Istri Pengganti

"Bagaimana mungkin aku meninggalkanmu demi wanita yang pernah meninggalkanku. Lupakan perjanjian satu tahun itu, mulai sekarang jangan pernah berpikir aku akan meninggalkanmu." kalimat itu berhasil membuat air mata Anna lolos. Isak tangis yang dia tahan sejak tadi akhirnya pecah. Sejak percintaan panas mereka timbul di hatinya rasa takut ditinggalkan oleh Leon. Dan perasaan itu membuncah setelah melihat ketulusan dan kata manis suaminya itu. Keraguan yang dia miliki untuk Leon seketika sirna. Ia mulai mempercayai suaminya mulai sekarang.

Leon menariknya ke dalam pelukannya seraya menghujani kecupan di puncak kepalanya. "Aku sudah bicara dengan Laura dan menegaskan hubungan kami sudah berakhir. Untuk ke depannya jangan pernah berpikiran buruk lagi."

Anna menarik dirinya dari pelukan suaminya, matanya penuh pertanyaan. Leon belum pernah menceritakan bagaimana pertemuannya dengan mantan kekasihnya itu. "Apakah Kak Laura menerimanya begitu saja?" Anna tidak percaya Laura melepaskan Leon.

Leon mengangguk, "Dia berubah, tidak seperti dulu lagi. Dan meski dia memaksa kembali padaku, aku tidak akan membiarkannya."

Tentu ia mengenal saudaranya itu dengan baik. Laura sangat mencintai Leon. Ia tahu hal itu. Tapi apakah secepat itu Laura melupakan pria ini?

"Aku memang tidak percaya dia berubah begitu cepat, tapi lebih baik jangan bertemu dengannya." tangannya meraba punggung istrinya yang dipenuhi bekas luka hasil kekejaman ibu dan saudaranya. "Aku tidak ingin dia menyakitimu."

Anna mengangguk, tentu dia tidak akan mau bertemu dengan saudara yang selalu menyiksanya.

Rasanya masih seperti mimpi bagi Anna. Kini hubungannya dengan Leon semakin intim. Ia tidak pernah membayangkan sebelumnya. Pertama kali bertemu suaminya, Leon bahkan tidak pernah memandangnya. Pria itu selalu melayangkan tatapan tajam setiap dia membuat Laura marah. Namun sekarang yang terjadi, dia malah berakhir di ranjang yang panas dan bermesraan dengan lelaki itu.

Anna membersihkan tubuhnya yang lelah setelah ia dan suaminya mengulangi percintaan mereka tadi malam. Untuk dirinya yang belum berpengalaman, Anna begitu kewalahan menghadapi Leon yang terlalu menggebu-gebu. Pria itu seolah tiada lelahnya menggerayangi tubuhnya. Setelah mandi dia keluar dan melihat Leon sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Leon lebih dulu mandi karena harus pergi ke kantor.

Sebenarnya Leon begitu malas pergi ke kantor, dia hanya ingin di rumah bermesraan dengan istrinya. Jujur saja dia belum puas dan tidak akan pernah puas menjamah tubuh wanita itu. Tubuh Anna layaknya heroin yang terus membuatnya candu.

"Istirahat dengan baik di rumah, besok saja lanjutkan kegiatanmu." pria itu tahu istrinya kelelahan karena ulahnya. Namun dia senang melihatnya.

"Tapi nanti siang aku dan Bibi akan pergi keluar membeli beberapa barang." Anna akan membeli perlengkapan make up dan kebutuhannya yang sudah hampir habis.

"Kenapa repot-repot, beli saja dari rumah atau suruh pelayan saja."

Anna menggeleng, "Tidak, aku ingin membelinya sendiri agar bisa memilih dan melihatnya langsung dan juga aku akan sudah janjian dengan Alana." sejak menginap di apartemennya, Anna menjadi lebih akrab dengan Alana. Dibalik wajahnya yang judes ternyata Alana adalah sosok gadis yang ramah dan menyenangkan.

Mau tidak mau Leon menuruti istrinya itu. Apalagi mendengar nama Alana, hatinya menjadi tenang "Baiklah, kalau begitu hati-hati nanti. Jangan lupa mengabariku." Leon mengecup kening istrinya sebelum pergi ke kantor.

***

Seperti rencananya, Anna pergi bersama Alana. Wanita yang lebih tua darinya itu menjemputnya di kediaman Winston menggunakan mobilnya.

"Sepertinya kau dan Leon melewati malam yang panas tadi malam." Alana tertawa kecil setelah melihat bercak merah kebiruan di leher Anna yang mengintip dari balik kerah kemejanya.

Anna heran, bagaimana Alan tahu? Benaknya. "Apa maksudmu Al?" meski begitu dia pura-pura bingung.

"Ini apa?" Alana tertawa setelah menunjuk leher Anna. Anna yang tidak bisa melihat lehernya mengambil kaca bedaknya sehingga dia bisa melihat bercak itu. Wajah Anna seketika merah membuat tawa Alana semakin nyaring.

"Leon ternyata sangat ganas ya. Bagaimana rasanya, aku sangat penasaran." tanya Alana disertai tawa jenaka.

Wajah Anna semakin merah, "Al..." serunya, karena tidak tahan menahan malu.

"Ayolah Anna, aku penasaran." tanya wanita yang belum menikah itu. Meski hidup di negara yang bebas, Alana juga gadis yang memegang prinsip yang sama seperti Anna. Apalagi perasaannya yang besar kepada David, Alana hanya ingin melakukan hal itu bersama cinta pertamanya itu.

"Sangat sakit." cicit Anna membuat mata Alana membelalak.

"Apa? Itu artinya ini adalah pengalaman pertamamu dan tadi malam adalah kali pertama kalian berhubungan?" Alana hampir goyah saat mengemudikan mobilnya.

Anna mengangguk malu. "Wah, bajingan itu sangat beruntung. Awas saja kalau nanti dia menyakitimu, aku akan mengulitinya hidup-hidup."

***

"Bagaimana hubunganmu dengan Kak David? Apakah ada kemajuan?" Anna bertanya dengn hati-hati. Kini kedua wanita cantik itu sudah ada di toko kosmetik dan skincare di sebuah mall.

Alana mengangkat bahunya acuh, tetapi hatinya teriris mengingat sikap David padanya beberapa hari yang lalu. " Entahlah Anna, aku menyerah. Dia sudah punya pacar baru." jawab Alana.

"Apa?"

"Hem... Setelah Leon memberinya ultimatum, David mencari perempuan lain agar bisa melupakanmu." Alana kesal karena harus mengingat David lagi.

"Alana, apakah kau sudah pernah mengutarakan perasaanmu padanya?" tanya Anna.

"Dulu pernah sebelum aku pergi ke Paris, tadi David menolakku dan menganggap cintaku hanya perasaan sayang karena dia sudah menjagaku menggantikan saudara kembarku. Dan sampai sekarang dia masih tidak memandangku sebagai wanita. Mungkin dulu aku seperti anak-anak, tapi sekarang aku sudah berubah. Tubuhku sangat montok dan seksi seperti wanita dewasa, tapi dia tidak pernah menatapku."

Anna tidak habis pikir mendengar kalimat terakhir wanita itu.

"Jangan sedih, mungkin belum waktunya Kak David sadar. Atau kau butuh bantuanku agar Kak David menyukaimu?" tawar Anna.

"Membantu apaan? Lebih baik urus dulu pernikahanmu. Laura masih berkeliaran di luar sana untuk mengganggu rumah tanggamu." ucap Alana membuat Anna diam dan kesal.

Ketika keduanya selesai belanja, mereka berencana pergi ke restoran. Dari sekian banyaknya orang di mall itu, mereka harus bertemu dengan orang yang sangat tidak ingin ditemui. Ketika mereka hendak menuju restoran, mereka melihat Laura sedang mendorong baby stroller bersama seorang wanita yang mereka yakini adalah pengasuhnya.

"Anna..." wanita itu menyapa Anna dengan senyuman lembut yang malah membuatnya merinding. Laura tidak pernah bicara seramah ini kepadanya.

Anna tidak menjawab sebab tak mampu berkutik di depan saudara yang dulu selalu menyiksanya. "Laura, kau sudah kembali?" Alana yang mengerti situasi menggantikan Anna bicara.

"Benar Alana, kau juga sudah kembali dari Paris rupanya, lama tidak bertemu." meski Alana adalah sahabat Leon, dulu Laura tidak menyukainya karena Leon terlalu peduli padanya.

"Bayi ini bayi siapa?" Alana melirik bayi yang tengah tertidur pulas di sana begitu juga dengan Anna yang mewanti-wanti Laura.

"Tentu bayiku Al, apa maksudmu? Anna, kau tidak ingin menggendong keponakanmu?"