NovelToon NovelToon
Bukan Kamu, Bukan Dia

Bukan Kamu, Bukan Dia

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: Oksy_K

Luka Vania belum tuntas dari cinta pertama yang tak terbalas, lalu datang Rayhan—sang primadona kampus, dengan pernyataan yang mengejutkan dan dengan sadar memberi kehangatan yang dulu sempat dia rasakan. Namun, semua itu penuh kepalsuan. Untuk kedua kalinya, Vania mendapatkan lara di atas luka yang masih bernanah.

Apakah lukanya akan sembuh atau justru mati rasa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Oksy_K, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Antara Jalu dan Rayhan

Sore itu, bel rumahnya tak henti berbunyi, diiringi datangnya berbagai pesanan makanan. Dari makanan berat hingga camilan ringan, tersusun rapi di atas meja makan. Tentu saja sebagian besarnya adalah makanan manis—kesukaan Vania.

“Lo yakin bisa ngehabisin ini semua?” tanya Okta sambil melipat tangannya di dada, menatap heran Vania yang masih sibuk mengeluarkan makanan dari kantong plastik.

“Ini kan, dimakan berdua sama lo, emang lo gak mau?” balas Vania, dengan wajah polos.

“Tetep aja ini kebanyakan Vania, lo mau mukbang apa gimana?” ledek Okta.

Senyum Vania melebar, “Gue gugup banget besok mau ketemu Kak Jalu. Lo kan tau kalo gue gugup perlu asupan manis. Jadi hari ini adalah waktunya mengisi amunisi,” jawabnya, setengah beralasan, setengahnya bercanda.

Vania mengambil donat dari dusnya, dan memakannya habis dengan dua kali gigit. Senyum puasnya terbentuk dengan dua pipi yang mengembung penuh, matanya terpejam menikmati setiap kunyahan. Okta yang melihatnya hanya tersenyum geli—pemandangan yang terlalu biasa baginya.

“Makan dulu ini ayam lo, baru makan donat.” Ujar Okta, sambil menyodorkan ayam goreng berbalut tepung.

Vania nyengir tanpa dosa dan meraih potongan ayam itu. Mereka terus makan dengan sesekali mengobrol ringan. Hingga tiba-tiba ponsel Vania berbunyi, layar menyala, menampilkan sebuah pesan dari Rayhan. seketika matanya berbinar, seolah sudah lama menantikan pesan itu.

“Siapa?” tanya Okta cepat, menangkap perubahan wajah sahabatnya yang mendadak antusias.

“Oh, ini ... Biasa, tetangga.” jawab Vania, refleks menggaruk kepalanya yang jelas-jelas tidak terasa gatal.

Sebelah alis Okta terangkat curiga, “Tetangga siapa? Rayhan?” tebaknya.

Vania mengangguk pelan, “Iya, cuma spam chat kayak biasanya.”

“Biasanya? Jadi tiap hari dia chat lo?”

“Iya, semacam itu.”

“Chat apaan?”

“Iya gitu chat basa-basi doang sama kirim rekaman dia nyanyi. Tapi gue gak pernah bales.” Kata Vania dengan terburu-buru.

Mendengar itu, Okta justru tergelak, tawanya pecah membuat Vania terheran, “Apaan sih? Lo gila?”

“Jadi, lo dinyanyiin tiap hari? Effort juga ya si Rayhan, harusnya lo kasih sedikit apresiasi biar dia seneng tuh.” Kata Okta masih setengah terkekeh.

“Kenapa harus? Gue kan gak pernah minta dan gak nyuruh juga. Itu kemauannya sendiri.”

“Iya sih, tapi lo nungguin terus kan chat darinya?” ujar Okta, matanya menatap penuh selidik.

“E-enggak lah, gue malah terganggu,” elak Vania, nada suaranya meninggi setengah panik.

“Yakin?” Okta mengangkat alisnya lagi, kali ini senyumnya licik.

Vania beranjak dari duduknya, dengan cepat ia menjawab tanpa berani menatap Okta. “Iya, lah,” jawabnya singkat. Ia membuka pintu kulkas, kepalanya masuk lebih dalam seolah mencari sesuatu di bagian dalam. Walau sebenarnya, ia hanya ingin mendinginkan pipinya yang tiba-tiba memanas.

“Lo sebenernya kenapa, sih, Van? Lo bilang terganggu tapi tiap malem diem-diem pasang earphone, dengerin rekaman itu sampai lo hapal nada terakhirnya. Jangan sampai Okta tau!” pikirnya dalam hati. Ia sendiri pun bingung, tiap melihat Rayhan ia merasa sebal namun di sudut hatinya selalu menunggu pesan darinya.

Okta menyandarkan punggungnya di kursi, menatap Vania sambil menyunggingkan senyum penuh arti.

“Lo tau gak, Van ... cara lo menyangkal tuh lebih ribet daripada ngaku. Nih, orang lain juga bisa lihat jelas kok, kalo lo seneng tiap kali Rayhan ngechat. Lo pikir ekspresi lo bisa disembunyiin?”

Vania membalikkan badan, sambil menuangkan air dingin di gelasnya, ia mendengus pelan. “Apaan sih, sok tau lo.”

“Terus kenapa wajah lo merah kek tomat?” tunjuk Okta dengan tatapan menggoda.

Refleks, Vania menutup pipinya dengan kedua tangannya. “Ini karena kepanasan!”

“Di ruang ber-AC?” Okta mengangkat bahu pura-pura bingung, lalu terkekeh pelan. Melihat tingkah konyol Vania yang melarikan diri dengan membawa satu dus donat ke depan tv, tanpa mau menjawab pertanyaannya.

“Van! Mau kemana? Ini AC yang rusak atau lo yang rusak?” ledeknya dan menyusul sahabatnya yang mendadak tuli.

Malamnya, Vania melirik Okta yang sudah tertidur pulas. Perlahan ia menyibakkan selimutnya, mengambil earphone dan ponselnya, lalu melangkah hati-hati menuju balkon. Pandangannya sempat tertuju pada balkon Rayhan yang gelap—memastikan tidak ada orang lain di sana.

“Aman,” gumamnya, sambil memasang earphone ke telinga.

Suara merdu Rayhan mengalun, berpadu petikan gitar akustik. Kali ini ia membawakan lagu Say you won’t let go dari James Arthur.

Tanpa sadar, senyum terbit di wajah Vania. Ia memejamkan mata, larut dalam semilir angin malam dan lantunan suara Rayhan. Entah sejak kapan, setiap bait yang lelaki itu nyanyikan membuatnya merasa candu. Ia tahu, semua ini hanya bentuk rayuan Rayhan—sebuah godaan yang ke sekian kalinya. Meski hatinya masih menolak untuk menerima, tapi ia menikmati setiap nyanyian yang di tunjukkan untuknya.

Setelah tiga kali ia memutar ulang, akhirnya vania memutuskan kembali ke dalam kamar. Ia tak menyadari, di seberang sana dalam pekatnya kegelapan, Rayhan duduk diam mengamati dirinya sejak awal, dengan senyum puas yang tak pernah lepas dari wajahnya.

Keesokan harinya, sesuai janji, Vania datang ke kampus Jalu dengan mengenakan dress simpel berwarna biru muda berbalut *cardigan* krem, dan *sneakers* putih. Rambutnya tergerai rapi dengan sedikit gelombang, memberi kesan kasual namun tetap feminim.

Matanya menyapu setiap mahasiswa yang lalu-lalang, mencari keberadaan Jalu, hingga senyum yang ia rindukan terlihat melambai dari kejauhan.

“Vania! Akhirnya lo dateng juga. Ayo, kita langsung ke sana, acaranya bentar lagi mulai,” seru Jalu sambil meraih tangan Vania. Ia pun menuruti, mengikuti Jalu dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.

Mereka pun menikmati acara, Jalu juga mengajaknya berkeliling melihat kampus. Meski kakinya mulai letih, Vania tetap merasa senang bisa kembali berduaan dengan Jalu setelah sekian lama.

Sampai akhirnya mereka duduk di sebuah bangku taman yang dikelilingi hijau pepohonan. Suasana yang sangat mendukung untuknya mulai mengungkap perasaan yang sudah ia pendam sejak lama.

Vania menunduk, tak benar-benar mendengarkan Jalu yang tengah bercerita tentang setiap sudut taman. Tangannya meremas dress, sementara jantungnya berdegup kencang, beradu dengan napas yang kian tak beraturan. Ia ingin segera mengungkapkan perasaannya, namun suaranya tertahan di tenggorokan. Entah apa yang membuatnya terus menunda. Mungkinkah ia terlalu gugup? Atau justru ia meragu?

Jalu menoleh ke arah Vania. “Van ... lo percaya enggak kalo cinta yang gagal punya kesempatan untuk diperbaiki, walau sekali?” suaranya terdengar ragu.

Vania mengangkat wajahnya. “Bukannya itu tergantung dari diri kita? mau memperbaikinya atau membiarkannya retak?” balasnya, sambil melirik Jalu yang masih menatapnya lekat.

“Kalau lo punya kesempatan itu, lo mau pakai?” desak Jalu, menanti jawaban.

Vania kembali mengalihkan pandangannya, tak paham dengan arah percakapan Jalu. Apakah yang ia maksud dirinya? Apakah Jalu sudah mengetahui perasaannya? Vania menghela napas pelan, menatap langit yang siang itu tampak begitu cerah.

“Iya, gue akan memperbaiki ... jika itu membuat hati gue gak terluka lagi.” Ucap Vania, sambil melempar senyum manis ke arah Jalu.

Tanpa ragu, Jalu merengkuhnya dalam pelukan, dengan senyum yang mengembang.

“Makasih, Van, lo udah ngeyakinin gue. Sekarang gue akan jujur walaupun itu sulit.”

Vania membeku, matanya membelalak dan jantungnya berdebar tak karuan. Pikirannya kacau, ia tak tahu harus menanggapi bagaimana. Kenapa rasanya kalimat itu berarti banyak hal?

Jalu melepas pelukannya, matanya berbinar seolah baru mendapat ilham. “Gue ... gue mau balikan sama Agnes.”

“Hah?” Vania mengernyit, pernyataan yang sama sekali di luar dugaannya.

“Iya. Makasih ya lo udah dengeriin curhatan gue. Seminggu ini, Agnes udah berusaha banget memperbaiki hubungan kita. Dia bilang nyesel dan pengen balik lagi. Walaupun awalnya sulit, seperti yang lo katakan tadi, kalo itu bisa menyembuhkan hati gue yang terluka, gue akan coba ... meski gue harus ngelewatin perihnya dulu.”

Vania hanya bisa tersenyum getir. Mendengar penjelasan Jalu yang terasa menyayat hati. Tanpa bisa ia tahan, matanya menggenang hingga bulir bening jatuh membasahi pipinya.

“Kok lo nangis?” panik Jalu, ia benar-benar bingung kenapa Vania tiba-tiba menangis, bukankah harusnya ia ikut senang?

“Nggak papa... gue hanya terharu. Ternyata ... gue bisa bantu hubungan kak jalu.” Jawab Vania, senyum getirnya berusaha menutup luka.

Jalu mengusap pipi Vania dengan lembut, sentuhan itu justru semakin membuat dadanya terasa remuk. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan isak yang hampir pecah.

“Gue beliin minum dulu biar lo tenang. Tunggu di sini, ya.” Jalu pun beranjak pergi, meninggalkan Vania yang menatap nanar punggungnya.

Belum sempat menghapus air mata, sebuah suara dalam yang begitu familiar terdengar di belakangnya. Vania menoleh, dan di sana berdiri Rayhan, dengan rahang yang menegas, tatapannya tajam penuh amarah yang tertahan.

Tanpa berkata banyak, Rayhan meraih tangannya, dan menariknya pergi dari bangku taman itu.

1
Royati II
iya bang iya
Royati II
apa sih nih org ganggu mulu/Panic/
Oksy_K: Cassie: Aku kn calon pacarnya kak Ray/CoolGuy/
total 1 replies
Royati II
jangan galak-galak om
Royati II
ayo van, jangan lari di tempat Mulu, kejar balik
Oksy_K: /Determined//Determined//Determined//Determined/
total 1 replies
Royati II
lah malah tanya 😂
Oksy_K: emang gtu, denial mulu
total 1 replies
Oksy_K
/Heart//Heart//Heart/
Via Aeviii
Hai aku mampir kk ...🤗
Bagus k, saya suka yg temanya sekolahan gini. jadi kangen masa” skolah 😄
Oksy_K: ayo nostalgia bersama~~
total 1 replies
Jemiiima__
masa kalah sma bocil, ga dongg
Oksy_K: harus dilawan/Determined/
total 1 replies
Jemiiima__
cakep bgt kan ray /Facepalm/
Oksy_K: beutipuuuuullllll
total 1 replies
Jemiiima__
gada yg ga pantes semuanya perlu waktu, cuma waktumu dipercepat saja 😅
Jemiiima__
anjay dibahas wkwkw
Oksy_K
/Panic//Panic/
Oksy_K
padahal udh mau lupa/Grievance/
Oksy_K
/Applaud//Applaud//Applaud/
Jemiiima__
diateh bukannya msh bocil gak sih /Facepalm/
Jemiiima__
pake diingetin lg wkkw
Jemiiima__
oo tidak bisa, disaat seperti hari bergerak lebih cepat dr otak wkwkkw
Jemiiima__
yah gajadiii udh nunggu tdnya eh hahaha
Oksy_K: eaaakkk kena prank wkwk
total 1 replies
Royati II
inget ya, jangan berdua nanti ketiganya setan. nah, si Ali ini setannya/Curse//Curse/
Oksy_K: wkwk iya juga
total 1 replies
Jemiiima__
BOLEH BOLEH SOK LAH!
aww gemes ih
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!