Academy Animers, sekolah elit untuk pelajar berkekuatan unik dan bermasalah mental, dijaga Kristal Kehidupan di Crown City. Dipimpin Royal Indra Aragoto, akademi berubah jadi arena Battle Royale brutal karena ambisi dan penyimpangan mental. Indra dan idealis (Akihisa, Miku, Evelia) berjuang mengembalikan misi akademi. Di lima kota inti, di bawah Araya Yamada, ketamakan dan penyalahgunaan kekuatan Kristal merusak moral. Obsesi kekuatan mendorong mereka menuju kehancuran tak terhindarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wedding Day
Beberapa hari kemudian, ketenangan yang mereka nikmati di pantai terganggu oleh sesuatu yang jauh lebih sederhana daripada serangan iblis: demam. Indra demam. Meskipun kekuatan Guardian-nya luar biasa, tubuhnya tetap rentan terhadap kelelahan setelah berhari-hari menguras energi.
Evelia duduk di tepi tempat tidur, meletakkan kompres dingin di dahi Indra. Evelia menghela napas panjang, menatap tunangannya yang terbaring kaku.
"Kau tahu, Suamiku," ujar Evelia, suaranya mengandung nada lelah yang lembut, "Aku sudah bilang padamu untuk tidak terlalu sering menggunakan elemen esmu secara berlebihan saat pelatihan. Tubuhmu sudah kelelahan. Tapi kau mendengarku? Tidak. Kau malah beradu tenaga dengan drone Level Lima di Arena setelah jam kerja!"
Indra, dengan mata terpejam, hanya bisa menggumam. "Aku harus memastikan pertahanan... tidak bisa bersantai..."
"Bersantai adalah bagian dari pertahanan! Bagaimana kau bisa melindungi Kerajaan jika kau sendiri sakit begini?" Evelia menceramahi tunangannya dengan nada penuh kasih sayang. Ia menyeka keringat dingin di dahi Indra. "Setidaknya kau sudah mereda dari demam panas. Sekarang kau hanya perlu tidur."
Setelah memastikan Indra tertidur pulas dan suhu tubuhnya stabil, Evelia berangkat ke akademi untuk mengajar. Ia mengganti pakaian kasualnya dengan seragam pembimbing dan pergi ke Sakura Akademi.
Begitu ia tiba di lorong, ia langsung dihadang oleh Akihisa dan Miku.
"Evelia-sensei!" panggil Akihisa dengan khawatir. "Kau terlambat! Kami dengar Pangeran Es kita sakit! Apakah keadaan Indra baik-baik saja?"
Miku juga mendekat, wajahnya penuh perhatian. "Ya, kami khawatir. Biasanya tidak ada yang bisa mengalahkan Indra selain demon Level Arch."
Evelia tersenyum lembut, seperti biasa, meyakinkan mereka. "Indra baik-baik saja," jawab Evelia dengan lembut seperti biasa. "Hanya kelelahan biasa. Dia terlalu serius dengan gelar 'Guardian' dan lupa bahwa dia juga manusia. Jangan khawatir, aku sudah memberinya dosis Kitsune Healing yang cukup. Dia hanya perlu tidur seharian."
Akihisa dan Miku menghela napas lega. "Baguslah. Aku tidak mau dia melewatkan pernikahannya sendiri karena demam," kata Akihisa, bercanda.
"Ayo, Miku. Kita harus segera ke kelas," ujar Evelia. "Kalian juga, jangan terlalu memforsir diri. Keseimbangan adalah kunci!"
.
.
.
.
.
.
Jam pelajaran hari itu berjalan dengan lancar, tanpa gangguan dari sisa-sisa iblis atau kehebohan dari para murid. Tidak ada hal yang aneh yang tercatat di ruang komando Nuita atau di Battle Arena milik Nina dan Kizana.
Hingga saat jam istirahat terakhir, Evelia sedang berjalan menuju ruang guru untuk mengambil tasnya ketika ia dihadang oleh Shiera. Murid OSIS yang serius itu tampak gelisah.
"Evelia-sensei," sapa Shiera dengan nada formal, tanpa basa-basi.
Evelia tersenyum. "Ya, Shiera? Ada apa? Kau terlihat cemas."
"Maafkan saya, Sensei. Saya hanya ingin bertanya, kemana Indra-sensei? Beliau tidak terlihat sejak pagi," tanya Shiera, sedikit menyembunyikan kekhawatiran yang ia rasakan.
Evelia tahu Shiera adalah murid yang sangat loyal dan sensitif terhadap keberadaan Indra. Evelia menjawab Shiera dengan lembut seperti biasa. "Oh, Indra. Dia sedang sakit. Demam karena terlalu lelah setelah sesi latihan kemarin."
Shiera sedikit terkejut. "Sakit? Saya harap beliau baik-baik saja."
"Tentu saja," balas Evelia, sambil mengayunkan tangannya yang lembut. Ia mendekati Shiera dan memastikan Shiera tidak khawatir sambil mengelus kepalanya. "Dia baik-baik saja. Aku sudah memberinya ramuan Kitsune dan dia sedang tidur pulas di rumah. Dia hanya butuh istirahat total, dan kau tahu, Indra tidak akan sakit parah. Dia terlalu keras kepala untuk itu."
Shiera merasakan ketenangan yang dipancarkan dari sentuhan Evelia. "Baiklah, Sensei. Terima kasih. Saya hanya khawatir jika ketidak-hadiran beliau akan menimbulkan masalah keamanan."
Evelia tertawa kecil. "Jangan khawatir. Ada Araya-sensei yang mengawasi semuanya, dan aku akan kembali ke sini besok. Fokus pada pekerjaan OSIS-mu ya, Nona Serius."
.
.
.
.
Tidak lama setelah obrolan Evelia dan Shiera, saat Evelia hendak beranjak, seorang pria berambut putih berpakaian formal itu menampakkan diri dari sudut koridor.
Melihat pria yang ia curigai itu muncul, Shiera waspada dan segera mundur sedikit, memastikan ia berada pada jarak pendengaran, dan ia menyimak perbincangan mereka.
Evelia tersenyum ramah. "Tuan Lucius," sapa Evelia, menyebut nama pria tersebut dengan kehangatan. "Apakah Anda ada kelas lagi hari ini?"
Lucius, dengan senyum menawan yang biasa, membenarkan kacamatanya. "Ah, Evelia-sensei. Tidak. Saya baru saja selesai. Saya ingin bertanya, apakah Anda punya waktu sepulang akademi? Ada beberapa arsip kuno yang ingin saya bahas dengan Anda."
Evelia menggeleng lembut. "Saya menghargai tawaran Anda, Tuan Lucius. Tapi hari ini saya harus menolak. Tunangan saya sedang demam, dan saya memilih menemani tunangannya di rumah untuk memastikan ia istirahat total."
Mendengar itu, Shiera terlihat lega. Dia menolak, bagus. Itu membatasi pergerakannya, pikir Shiera. Ia kembali menyimak dengan saksama.
Lucius tersenyum, meski ada sedikit kekecewaan yang tak terlihat di matanya. "Ah, begitu. Saya mengerti. Tolong sampaikan permintaan maaf saya yang tulus untuk Indra-sensei." Lucius saat tahu dirinya ditolak, ia meminta maaf dan mengulurkan tangan. Seolah akan berjabat tangan dengan Evelia, ia terlihat seolah tersengat listrik sesaat, membuat tangannya sedikit bergetar sebelum menariknya kembali dengan cepat.
Evelia yang peka langsung menyadari itu. "Tuan Lucius, apakah Anda baik-baik saja? Tangan Anda tiba-tiba gemetar," tanyanya penuh perhatian.
Lucius tertawa kecil yang terdengar dipaksakan. "Ah, saya baik-baik saja. Mungkin hanya sedikit kelelahan. Saya permisi dulu. Sampai jumpa besok, Evelia-sensei." Lalu ia pergi dari sana dengan langkah yang cepat.
Begitu Lucius menghilang dari pandangan, Shiera mendekati Evelia dengan langkah terburu-buru, wajahnya terlihat jengkel dan serius.
"Evelia-sensei, pria itu sangat mencurigakan!" desak Shiera. "Aku melihatnya! Dia seperti tersengat listrik saat ingin menyentuhmu! Itu bukan gejala kelelahan, itu reaksi terhadap energi Kitsune! Dia terlihat mencurigakan!"
Evelia hanya tersenyum sambil mengumpulkan tasnya. "Shiera," kata Evelia lembut. "Aku tahu kau sangat menjaga Akademi ini, tapi kau harus ingat. Di dunia ini, tidak semua yang terlihat jahat itu jahat, dan tidak semua yang terlihat baik itu baik. Jangan menilai orang dari penampilannya atau sedikit gemetar di tangannya."
Shiera hanya terdiam, menyadari ia telah terlalu terbuka dengan kecurigaannya. Ia kemudian tersenyum kecil. "Baiklah, Sensei. Saya mengerti. Maafkan saya. Kalau begitu, izinkan saya membantu Evelia membawa barangnya ke kantor."
"Tentu saja. Terima kasih, Shiera," balas Evelia, menyerahkan beberapa buku. "Kau memang murid OSIS yang paling perhatian."
.
.
.
.
.
.
Malam harinya, di rumah mereka yang tenang, suasana jauh berbeda. Indra terbaring di tempat tidur, ditutupi selimut tebal, meskipun demamnya sudah jauh mereda berkat ramuan Kitsune dari Evelia.
Indra menjadi sangat manja dan dramatis. Ia menoleh ke arah Evelia yang sedang duduk di kursi samping tempat tidurnya. Wajahnya yang pucat dibuat semakin memelas.
"Aku merasa... sangat dingin," keluh Indra, suaranya parau dan dibuat setragis mungkin. "Mungkin... ini adalah akhir dari Guardian yang bodoh ini."
Ia memejamkan mata dan bergumam mengatakan selamat tinggal semuanya, seolah dirinya akan meninggal. "Selamat tinggal, Evelia... Selamat tinggal, Heavy Railgun... Aku tidak bisa melindungimu lagi..."
Evelia hanya memandang datar tingkah laku tunangannya itu, lalu mengusap keningnya yang sudah tidak panas lagi.
"Dramatis sekali, Suamiku," balas Evelia dengan nada geli. "Demammu sudah turun. Kau hanya kelelahan. Berhentilah bersikap seolah kau adalah pahlawan yang sekarat di opera sabun."
Indra membuka matanya perlahan, melihat Evelia. Ia mengabaikan ejekan Evelia, lalu merentangkan tangannya ke arah Evelia.
"Aku mau peluk," kata Indra, singkat, tanpa basa-basi.
Evelia tersenyum lembut. Ia tahu, di balik tsundere dan kekakuan Guardian-nya, Indra hanya ingin ditemani dan diberi kenyamanan. Evelia melihat kekasihnya dengan gemas, tanpa ragu, ia segera naik ke tempat tidur dan langsung memeluk Indra sambil berbaring disebelahnya.
"Baiklah, baiklah. Aku di sini," bisik Evelia, memeluk erat tubuh Indra dan menyalurkan kehangatan Kitsune-nya. "Tidurlah. Aku tidak akan membiarkan 'Kucing Es' ini mati hanya karena sedikit flu. Aku butuh kau di sisiku saat kita menikah."
.
.
Indra memeluk Evelia erat, menikmati kehangatan dan kelembutan yang selalu ia cari. Ia kembali ke mode jujur dan tsundere yang jarang ia tunjukkan.
"Tentu saja aku harus menikah," bisik Indra, suaranya sedikit serak. "Aku akan tetap berada di sini. Aku akan baik-baik saja." Ia menatap Evelia, matanya yang sedingin es kini memancarkan api lembut. "Karena kau menikah denganku, tentu saja aku harus ada di sisimu."
Evelia tersenyum. Ia tahu, di balik drama dan kepura-puraannya, Indra selalu serius. Ia mengusap rambut perak Indra dengan lembut, namun nadanya kini berubah menjadi tegas, meskipun penuh kasih sayang.
"Aku tahu, Suamiku," ujar Evelia. "Tapi demi pernikahan ini, kau harus benar-benar pulih. Istrahat. Jangan bangun. Jangan bergerak. Jangan berpikir tentang demon. Sekarang kau hanya perlu menjadi Raja tidur yang patuh."
Evelia menyuruh Indra istirahat dengan nada lembut namun aura dominasi yang seram dari Kitsune yang protektif.
Indra, yang tahu dia tidak akan bisa memenangkan perdebatan itu, hanya mengangguk patuh.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Beberapa minggu berlalu, dan Kerajaan Sakura Flurry dipenuhi dengan perayaan. Kini hari pernikahan telah tiba.
Di alun-alun kerajaan yang sudah direnovasi berkat bantuan Amanda, suasananya megah. Alun-alun itu kini menjadi lebih luas dan terbuka untuk siapapun, dipenuhi bunga-bunga Sakura buatan yang indah dan hiasan sutra putih-emas.
Akihisa, Miku, Kizana, dan Nina berdiri di barisan depan, menatap pemandangan itu.
"Ini luar biasa! Aku tidak menyangka alun-alun bisa terlihat semegah ini," seru Akihisa, matanya berbinar.
"Amanda-sama melakukan pekerjaan yang hebat. Ini terlihat damai, tidak seperti saat kita terakhir melihatnya," tambah Miku, suaranya dipenuhi kekaguman.
"Indra dan Evelia pantas mendapatkan ini," kata Nina, suaranya lembut.
Kizana dan Nina terkagum melihatnya—lambang bahwa Kerajaan mereka telah benar-benar pulih.
Sedangkan Shiera dan Liini datang bersama ke upacara itu. Mereka terlihat akrab; Shiera, yang biasanya kaku, menunjukkan sisi lembut dan protektifnya, sementara Liini—yang kini menjadi Ketua OSIS dan menopang Indra—kini lebih aktif berbicara.
"Aku tidak menyangka Kakak Indra akan terlihat gugup," bisik Liini, terkikik.
"Wajar saja. Ini adalah hari terbesar dalam hidupnya," jawab Shiera, yang perhatian dengan keluarga Royal Indra termasuk adiknya Liini. "Tapi ia beruntung memiliki Ratu Evelia di sisinya. Kau terlihat cantik hari ini, Liini-san."
"Terima kasih, Shiera-chan. Kau juga. Ayo, kita cari tempat. Acara akan segera dimulai!" ajak Liini, menarik tangan Shiera menuju kursi yang telah disediakan.
.
.
.
Lantunan musik orkestra yang agung mulai terdengar, menandakan dimulainya upacara. Semua mata tertuju pada pasangan yang kini berdiri di altar, di bawah lengkungan bunga sakura putih.
Pernikahan dimulai. Indra berdiri tegak, mengenakan seragam hitam pangeran yang gagah dengan ornamen perak dan Guardian yang bersinar samar di kerahnya. Di sisi Indra, ada Evelia yang tampak memukau, menggunakan gaun putih putri kerajaan yang anggun dan indah, rambut pirangnya dihiasi mahkota bunga. Mereka berdua adalah perwujudan masa lalu yang berduka dan masa depan yang penuh harapan.
Mereka yang menyaksikan mulai menangis terharu. Ini bukan hanya pernikahan; ini adalah penobatan Raja dan Ratu harapan baru Sakura Flurry, yang bangkit dari abu kehancuran.
Terutama teman-teman mereka di barisan depan.
Akihisa dan Miku saling berpegangan tangan. Miku terisak pelan. "Mereka... mereka benar-benar melakukannya," bisik Miku, air mata membasahi pipinya. Akihisa, meskipun berusaha keras terlihat tegar, matanya juga berkaca-kaca. "Indra terlihat sangat... bahagia. Aku tidak pernah melihatnya seperti ini sejak dulu."
Nina dan Kizana berdiri di samping mereka. Nina menyeka air matanya dengan sapu tangan. "Aku sangat bangga pada mereka," ujar Nina, suaranya sedikit serak. Kizana, yang jarang menunjukkan emosi, hanya mengangguk, bahunya sedikit bergetar karena terharu.
Di sisi lain, Liini menahan Air matanya dengan senyum tipis, wajahnya terlihat kebahagiaan melihat satu-satunya kakak laki-lakinya menemukan kebahagiaan.
Shiera, yang berdiri di samping Liini, memeluk bahu Ketua OSIS itu dengan lembut. Meskipun ia tidak menangis, matanya basah. Ia bergumam, "Indra-sensei pantas mendapatkan semua ini. Mereka berdua. Pasangan yang sempurna."
Saat pendeta mulai mengucapkan janji suci, Indra menatap Evelia, dan seluruh kekakuan tsundere-nya menghilang.
"Aku mencintaimu, Istriku," bisik Indra, suaranya dipenuhi emosi yang jarang ia tunjukkan.
Evelia tersenyum. "Aku juga mencintaimu, Suamiku," balasnya.
.
.
.
.
Suasana hening yang sakral menyelimuti alun-alun. Setiap orang yang hadir, dari warga sipil yang beruntung hingga para pembimbing Akademi, menjadi saksi pernikahan sakral Royal Indra Aragoto dengan Evelia Namida. Ini adalah momen yang merayakan cinta, pemulihan, dan ketahanan Sakura Flurry.
Di balkon Istana yang tersembunyi, terlindung dari pandangan umum, tiga sosok kunci Kerajaan mengawasi. Nuita, Araya, dan Amanda menyaksikan dari lokasi yang tersembunyi.
"Akhirnya," gumam Nuita, sambil tersenyum tipis. "Pangeran Es kita menemukan kehangatannya. Ini akan menjadi simbol yang kuat untuk rakyat."
Araya, di sisi lain, mengangguk setuju, senyum tipisnya jarang terlihat. "Sistem pertahanan spiritual Kerajaan kini jauh lebih stabil. Guardian dan Kitsune telah bersatu."
Amanda, pemimpin Kerajaan dan bibi Indra, matanya berkaca-kaca namun wajahnya tenang. "Railord dan Nia pasti bangga," bisiknya, mengawasi keponakannya dengan bangga.
Saat pendeta memberikan izin, momen yang paling ditunggu pun tiba. Indra menatap Evelia, dan Evelia menatap Indra, penuh cinta yang tak terucapkan.
Akhirnya mereka melakukan ciuman di akhir upacara. Ciuman itu dimulai dengan lembut, namun penuh janji.
Seketika, spontan semua teman-temannya berteriak senang.
"HIDUP ROYAL!" teriak Akihisa, suaranya paling keras.
"Waktu yang sangat lama untuk ciuman itu, Pangeran!" goda Miku, tertawa histeris.
Evelia memanfaatkan keributan itu. Ia tahu Indra akan menarik diri terlalu cepat karena malu. Dengan Evelia lebih memaksa Indra untuk menahan ciumannya lebih lama, tangannya menangkup wajah Indra, menariknya lebih dekat.
Indra, yang tadinya hanya berniat ciuman singkat, terkejut. Indra hanya pasrah, seluruh wajahnya, dari leher hingga telinganya, sudah memerah padam karena ciuman di depan publik dan godaan frontal dari tunangannya yang kini sah menjadi istrinya.
Evelia akhirnya melepaskan ciuman itu, tertawa puas. "Aku sudah menahannya terlalu lama, Suamiku."
"Kau... kau mempermalukanku," bisik Indra, tetapi suaranya dipenuhi kebahagiaan.
"Itu adalah hak istimewa seorang Ratu," balas Evelia, menyandarkan kepalanya ke bahu Indra, saat sorak sorai perayaan menggemuruh di sekitar mereka.
.
.
.
.
.
Ciuman yang dipaksakan Evelia akhirnya berakhir, meninggalkan Indra dengan napas tersengal dan wajah yang masih memerah. Di tengah sorak-sorai, Evelia dan Indra memandang mereka yang menyaksikan pernikahannya dengan bahagia. Senyum tulus di wajah Evelia menular ke seluruh Kerajaan.
Evelia menoleh ke arah suaminya. "Bagaimana, Suamiku? Apakah itu cukup memalukan untukmu?"
Indra, yang berusaha mengatur kembali aura dinginnya, hanya bisa mendengus. "Kau keterlaluan. Aku akan membalasnya nanti malam," balas Indra, nadanya lebih berupa janji daripada ancaman.
Evelia melirik Indra, matanya penuh godaan, lalu kembali menciumnya hingga ia puas.
Ciuman kedua ini disambut tawa dan teriakan yang lebih heboh dari para tamu, yang kini sangat terhibur oleh interaksi pasangan Royal baru ini.
.
.
.
.
.
.
.
Setelah keramaian ciuman mereda, saatnya tradisi yang ditunggu. Kemudian sesi lempar bunga tiba. Evelia memegang buket bunga sakura putih-emas yang indah. Indra berdiri di sampingnya, bersiap untuk melempar buket bunga tiruan untuk pria.
Evelia dan Indra berhitung mundur bersama. "Tiga! Dua! Satu!"
Evelia dan Indra melempar ke belakang mereka. Buket bunga itu melambung tinggi di udara.
Di bawah, suasana berubah menjadi kompetisi serius. Akihisa, Kizana, dan para tamu lainnya saling berlomba untuk menangkap buket tersebut. Akihisa, meskipun malas, mengaktifkan kecepatan Shape-Shifter-nya.
"Minggir! Buket itu milikku!" teriak Akihisa, melompat lebih tinggi dari orang lain, berharap bisa menangkap buket Evelia demi Miku.
Namun, Kizana tidak kalah cepat. Menggunakan insting kendo dan ketepatan refleksnya, ia melompat dan berhasil menangkap buket Evelia. "Aku menang, Akihisa! Kami akan menikah lebih dulu!" seru Kizana bangga, berbalik ke arah Nina yang tertawa.
Sementara itu, buket bunga pria yang dilempar Indra—yang meluncur dengan kecepatan yang tidak disengaja—justru terbang melewati kepala semua orang. Buket itu mendarat tepat di pangkuan Liini, yang duduk tenang di barisan depan.
Liini menatap buket itu dengan terkejut, sementara semua orang menoleh ke arahnya. "Aku... aku tidak bermaksud!" seru Liini, merasa malu menjadi pusat perhatian.
Indra dan Evelia hanya tertawa.
"Kau beruntung, Liini!" seru Evelia dari altar. "Itu berarti kau yang akan menikah berikutnya!"
Liini memeluk buket itu dengan wajah memerah, sementara Kizana dan Akihisa saling berdebat tentang siapa yang akan menikah lebih dulu. Suasana perayaan itu sangat sempurna.
.
.
.
.
.
Perayaan pernikahan Indra dan Evelia berjalan lancar dan meriah. Alun-alun yang baru direkonstruksi telah berubah menjadi aula pesta outdoor yang megah. Lampu-lampu kristal memantulkan cahaya di atas lantai dansa marmer, dan musik orkestra Shirayuki Sakura mengalun merdu.
Setelah pasangan Royal itu menyelesaikan dansa pembuka mereka, lantai dansa segera dipenuhi oleh para tamu. Miku, Nina, Akihisa, Kizana, Liini, Shiera, dan tamu lainnya menikmati pertunjukkan dansa bersama, tawa dan sorak-sorai mengisi udara.
Miku dan Akihisa berdansa dengan energik, sesekali Akihisa menggunakan sedikit kecepatan Shape-Shifter-nya untuk memutar Miku hingga Miku tertawa lepas.
"Kau curang, Akihisa-sensei! Jangan gunakan sihir di lantai dansa!" tegur Miku sambil tertawa.
"Ini bukan sihir, ini hanya gerakan alami seorang Shape-Shifter yang terlalu bahagia!" balas Akihisa, menarik Miku kembali.
Tidak jauh dari mereka, Nina dan Kizana berdansa dengan gerakan yang lebih teratur dan elegan, layaknya tarian pedang yang indah.
"Kau terlalu serius, Kizana," bisik Nina. "Ini dansa, bukan sparring di Arena."
"Aku harus memastikan aku tidak menginjak kakimu, Nina-chan. Itu adalah strategi pertahanan terbaikku saat ini," jawab Kizana, wajahnya sedikit memerah.
Di sudut ruangan, Liini dan Shiera berdiri di dekat meja hidangan. Mereka menikmati hidangan jamuan dengan bahagia, sesekali Shiera mengangguk pada ucapan Liini.
"Aku sangat senang Kakak Indra akhirnya bisa tersenyum lepas," ujar Liini, mengunyah kue tart dengan gembira. "Aku tidak pernah melihatnya sebahagia ini sejak tragedi itu."
"Mereka pantas mendapatkannya, Liini-san," balas Shiera, mengamati keramaian dengan mata waspada yang lembut. "Mereka telah berkorban banyak. Sekarang giliran mereka untuk berbahagia."
Tiba-tiba, Indra mendekati Liini dan Shiera. "Liini, apakah kau sudah cukup makan? Kita harus memastikan kau punya cukup energi untuk membantuku dengan berkas-berkas besok."
"Astaga, Oonii-chan! Kau tidak bisa bicara pekerjaan di pernikahanmu sendiri!" protes Liini.
Evelia segera menarik Indra menjauh dari meja. "Ayo, Suamiku. Kau harus berdansa denganku lagi! Dan tinggalkan urusan berkas itu untuk hari Senin!" seru Evelia, menyeret Indra ke tengah lantai dansa, diiringi tawa teman-teman mereka.
.
.
.
.
.
.
.
Indra, meskipun kaku dalam hal emosi, adalah penari yang terampil berkat latihan Royal yang ketat. Mereka akhirnya mulai berdansa lagi, bergerak anggun di tengah lantai dansa, diiringi lagu yang indah dari orkestra Kerajaan. Indra memimpin dengan langkah pasti, sementara Evelia mengikutinya dengan anggun dan senyum mempesona.
Di sisi ruangan, dekat meja jamuan, Liini dan Shiera menikmati lagu tersebut sambil menonton mereka yang berdansa.
"Kakak Indra terlihat seperti pangeran sungguhan," bisik Liini, matanya berbinar. "Dia tidak pernah terlihat sebahagia dan selembut ini. Evelia-sensei benar-benar bisa mencairkan es di hatinya."
Shiera mengangguk setuju, mengamati setiap gerakan di lantai dansa dengan mata analisisnya. "Mereka berdua adalah perpaduan yang sempurna. Ketenangan Guardian dan kehangatan Kitsune," jawab Shiera. Ia juga melihat bagaimana Indra dan Evelia terlihat berdansa dengan sangat serasi dan indah dalam pakaian pernikahan mereka.
Tiba-tiba, Indra memutar Evelia dengan putaran yang sempurna. Gaun Evelia mengembang, membuatnya tampak seperti peri dalam cahaya lampu.
"Wow," gumam Liini. "Itu gerakan yang tidak pernah diajarkan di kelasnya."
Shiera tersenyum tipis. "Itu adalah tarian yang hanya bisa dilakukan oleh pasangan yang benar-benar terikat. Mereka tidak hanya berdansa; mereka berbagi energi. Pertahanan terbaik Kerajaan kita, bukan?"
"Aku setuju. Aku harap aku juga bisa menemukan seseorang yang bisa berdansa seperti itu," kata Liini, menghela napas.
"Kau akan menemukannya, Liini-san," ujar Shiera, menepuk bahu Liini. "Fokuslah pada kebahagiaan saat ini. Dan ingat, kau adalah Royal terakhir yang tersisa, bersama kakakmu. Kau juga harus bahagia."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Pesta pernikahan yang penuh kebahagiaan dan tawa berjalan lancar hingga akhir. Para tamu, termasuk Akihisa, Miku, Nina, dan Kizana, saling mengucapkan selamat perpisahan kepada pasangan Royal yang baru menikah itu. Malam semakin larut, dan mereka pulang ke rumah masing-masing dengan hati yang hangat.
Indra dan Evelia memilih tinggal di rumah yang kecil yang sudah mereka tempati sebelum menikah. Rumah itu sederhana namun nyaman, jauh dari kemegahan Istana. Amanda tidak keberatan dengan pilihan mereka, karena ia tahu keponakannya, Indra, lebih menyukai privasi, dan ia sendiri masih mampu mengelola Sakura Flurry dan Istana tanpa perlu ditemani Indra secara resmi.
Di rumah, pasangan Royal itu sudah berganti pakaian. Evelia mengenakan piyama sutra lembut, dan Indra mengenakan baju kaos dan celana santai, meskipun auranya masih memancarkan kelelahan setelah hari yang panjang.
Namun, Evelia tampaknya memiliki energi yang tak terbatas. Evelia yang memiliki ide usil, tiba-tiba mulai menerkam Indra saat Indra sedang membaca laporan keamanan terakhirnya.
"Lupakan laporan itu, Suamiku!" seru Evelia, tawa geli menghiasi suaranya.
Dengan kekuatan Kitsune yang tak terduga, Evelia berhasil membuat Indra terkejut dan menjatuhkan dirinya ke kasur. Evelia segera menindihnya.
"Kau berani mempermalukan aku di depan semua orang dengan ciuman itu!" desis Evelia, berpura-pura marah. "Saatnya membayar hutangmu, Pangeran Crown City!"
Evelia mulai 'mencabik-cabik' Guardian-nya dengan ciuman dan godaan yang intens. Indra, yang terperangkap di bawah Kitsune yang bersemangat, sudah pasrah dengan nasibnya.
"Evelia! Hentikan! Aku bilang aku yang akan membalasmu nanti malam!" protes Indra, tetapi suaranya teredam. Masih terdengar teriakannya yang tidak terlalu keras, lebih terdengar seperti rengekan terkejut.
Evelia menghentikan serangannya sejenak, menatap mata Indra dengan penuh cinta.
"Tidak ada jadwal untuk membalas dendam," bisik Evelia, tersenyum nakal. "Lagipula, aku sudah memastikan semuanya."
"Memastikan apa?" tanya Indra, mencoba mengatur napas.
Dan Evelia berkata, sambil merapikan rambut Indra yang acak-acakan, "Karena besok hari Minggu, jadi kita akan sangat senggang. Sepanjang hari. Tidak ada kelas, tidak ada laporan, tidak ada demon. Hanya ada kita."
Indra menyeringai, menyerah pada takdirnya yang menyenangkan. "Baiklah, Kitsune," jawabnya, menarik Evelia lebih dekat. "Kau menang. Tapi jangan salahkan aku jika besok kau yang tidak bisa bangun."
.
.
.
.
Malam pernikahan itu menyelimuti rumah kecil mereka dengan kedamaian yang mendalam. Di bawah selimut yang lembut, suasana terasa begitu tenang, bahagia, dan nyaman. Kebahagiaan seorang pria yang dingin—yang kini menemukan kehangatan sejatinya—bertemu dan menyatu dengan keceriaan wanita yang ekstrovert—yang akhirnya mendapatkan komitmen abadi dari Guardian kaku yang dicintainya. Di tengah bisikan janji dan tawa lembut, mereka berdua berbagi keintiman yang telah lama dinanti, melupakan sejenak beban Kerajaan dan ancaman yang mengintai, menikmati malam yang menjadi penanda dimulainya babak baru kehidupan mereka sebagai suami-istri.