Kapten. Pemimpin dari sebuah pasukan khusus yang dilatih untuk mengorbankan nyawa, siap untuk kehilangan nyawa sendiri bahkan memusnahkan nyawa orang lain."
Jia mengerutkan keningnya, "Apa maksudmu Joo Young juga bisa membunuh seseorang ?"
Dengan ragu perawat Hye Jin mengangguk, "Bukannya musuh harus dimusnahkan agar bisa menang serta selamat ?" dia meminta tanggapan dari gadis itu.
Jia hanya membisu mendengar perkataan Hye Jin. Dalam pikirannya berkecamuk tentang profesi yang dijalankan oleh pria yang mengaku calon suaminya itu. Baginya seorang tentara hanya bertugas untuk melayani masyarakat serta menjadi bagian dari pasukan perdamaian. Tentara seperti apa yang bisa membunuh seseorang seperti itu ? Lalu, apa dia juga harus siap sedia, untuk menerima kenyataan bahwa pria itu bisa saja gugur dalam Medan perang ? Bukankah hal itu hanya terjadi saat masa penjajahan ?
"Apa kau merindukan Kapten Kim ?"
Pertanyaan Hye Jin berhasil memecahkan segala pertanyaan yang berkecamuk dalam pikirannya.
"Tidak !" jawabannya cepat. "Aku hanya penasaran misi seperti apa yang dilakukan oleh seorang tentara seperti dia," tambahnya.
Hye Jin mengangguk pelan seraya tersenyum jail, "Mana mungkin sepasang kekasih tidak saling merindukan," ujarnya mencoba menggoda Jia.
Jia tersenyum, "Apa menurutmu disana dia merindukan aku juga ?" tanya Jia pada perawat cantik itu.
"Tentu saja. Selama kau koma, Kapten Kim tak pernah melepaskan pandangannya darimu. Itu sudah cukup jadi bukti bahwa dia sangat mencintai dan mengkhawatirkan dirimu."
Jia tertawa kecil mendengar penjelasan Hye Jin, membuat wanita itu menatapnya dengan kening kiri yang terangkat.
"Terimakasih sudah mengatakan itu," ujar Jia yang semakin membuat Hye Jin bingung.
"Baiklah. Kalau begitu aku permisi Ji Kyung-ssi."
Jia mengangguk seraya melemparkan senyumannya sekilas. Seketika raut wajahnya berubah menjadi serius.
"Apa aku merindukannya ?" ujarnya seraya mengingat beberapa hal kecil yang telah terjadi antara dia dan Joo Young. Satu hal yang berkesan dari lelaki itu hanya tiga kata andalan yang selalu ia katakan.
'Tidak ada penolakan'
Sudut bibir Jia terangkat kala mengingat raut wajah Joo Young saat mengatakan tiga kata andalannya itu.
---------------
Jauh dibelahan benua Eropa, Joo Young bersama pasukannya tengah menyelinap masuk ke area sebuah gedung tua bertingkat 5 yang ada di pinggiran kota. Gedung yang menjadi tempat penyekapan sejumlah wanita serta remaja perempuan yang dijual untuk dijadikan budak nafsu dari para pemimpin mafia diberbagai Negara.
Dengan hati-hati dan penuh waspada, ke enam pria dengan balutan seragam lengkap berserta atribut perangnya itu, berpencar dan masuk melalui beberapa pintu yang akan terhubung dengan lantai pertama gedung itu. Target mereka berada di lantai 4 dan lantai 5.
Dan saat Joo Young berhasil melewati pintu utama, dengan langkah cepat pria itu berlari menelusuri ruang-ruang kecil yang ada dilantai utama itu. Tak ada satupun para mafia yang mereka temukan. Hanya ada beberapa pintu yang sudah remuk seperti bekas tendangan dari seseorang.
Joo Young memberikan kode pada pasukannya untuk segera mengikutinya menaiki tangga menuju lantai 2 gedung itu.
Di area lantai 2, ada beberapa pria bertubuh besar dan berpakaian kaos hitam ketat tak sadarkan diri dengan darah segar mengalir dari kepala, hidung, bibir mereka. Min Hyuk beserta ke empat anak buah Joo Young lainnya terkejut melihat mereka sudah tak bernyawa. Kecuali Joo Young, dengan santainya pria itu berlari kecil menuju tangga penghubung ke lantai 3.
Nampak sudah ada empat orang tentara pasukan khusus Korea tingkat dua yang dikenal dengan Tim SAS, tengah bersiap-siap untuk melepaskan tembakan jarak jauh dari senjata mereka dari tangga penghubung ke lantai 4.
Melihat kedatangan Joo Young beserta pasukannya, ke empat pria itu mengarahkan senjata kearah mereka berenam. Dengan sigap pun, anak buah Joo Young mengarahkan ujung senjatanya. Kecuali Joo Young yang tetap melangkah maju ke arah tangga.
"Aku Kapten tim Alfa, Kim Joo Young. Mulai detik ini, tim Alfa yang akan mengambil alih misi ini," ujar Joo Young dengan tegas.
Mendengar nama Tim Alfa membuat ke empat tentara tadi menurunkan senjata mereka dan langsung memberi hormat.
Joo Young terus melewati mereka hingga anak tangga teratas. Pria itu membalikkan tubuhnya dan memberi kode pada Min Hyuk untuk melangsungkan taktik yang telah mereka susun sehari sebelum turun ke Medan perang.
Min Hyuk menganggukkan kepalanya. Dengan sigap ia memerintahkan ke empat anggota pasukannya untuk berada di posisi yang telah direncanakan.
Min Hyuk menatap khawatir pada Joo Young yang semakin tak terlihat dari ujung tangga. Pria itu telah masuk ke area lantai 4 dimana tempat para mafia itu bersarang.
Nampak beberapa anggota mafia telah menyambut kedatangannya. Mereka tersenyum licik saat melihat Joo Young datang dengan menodongkan senjata pada mereka.
Namun yang membuat Joo Young terkejut adalah seseorang yang tak berdaya dengan luka lebam di pipi dan matanya sebelah kiri.
"Jung Yu Jin?" lirihnya.
Kim Joo Young sangat mengenal pria itu. Mereka berada di akademi militer yang sama saat melanjutkan sekolah ke Amerika.
"Aku kesini untuk membuat penawaran," ujar Joo Young dengan bahasa Inggris yang fasih. Pria itu mulai menjalankan taktiknya.
Mereka tertawa meremehkan ucapan Joo Young. Salah satu diantara mereka melangkah mendekati Joo Young.
"Jika tawaran yang kau bawa hanya sebesar buah semangka, pergilah. Sebelum bos kami memenggal kepalamu dan para pasukan mu itu," ujarnya seraya tersenyum licik.
Joo Young mendengus menanggapi ucapan pria berjanggut tebal yang ada di hadapannya. Membuat pria itu merasa Joo Young tengah menantangnya.
"Sialan!"
Dengan gerak cepat pria itu melayangkan tinjunya di wajah Joo Young. Namun dengan gesit juga, Joo Young melawan arah pukulannya.
Joo Young menyeringai, "Mari kita lihat, kepala siapa yang akan terpenggal nanti," ujarnya tanpa rasa takut.
Terjadi baku hantam antara Joo Young dengan sepuluh orang mafia yang ada dilantai itu. Dengan segala kemampuan yang ia miliki, Joo Young membuat satu persatu dari mereka tergeletak tak berdaya di lantai yang dipenuhi debu itu. Joo Young mengeluarkan segala tenaga yang ia punya untuk lolos dari tembakan yang mereka arahkan padanya. Begitupun dia, dengan tepat menembaki mereka dibagian perut masing-masing, hingga mereka jatuh tak berdaya. Kini tersisa pria berjanggut yang sempat mengancamnya tadi.
Joo Young menendang ujung pistol yang pria itu arahkan padanya, hingga membuat benda itu tergeletak jauh.
Pria berjanggut tebal itu menatap Joo Young dengan was-was sambil berjalan mundur. Hingga ia mencapai dinding dan hanya bisa mengangkat kedua tangannya.
Joo Young menekan kuat dada pria itu dengan tangan kanannya. Membuat ia meringis kesakitan.
"Katakan dimana bos kalian dan dimana para wanita itu disembunyikan."
Suara berat Joo Young terdengar menakutkan.
"Aku akan membebaskan mu jikalau kau mengatakannya dengan jujur."
Pria berjanggut tebal itu menganggukkan kepalanya dengan tubuh yang bergetar.
"Ruang bawah tanah gedung ini. Dia ada disana. Dan para budak itu, mereka ada dilantai atas."
Joo Young kembali menekan dada pria itu hingga ia kesulitan bernapas. Dia berusaha susah payah untuk melepaskan tangan Joo Young yang menyiksanya perlahan.
"Tunggu, aku sudah menjawabnya dengan jujur," ujar pria itu terbata-bata.
Joo Young menarik sudut bibirnya lalu membalikkan tubuh pria itu menghadap dinding. Dengan keras dia memukul bagian belakang kepala pria berjanggut tebal itu hingga dia tak sadarkan diri.
"Terimakasih, setidaknya kamu masih ku beri kesempatan hidup," ujarnya dan langsung memberi kode pada anak buahnya untuk naik ke lantai atas.
Joo Young berjalan mendekati Yu Jin yang sudah setengah sadar. Napas pria itu terdengar sangat berat.
"Aku tidak pernah menyangka, seorang tentara lulusan west point bisa tumbang hanya melawan beberapa orang mafia saja," ujarnya yang membuat Yu Jin tersenyum.
"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu dengan kondisi yang seperti ini," ujar Yu Jin.
"Ck. Jangan banyak bicara," tangan Joo Young bergerak mengelap darah segar yang keluar dari sudut bibir Yu Jin dengan sapu tangan yang ia bawa.
"Kalau memang tidak bisa melawan mereka sendiri, panggil bantuan anak buah mu."
Yu Jin mengangguk pelan, "Kau masih sama seperti dulu," mereka tertawa bersama.
--------------
Yu Jin mengerang kesakitan saat tersadar dari tidurnya. Langit kota Fier telah berwarna gelap. Kedua pasukan khusus Korea itu sudah kembali ke barak yang disediakan oleh pangkalan militer Albania.
Penyergapan yang mereka lakukan berhasil setelah beberapa jam menunggu proses negosiasi antara Joo Young dan pemimpin mafia itu. Namun bukan mafia bila tidak melakukan kelicikan. Mereka tidak percaya dengan tawaran yang dibawa oleh pasukan perdamaian itu. Padahal PBB telah menjanjikan akan memberikan dana serta mendirikan sebuah organisasi legal untuk mereka.
Hingga terjadi saling baku tembak dan baku hantam di lantai bawah tempat persembunyian pemimpin mafia itu dengan sisa para anggotanya. Joo Young, Min Hyuk, Sersan Seo, Sersan Park serta Yu Jin mengerahkan seluruh kemampuan mereka untuk menundukkan para mafia itu. Sementara anggota pasukan khusus lainnya telah mengambil alih pembebasan wanita dan para remaja perempuan yang akan mereka jual.
Beberapa jam berlangsung, baku tembak dan baku hantam yang terjadi akhirnya berakhir setelah mereka berlima berhasil membuat para mafia itu terbaring tak sadarkan diri. Kini, tinggallah tugas anggota militer Albania yang mengurus sisa dari misi ini.
Joo Young melihat ambruknya pemimpin mafia itu dengan seringai menakutkan. Baginya, saat dia berhasil membuat musuh jatuh di hadapannya adalah sebuah kebanggaan tersendiri.
"Kau sudah bangun?" tanya Joo Young yang kini sudah melepaskan atribut perangnya. Pria itu hanya memakai kaos ketat berwarna senada dengan celana loreng khas Militer Korea.
"Sepertinya aku pingsan terlalu lama."
"Kau bahkan membuatku harus memapah mu hingga ke helikopter."
Yu Jin tertawa mendengarnya.
"Astaghfirullah, aku melewatkan salat magrib," ujar Yu Jin seraya menatap jam tangannya yang sudah diatur sesuai waktu Negara ini. Kini di Albania telah menunjukkan pukul sembilan malam. Masih banyak waktu untuk melaksanakan salat Isya.
"Kau muslim?" tanya Joo Young yang sempat terkejut saat mendengar ucapannya.
Yu Jin menganggukkan kepalanya.
"Sudah berapa lama?"
"Sejak tiga tahun lalu?" ia nampak berpikir, "Iya, sudah tiga tahun lebih. Sejak aku ditugaskan di Irak."
Yu Jin beranjak dari tempat tidurnya untuk mengambil air wudhu. Namun langkahnya terhenti saat Joo Young menarik pergelangan tangannya. Ia menatap Joo Young dengan alis kiri terangkat.
"Apa kau bisa mengajariku tentang Islam?" tanya Joo Young yang membuat Yu Jin menatap tak percaya padanya.
Selama menuntut ilmu militer di Amerika, Yu Jin tau betul bahwa Joo Young adalah orang yang taat pada keyakinan keluarganya.
"Kau serius?" Yu Jin mencoba melihat keseriusan dari manik mata pria itu.
Dengan yakin Joo Young menganggukkan kepalanya.
"Aku sangat yakin."
****to be continued****
semoga skripsi.a lancar n segera wisuda... good blaze...!!!