Cerita ini adalah fiksi dewasa yang diperuntukkan bagi pencari bacaan berbeda.
*****
Sekuel sekaligus akhir dari cerita 'Stranger From Nowhere'.
Makhluk yang sama, tempat yang sama, dengan tokoh dan roman yang berbeda.
***
Saddam kehilangan ibunya dalam sebuah kecelakaan pesawat di hutan Afrika.
Pria itu menyesali pertengkarannya dengan Sang Ibu karena ia menolak perjodohan yang sudah kesekian kali diatur untuknya.
Penasaran dengan apa yang terjadi dengan Sang Ibu, Saddam memutuskan pergi ke Afrika.
Bersama tiga orang asing yang baru diperkenalkan padanya, Saddam pergi ke hutan Afrika itu seperti layaknya mengantar nyawa.
Tugas Saddam semakin berat dengan ikutnya seorang mahasiswi kedoktoran bernama Veronica.
Seperti apa jalinan takdir mereka?
***
Contact : uwicuwi@gmail.com
IG : @juskelapa_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Bayi Pertama
Saat suara tembakan menggelegar di udara dan langsung berganti menjadi suasana sunyi senyap yang mencurigakan tubuh Rahel menegang.
Rahel diam sepersekian detik sebelum menghambur keluar kamar secepatnya. Langkahnya langsung menuju ke kebun belakang tempat di mana dirinya meninggalkan Evnerr dan Professor Lolo berada.
Dalam pikirannya, bayi yang baru saja dilahirkan itu telah tewas di tangan ayah kandungnya.
Pikiran baiknya membenci Evnerr dan pikiran jahatnya memaklumi tindakan pria itu. Rahel tak mau menambah pekerjaan dengan merawat seorang bayi aneh yang mirip monster.
Saat tiba di tempat itu, Rahel hanya melihat Evnerr berdiri terpaku memegang sebuah pistol.
"Tuan... Anda telah..." lirih Rahel tercekat.
Tubuh Professor Lolo terletak tak jauh dari Evnerr. Diam tak berkutik bersimbah darah mulai dari puncak kepalanya.
Evnerr telah menembak teman dekatnya sendiri. Besar kemungkinan mereka bertengkar saat Rahel meninggalkan mereka beberapa saat tadi.
"Aku tak bisa membiarkannya hidup. Dia memintaku untuk membunuh anakku sendiri. Hasil percobaan perdananya yang gagal. Menurutmu apa yang harus aku lakukan?" Evnerr berbicara sambil terus menatap kawan terdekatnya.
"Tapi kemungkinan besar Professor Lolo bisa mengobati anak anda Tuan," cicit Rahel nyaris tak terdengar. Dirinya benar-benar merasa ngeri menatap Evnerr yang seperti orang gila sedang memegang senjata.
Rahel tak ingin dia akan menjadi korban selanjutnya.
"Minta Teo menyingkirkan tubuh ini. Galilah sebuah lubang dan masukkan Lolo ke dalamnya. Aku tak mau melihatnya lama berbaring di halamanku" Evnerr mengantongi senjatanya dan pergi menuju pintu masuk ke dalam rumah.
"Tapi Teo masih anak-anak," Gumam Rahel tak berdaya.
"Kurasa kau tak punya pilihan, hutang-hutangmu masih sangat banyak kepadaku karena kau bersikeras mengobati almarhum suamimu yang tak berguna itu."
Setelah mengatakan hal itu, Evnerr pergi meninggalkan Rahel. Langkah pria itu gontai seakan bisa ambruk kapan saja.
...--oOo--...
Dan malam itu adalah malam yang panjang bagi Rahel dan putra sulungnya.
Bersimbah keringat mereka berdua menggali lubang yang cukup dalam di perbatasan halaman belakang yang menuju ke arah hutan demi menyembunyikan tubuh Professor Lolo.
Lubang itu mereka gali sedalam mungkin agar bau bangkai tak sampai menyeruak ke luar.
Teo hanya diam tak berkomentar apa-apa. Pemuda itu menuruti Ibunya tanpa banyak bertanya.
Setelah selesai melakukan pekerjaan terkutuk itu, Rahel menangis di kamarnya. Dia merasa telah menodai masa muda Teo dengan melakukan dosa.
Dan sekarang, ketika semua penghuni kastil tertidur, Rahel sedang menatap bayi monster yang sedari tadi tertidur pulas setelah diberinya susu kambing perahan.
Rahel benar-benar tidak tahu harus memberikan apa pada bayi aneh itu. Setiap di pandang, Rahel merasa semakin bergidik.
Bayi itu sangat rakus. Susu yang telah diperah Rahel berbotol-botol mampu dihabiskannya dalam sekejab. Seolah perut kecilnya memang memiliki banyak ruang untuk menampung minuman sebanyak itu.
Dan entah pandangan matanya saja, atau karena perasaan takutnya yang menjadi-jadi. Rahel merasa bayi itu sudah tumbuh lebih besar sejak beberapa jam setelah dilahirkan.
Dia tak berani mengatakan hal aneh pada Evnerr sekarang-sekarang ini.
Setelah mengantarkan makanan pada Marissa yang kembali diam membisu menatap lurus ke depan duduk di ranjangnya, Rahel belum berani menanyakan apa-apa pada Evnerr yang mengunci dirinya di ruang kerja.
Rahel merasa tak sanggup lagi jika harus mengurus bayi itu seterusnya.
Sekarang bayi aneh itu sedang tertidur. Tangisan pertamanya di dunia ini hanya sekejab saja. Selanjutnya, Rahel tak mendengar lagi bayi itu menangis atau merengek. Ketika lapar atau membutuhkan sesuatu, bayi itu hanya menggeliat-geliat saja.
...--oOo--...
"Rahel, aku ingin meminta tolong padamu untuk terakhir kalinya." Suara Evnerr tiba-tiba berada di balik tubuh Rahel yang sedang memasak sepanci bubur untuk Marissa yang belum mau makan.
"Ya Tuan," Jawab Rahel ketika berbalik menatap Evnerr dengan sebelah tangannya memegang sendok besar terbuat dari kayu.
"Seperti yang kau ketahui, bahwa Marissa mengira aku telah membunuh anak kami. Aku tak sanggup memperlihatkan padanya rupa bayi perempuan itu meski aku tau Marissa telah siap menerima kenyataan. Aku ingin memintamu membawa bayi itu ke hutan dan meninggalkannya di sana. Aku tak ingin membunuhnya, tapi aku juga tak sanggup jika harus melihatnya setiap hari. Dia terlalu aneh untuk tinggal bersama kita di sini" tutur Evnerr dengan sorot mata yang terlihat lebih waras.
Rahel berpikir mungkin hal yang baru disampaikan Evnerr adalah hasil pemikirannya selama beberapa hari mengurung diri di ruang kerjanya.
"Baik Tuan, aku akan segera membawa bayi itu ke hutan" tukas Rahel.
Wanita itu merasa hal yang baru saja dikatakan Evnerr sangat masuk akal. Dia juga merasa lega karena tak harus menyediakan susu berliter-liter lagi setiap harinya.
Bayi berusia 5 hari itu kini tampak seperti bayi berusia 6 bulan. Tubuhnya dengan sangat cepat berkembang karena memang bayi itu selalu kelaparan.
Rahel mematikan kompornya dan mulai menyendok bubur ke dalam sebuah mangkuk putih terbuat dari keramik.
"Marissa belum mau makan?" tanya Evnerr.
"Belum Tuan, Nyonya baru meneguk setengah gelas susu kambing setelah aku memaksanya mati-matian. Aku akan memberikan bubur ini kepada Nyonya lebih dulu," sahut Rahel.
"Biar aku yang memberikannya. Kau pergilah ambil bayi itu dan bawa dia ke hutan sesegera mungkin" pinta Evnerr.
Rahel tampak berpikir sejenak, kemudian wanita itu mengambil sebuah sendok dan meletakkannya di sebelah mangkok bubur yang telah berada di atas nampan.
Rahel berjalan melewati Evnerr hendak menuju kamarnya untuk mengambil bayi.
"Aku mendengar semuanya!!" teriak Teo keluar dari lorong yang menghubungkan dapur dan kamar pelayan.
Rahel dan Evnerr serentak melihat ke arah Teo yang berdiri sambil memeluk satu bungkusan dalam dekapannya.
"Apa yang kau dengar sayang?" tanya Rahel pada putranya.
"Ibu, aku mendengar semua yang dikatakan Tuan Evnerr pada Ibu. Pria ini telah membunuh temannya dan sekarang dia meminta Ibu untuk menyingkirkan bayinya sendiri. Aku tak bisa diam lebih lama lagi" Raung Teo.
"Tak masalah Nak, kita akan membereskannya. Tidak ada orang di luar kastil yang akan mengetahui hal ini jika kita bisa menjaga mulut kita. Semuanya akan baik-baik saja. Berikan bayi yang berada dalam dekapanmu itu." Balas Rahel.
Tangan Rahel terbuka ke arah Teo berharap putranya akan mengulurkan bungkusan itu kepadanya.
"Tidak. Aku tidak mau memberikannya. Ibu akan membuangnya ke hutan. Aku tidak bisa membiarkannya. Setiap malam saat kalian semua tertidur aku memberinya daging. Dia kelaparan Bu, siapa yang akan memberinya makan jika Ibu meninggalkannya di hutan?" Teo berteriak nyaris tak terkendali.
Rahel menatap ngeri ke arah anaknya. Evnerr berdiri mematung di antara Ibu dan anak yang bekerja untuknya itu.
"Dia akan baik-baik saja. Kau tak perlu memikirkan hal itu Nak." Potong Rahel sambil menatap tajam ke arah Evnerr.
"Aku yang akan membawanya Bu, aku yang akan membawanya ke hutan. Aku tidak percaya kepada kalian." Rintih Teo nyaris menangis sambil melihat bayi dalam dekapannya dengan tatapan penuh sayang.
Rahel mendelik tak percaya dengan hal yang baru saja dikatakan putranya.
"Berikan bayi itu pada Ibumu" Perintah Evnerr.
"Tidak"
"Kau belum mengerti apa-apa soal hidup ini. Jangan sok memberi khotbah kepada orang tuamu."
"Aku pergi sekarang Tuan. Ibu tetaplah di sini." Teo berjalan mundur perlahan sambil mendekati pintu ke luar yang mengarah ke kebun bagian timur tempat Lolo di tembak mati.
"Jangan Nak," sergah Rahel.
"Aku pergi sekarang," bisik Teo. Pemuda 15 tahun itu mundur beberapa langkah kemudian berbalik dan lari meninggalkan dapur menuju kebun timur dengan bayi monster itu dalam dekapannya.
"Te...." Rahel tercekat.
Selama ini Rahel sama sekali tak menyadari jika Teo mengetahui soal keberadaan bayi aneh itu di kamarnya.
Teo yang pendiam, baik hati dan penurut hari ini telah menolak perintahnya. Rahel meraaa hancur sekali melihat tubuh Teo yang dengan cepat menghilang di balik pepohonan.
Teo membawa bayi aneh itu masuk ke dalam hutan tanpa membawa bekal apa pun. Rahel berharap, Teo bisa kembali secepatnya. Teo pasti hanya merasa iba sesaat kepada bayi tak berdosa yang akan dibuang ayahnya.
Teo pasti kembali pulang. Setidaknya itulah harapan Rahel sebagai Ibunya yang telah melahirkan anak laki-laki sulung kebanggaan dan tempat keluarganya bergantung.
...***...
...Kalau suka langsung klik favorit ...
...Mohon dukungan atas karyaku dengan like, comment atau vote...