"Turuti atau aku tembak!" Suara lembut namun menusuk yang terucap dari bibir seorang wanita cantik dan anggun.
Sebuah kisah pasangan unik, dimana Dimas yang pecicilan mendapatkan jodoh Anita, seorang mantan mafia yang super galak dan selalu mengancam dengan senjata api.
Sanggupkah Mr.Pecicilan menjinakkan Monster Betina?
Ada rahasia apa dibalik kisah hidup Dimas dan Anita?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang
Setelah dirawat selama dua minggu di rumah sakit, akhirnya hari itu Dimas diizinkan pulang oleh Dokter. Dengan wajah berbinar, Anita merapikan pakaian sang suami dari dalam koper dan memasukkan ke keranjang cucian. sementara Dimas mengikuti kemana pun langkah kaki Anita yang terlihat sangat sibuk itu. Setelah semua pekerjaannya beres, Anita mendekat pada Dimas dan duduk di bibir tempat tidur.
"Apa ini masih sakit?" tanya Anita seraya menyentuh belakang leher suaminya yang telah dilepas penyangganya.
"Tidak begitu sakit lagi. Aku sudah merasa lebih baik sekarang."
Sayang... batin Dimas. Laki-laki itu menertawakan dirinya dalam hati yang belum berani memanggil sayang pada istrinya itu, sehingga kata sayang diucapkan dalam hati.
"Syukurlah. Kalau begitu istirahatlah dulu." Anita membetulkan posisi beberapa bantal di tempat tidur, lalu membantu Dimas berbaring. "Apa begini sudah nyaman?"
"Bantalnya satu saja." Anita kemudian membantu melepas satu bantal yang menyangga kepala Dimas, membuat wajah mereka berada dalam jarak yang terlalu dekat. Dimas bahkan begitu menikmati aroma rambut sang istri yang baginya sangat wangi.
"Sekarang, bagaimana? Apa sudah nyaman?" tanya Anita dengan melempar senyumnya.
"Sudah, terima kasih,"
Sayang! Lagi-lagi sayang diucapkan dalam hati.
"Apa kau masih butuh sesuatu yang lain?"
"Aku hanya butuh selalu dekat denganmu," jawab Dimas tanpa sadar, membuat wajah Anita merona. Dimas yang baru sadar akan ucapan gombalnya langsung membekap mulutnya. "Hehe... maksudku, aku tidak butuh apa-apa lagi, terima kasih,"
Sayangku! batin Dimas. Sepertinya sangat menyedihkan hanya berani memanggil sayang dalam hati.
"Baiklah, aku mau ke dapur dulu. Mau membantu ibu menyiapkan makan siang."
Anita bergegas keluar kamar dan menutup pintu. Sejenak, gadis itu menyandarkan punggungnya di dinding. Mengatur napasnya yang terasa memburu.
Kenapa perasaanku jadi aneh begini? Aku kan sudah biasa dekat dengannya selama di eumah sakit. Tapi kenapa sekarang jadi lain begini? batin Anita.
Setelah dirasa, semuanya normal, detak jantung berikut napasnya, Anita segera menuruni tangga, lalu menuju dapur dimana ibu mertua dan Bibi Rina sedang memasak.
"Kenapa kau turun? Kau temani suamimu saja di kamar," ucap ibu saat melihat menantunya itu datang.
"Dia sedang istirahat, Bu. Jadi aku bisa membantu Ibu di sini." Anita mengambil beberapa sayuran dan memotongnya.
"Tapi kau juga butuh istirahat. Selama Dimas di rumah sakit kau yang menjaganya. Kau pasti sangat lelah. Istirahatlah!"
"Tidak apa-apa, Bu. Aku tidak lelah. Lagi pula selama di rumah sakit, aku tidak melakukan apapun selain menemaninya." Anita dengan cekatan sudah mulai bisa memasak dengan benar.
Di dalam kamar, Dimas membolak-balikkan tubuhnya di atas tempat tidur. Rasanya sangat bosan tidak melakukan apapun selama dua minggu ini. Hanya berbaring dan berbaring. Dengan sangat hati-hati sambil menahan rasa sakit, Dimas bangkit dari posisi berbaringnya. Laki-laki itu duduk di bibir tempat tidur, lalu membuka satu persatu laci meja nakas. Hendak memeriksa foto atau mungkin benda yang berhubungan dengan Mia yang mungkin saja tertinggak di sana. Sehingga laki-laki itu dapat segera membuangnya.
"Sepertinya hanya tinggal surat itu yang tertinggal di sini. Fotonya sudah aku bakar semua, kan?" gumam Dimas.
Dan, saat membuka laci meja tengah, Dimas menemukan selembar kertas putih yang tersimpan di dalam laci. "Apa ini?" Dimas membuka kertas yang terlipat itu, lalu seketika membulatkan matanya. Surat kaleng yang dikirim Kenzo untuk Anita yang sangat jelas merupakan sebuah ancaman.
Nama Dimas tertera di atas kertas itu dengan tulisan menggunakan darah sebagai tinta. "Apa Kenzo yang melakukan ini?" gumam Dimas.
Apa jangan-jangan Dia juga memberi Anita ancaman. Tapi kenapa Anita tidak mengatakan apa-apa tentang kertas ini. batin Dimas.
Dimas merem*s kertas putih itu dengan geramnya. Lalu menyimpannya di bawah bantal.
"Berani sekali dia mengancam istriku seperti ini," gumamnya.
Tidak lama kemudian, Anita masuk ke dalam kamar dan menemukan Dimas duduk di pinggiran tempat tidur. "Kau sudah bangun," tanyanya.
"Aku tidak bisa tidur. Makanya aku bangun dan duduk di sini."
Anita membawa nampan berisi menu makan siang untuk sang suami, lalu meletakkannya di meja nakas. Dimas terus memandangi Anita yang sejak tadi begitu telaten merawatnya.
"Apa kau tidak lelah? Selama dua minggu di rumah sakit, kau sudah merawatku. Sekarang di rumah kau juga melakukan hal yang sama. Bukankah kau seharusnya istirahat?" tanya Dimas. Anita tersenyum tipis, membuat Dimas seakan meleleh.
Sayang... Senyummu itu seperti madu yang diberi madu. Sangat manis! Ya ampun, aku pasti sudah gila. Aku seperti lupa semengerikan apa monster betina ini dulunya. batin Dimas.
"Aku senang melakukannya," jawab Anita malu-malu, kemudian mengambil piring dan mulai menyuapi sang suami makan. Dimas membuka mulutnya lebar-lebar saat suapan pertama mendarat mulus di mulutnya.
Ternyata begini rasanya punya istri. batin Dimas.
"Kau tidak makan?" tanya Dimas menatap Anita yang terus menyuapinya.
"Aku akan makan nanti."
"Kenapa nanti? Ayo makan!" Dimas mengambil sendok dari tangan Anita kemudian menyuapkan makanan ke mulut sang istri. Anita membeku mendapat perlakuan itu. Matanya kembali berkaca-kaca.
Ternyata begini rasanya punya suami. Sebahagia inikah? Dimasku sangat berbeda dengan laki-laki jahat itu yang hanya tahu cara memukuliku. batin Anita.
Dimas memperhatikan wajah Anita yang memerah, dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Kenapa wajahmu kelihatan sedih?" Dimas mengusap kepala Anita dengan sayang, lalu menghapus setitik air mata yang jatuh begitu saja.
"Tidak apa-apa," jawabnya dengan senyum mengembang.
****
"Anita, kertas apa ini?" tanya Dimas dengan menunjukkan sebuah kertas yang merupakan surat kaleng yang diterima Anita setelah Dimas kecelakaan. Anita terdiam menatap kertas itu lalu menundukkan kepalanya. Tidak berani menatap wajah sang suami. "Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku, kalau laki-laki itu mengirimkan padamu ancaman seperti ini? Apa dia pernah mengancammu dengan cara lain?" tanya Dimas.
Anita hanya menggeleng. Gadis itu bahkan tidak sanggup mengatakan pada suaminya itu tentang ancaman macam apa yang diberikan Kenzo padanya. Dirinya sudah mengetahui rahasia besar sang suami, yang ternyata merupakan pelaku penculikan Elsa, adik Zian. Dan hal itu digunakan Kenzo untuk mengancam Anita untuk membongkar rahasia itu pada Zian.
"Kau yakin, dia tidak mengancammu yang lain?" tanya Dimas dan Anita kembali menggeleng.
Bagaimana jika Maliq tahu kau adalah orang yang dia cari selama ini. Apa dia akan membunuhmu? Tidak! Aku tidak akan membiarkan Maliq mengetahuinya. Akan kusimpan rahasia ini sampai mati. batin Anita.
Anita tahu betul, bagaimana bencinya Zian pada pelaku penculikan dan pembunuhan adiknya itu. Bahkan Zian sampai harus masuk ke dalam sindikat mafia berbahaya hanya untuk menemukan orang itu. Seketika, Anita teringat ucapan Zian yang pernah berkata padanya akan menjadi seorang pembunuh jika menemukan pembunuh Elsa yang sebenarnya.
"Anita!" panggil Dimas ketika menyadari sang istri sedang melamun. "Apa yang kau pikirkan?"
"Aku tidak apa-apa," ucapnya dengan nada getir.
Akan aku lakukan apapun untuk melindungimu. Walaupun aku harus mengorbankan diriku. Tidak akan kubiarkan Maliq mengetahui rahasia itu. batin Anita.
***
BERSAMBUNG
malah ketakutan sekarang 🤣
gk bisa ap y di runding baik2..slg jujur..slg terbuka