NovelToon NovelToon
Masuk Ke Dunia Kultivasi Lebih Dahulu Dari Teman Sekelasku

Masuk Ke Dunia Kultivasi Lebih Dahulu Dari Teman Sekelasku

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Transmigrasi / Fantasi Isekai / Time Travel / Sistem / Iblis
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: EGGY ARIYA WINANDA

Lu Changzu dan teman temannya terlempar ke dimensi lain, Namun Tanpa Lu Changzu sadari ia masuk ke dunia tersebut lebih awal dari teman teman sekelasnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EGGY ARIYA WINANDA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Masuk Pertama kali Ke Tianyun

Udara di dalam ruang kelas itu terasa membosankan, campuran dari aroma kapur tulis dan keringat yang tertahan oleh pendingin ruangan kelas yang selalu berdengung pelan, beberapa siswa masih melihat jam berharap jam berlalu lebih cepat.

"Apa tidak ada pelajaran yang lebih sulit, Pelajaran ini terlalu mudah untukku."

"Andai aku bisa pulang lebih awal, Percobaan rahasia mutasi biologi, harus selesai hari ini, agar aku tidak penasaran!!" Gumam , Lu Changzu duduk di barisan ketiga dari belakang, posisi strategis yang ia pilih dengan cermat. Tidak terlalu depan untuk menjadi pusat perhatian guru, tidak terlalu belakang untuk dicap sebagai pembuat onar. Ia memutar pena di antara jari-jarinya—sebuah kebiasaan bosan yang tidak pernah ia akui.

Secara fisik, Lu Changzu tidaklah mencolok, namun juga tidak bisa dibilang jelek. Ia memiliki tinggi badan tepat 170 sentimeter, postur tubuh yang tidak terlalu atletis namun proporsional. Wajahnya memiliki fitur yang "sedikit tampan"—jenis ketampanan yang tidak akan membuat orang menoleh dua kali di jalan raya, tetapi cukup menyenangkan untuk dipandang jika seseorang benar-benar memperhatikannya. Hidungnya mancung dengan sedikit lengkungan, dan matanya memiliki sorot tajam, tanda dari seseorang yang lebih suka mengamati daripada berbicara.

"Hukum ketiga Newton menyatakan..." suara guru fisika di depan kelas terdengar seperti dengungan lalat di telinga Lu Changzu.

Ia menatap ke luar jendela. Langit hari ini aneh. Warnanya bukan biru cerah, melainkan abu-abu yang berdenyut, seolah-olah ada sesuatu yang sakit di balik lapisan ozon.

"Changzu," bisik teman sebangkunya, seorang siswa berkacamata yang namanya bahkan Lu Changzu malas untuk mengingat. "Kau lihat langit itu? Kok rasanya mendung tapi panas, ya?"

"Entahlah!!, Fokuslah perhatikan kedepan sialan, aku tidak mau berbagi contekan untukmu dalam ujian." Jawab Lu Changzu . Matanya menyipit. Instingnya, yang biasanya tenang, tiba-tiba sedikit khawatir. Bulu kuduk di tengkuknya berdiri tegak. Bukan karena suhu, tapi karena tekanan udara yang mendadak berubah drastis. Telinganya berdenging, sebuah frekuensi tinggi yang menyakitkan menusuk gendang telinga.

Ada yang salah, batinnya. Sangat salah.

Tiba-tiba, suara guru di depan terhenti. Bukan karena dia berhenti bicara, tapi karena suara itu tertelan.

Kesunyian total melanda kelas. Tidak ada suara AC, tidak ada suara gesekan kursi, tidak ada napas. Dunia menjadi bisu selama tiga detik.

Lalu, langit di luar jendela retak.

Bukan seperti kaca pecah, melainkan seperti kain yang dirobek paksa oleh tangan raksasa tak terlihat. Dari retakan itu, cahaya ungu pekat memancar, bukan menyinari, tapi melahap cahaya matahari.

"Apa itu?!" teriak seseorang di barisan depan, memecah kebisuan dengan nada histeris.

Lantai kelas bergetar. Getaran itu tidak datang dari tanah, tapi dari udara itu sendiri. Lu Changzu mencengkeram pinggiran mejanya, buku-buku jarinya memutih. Ia melihat partikel-partikel debu di udara berhenti bergerak, lalu mulai berputar melawan arah jarum jam, membentuk pusaran-pusaran kecil yang menyala.

"Apa Ini , ibu tolong aku , aku sulit bernafas"

"Ya tuhan , apa yang sedang terjadi" teriak teman sekelas changzu.

"Haaaaa"

Dan disusul teriakan histeris beberapa orang.

[GELOMBANG TELEPORTASI TERDETEKSI]

Sebuah suara bergema, bukan di telinga, tapi langsung di dalam tengkorak kepala setiap orang. Suara itu dingin, mekanis, namun memiliki otoritas laksana dewa kuno.

"Lari!" teriak guru itu akhirnya, tapi terlambat.

Lantai di bawah kaki mereka berubah menjadi cair. Bukan meleleh karena panas, tapi struktur molekulnya menjadi tidak stabil. Lu Changzu merasakan sensasi jatuh yang memualkan. Ia melihat teman-temannya berteriak, tubuh mereka mulai memanjang dan terdistorsi seperti karet gelang yang ditarik maksimal.

Cahaya ungu itu menyapu ruangan. Saat cahaya itu menyentuh kulitnya, Lu Changzu tidak merasakan panas. Ia merasakan kekosongan. Rasanya seperti eksistensinya sedang dihapus baris demi baris.

"Sial..." desis Lu Changzu, suaranya tenggelam dalam gemuruh dimensi yang runtuh.

Ia melihat teman-teman sekelasnya tersedot ke dalam satu titik singularitas di tengah ruangan. Mereka berputar, menjerit, dan menghilang satu per satu. Lu Changzu mencoba menahan dirinya pada kaki meja yang sudah melengkung tidak wajar.

Namun, ada anomali.

Saat gelombang ungu itu menarik teman-temannya dalam satu kelompok besar, sebuah percikan hitam—seperti kilat negatif—menyambar Lu Changzu sendirian. Ia terlempar ke arah yang berbeda dari teman-temannya.

Ia melihat wajah-wajah teman sekelasnya yang ketakutan menjauh darinya dalam gerakan lambat. Mereka menuju satu lorong cahaya, sementara Lu Changzu ditarik paksa ke dalam celah sempit yang lebih gelap, lebih kacau, dan jauh lebih kuno.

Dunia menjadi gelap gulita. Kesadaran Lu Changzu padam.

Rasa sakit sangat luar biasa.

Itu adalah hal pertama yang menyambutnya saat pertama kali masuk kedalam kekosongan.

Rasa sakit itu tajam, menusuk setiap inci serat ototnya. Rasanya seolah-olah tubuhnya baru saja diperas melalui lubang jarum, lalu dipompa kembali ke bentuk semula secara paksa.

Lu Changzu terbatuk hebat, memuntahkan cairan empedu yang pahit. Ia mencoba menarik napas, dan paru-parunya langsung terbakar. Udara di tempat ini... berat , ia pun tidak sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian ia terbangun dari pingsannya.

Ia membuka matanya. Pandangannya kabur, berputar-putar. Ia berkedip beberapa kali, memaksa pupil matanya fokus.

Ia tidak lagi berada di ruang kelas berlantai keramik.

Ia terbaring di atas tanah yang lembap, tertutup lumut berwarna biru tua yang memancarkan pendaran redup. Di atasnya, pepohonan raksasa menjulang setinggi gedung pencakar langit, batang-batangnya selebar truk kontainer, dengan kulit kayu yang tampak seperti sisik naga yang mengeras.

Lu Changzu memaksakan dirinya untuk duduk, mengabaikan protes dari tulang rusuknya. Ia meraba wajahnya, memastikan hidung dan matanya masih di tempat yang sama. Tangannya gemetar.

"Di mana... ini?" suaranya parau, terdengar asing di telinga sendiri.

Ia menoleh ke sekeliling. Hutan ini sunyi, tapi bukan sunyi yang damai. Ini adalah kesunyian predator. Kesunyian yang tercipta karena makhluk-makhluk kecil terlalu takut untuk bersuara.

Ia mencari tanda-tanda teman sekelasnya. Tas sekolah, sepatu, seragam, teriakan minta tolong.

Nihil.

Hanya ada dirinya. Sendirian. Di tengah hutan purba yang terasa begitu tua hingga membuat keberadaan manusia terasa tidak signifikan.

Lu Changzu berdiri dengan goyah. Ia menyadari seragam sekolahnya telah robek di beberapa bagian, terkena gesekan saat ia jatuh melalui celah dimensi. Ia melihat jam tangan analog di pergelangan tangan kirinya. Kacanya retak, jarum detiknya berputar mundur dengan kecepatan gila sebelum akhirnya berhenti total.

Mati.

"Tenang, Lu Changzu. Tenang," gumamnya pada diri sendiri, mencoba mengaktifkan logika rasionalnya. "Pikirlah sesuatu logis. Kau ada di kelas. Ada fenomena aneh. Teleportasi. Sekarang kau di hutan. Hipotesis paling masuk akal : aku dipindahkan secara spasial."

Ia melangkah maju, sepatunya tenggelam dalam lumpur biru itu. Setiap langkah terasa berat. Gravitasi di sini sedikit lebih kuat daripada Bumi, mungkin sekitar 1,5 kali lipat. Cukup untuk membuatnya cepat lelah, tapi tidak cukup untuk membunuhnya seketika.

Namun, yang paling mengganggu bukanlah gravitasi. Melainkan tekanan di udara.

Ada energi yang tak kasat mata yang mengalir di sekelilingnya. Energi itu kental, liar, dan menyesakkan. Bagi penduduk asli bumi, energi itu mungkin adalah sumber kehidupan. Tapi bagi Lu Changzu, seorang manusia biasa dari Bumi yang tidak memiliki 'wadah' spiritual, energi ini seperti racun yang perlahan meresap ke dalam pori-pori kulitnya.

Dunia Tianyun.

Nama itu muncul begitu saja di benaknya. Bukan karena dia mendengarnya, tapi seolah-olah tanah yang dia injak memaksakan nama itu ke dalam memorinya. Sebuah konsep metafisik yang ditransfer langsung ke jiwanya saat ia mendarat.

Krak.

Suara ranting patah di kejauhan membuat Lu Changzu membeku.

Ia bersembunyi di balik akar raksasa salah satu pohon bersisik itu. Napasnya ia tahan. Jantungnya berdegup kencang menghantam tulang rusuk, suaranya begitu keras di telinganya sendiri hingga ia takut makhluk apa pun di luar sana bisa mendengarnya.

Dari balik semak-semak yang terdiri dari tanaman paku setinggi manusia, muncul seekor makhluk.

Bentuknya menyerupai serigala, tapi ukurannya sebesar sapi jantan. Bulunya berwarna perak metalik, dan di punggungnya terdapat deretan tulang tajam yang mencuat seperti pedang. Yang paling mengerikan adalah matanya—tiga pasang mata merah menyala yang memancarkan kecerdasan buas.

Makhluk itu mengendus udara. Mulutnya terbuka, memperlihatkan deretan gigi yang lebih mirip gergaji mesin daripada taring hewan. Air liur menetes dari mulutnya, mendesis saat menyentuh tanah, seolah-olah air liur itu bersifat asam korosif.

"Ah...hmpppp"

Lu Changzu menutup mulutnya dengan kedua tangan. Keringat dingin mengucur deras di punggungnya.

Ini bukan hewan. Ini monster.

Makhluk itu—Serigala Tulang Punggung Pedang, begitu insting Lu Changzu menamainya—menggeram rendah. Getarannya merambat melalui tanah hingga ke telapak kaki Lu Changzu. Monster itu sedang berburu. Dan Lu Changzu tahu, di mata makhluk itu, dia hanyalah sepotong daging lunak tanpa pertahanan.

Tiba-tiba, makhluk itu menoleh tajam ke arah lain. Telinganya yang runcing berkedut.

Tanpa peringatan, makhluk itu melesat pergi dengan kecepatan yang mustahil bagi makhluk seukurannya, meninggalkan jejak angin yang menampar wajah Lu Changzu dari kejauhan.

Lu Changzu merosot lemas ke tanah. Kakinya gemetar hebat. Ia baru saja lolos dari kematian, bukan karena keahliannya, tapi murni karena keberuntungan.

"Binatang aneh apa itu?. Apa aku akan mati di sini," bisiknya, realitas situasi mulai menghantamnya dengan kejam. "Jika aku tidak melakukan sesuatu, aku akan menjadi makanan dalam waktu satu jam."

Ia melihat tangannya yang kotor oleh lumpur biru. Ia mengepal tinjunya. Rasa takut masih ada, mencengkeram ususnya, tapi di balik rasa takut itu, ada percikan lain. Sifat dasar Lu Changzu yang sebenarnya. Selalu ingin tahu dan keras kepala.

Ia ingat teman-temannya. Dimana mereka? Apakah mereka selamat? Kenapa hanya dia yang ada di sini?

Tanpa sepengetahuan Lu Changzu, sebuah kesalahan temporal telah terjadi di celah dimensi. Teman-temannya memang diteleportasikan bersamanya, menuju koordinat yang sama di dunia Tianyun ini. Namun, variabel waktu telah terdistorsi.

Teman-temannya baru akan tiba di dunia ini beberapa ratus tahun dari sekarang.

Saat ini, di detik ini, Lu Changzu adalah satu-satunya anomali dari Bumi di seluruh planet Tianyun.

Dia sendirian. Terpisah oleh ruang dan waktu.

Lu Changzu memejamkan mata, mencoba merasakan energi aneh di udara yang menyesakkan itu. Jika dunia ini memiliki monster seperti serigala tadi, maka hukum fisika Bumi tidak berlaku mutlak di sini.

"Jika monster itu bisa sekuat itu..." gumam Lu Changzu, matanya menatap tajam ke arah hutan yang gelap dan tak berujung, "...maka pasti ada cara bagi manusia untuk bertahan hidup. Pasti ada sumber kekuatan."

Lu Changzu lalu duduk dalam posisi lotus.

Ia menarik napas dalam-dalam, membiarkan udara Tianyun yang berat dan penuh partikel energi asing (Qi) masuk ke paru-parunya. Tapi Rasanya sakit luar biasa seperti memasukan air ke dalam hidungmu dan masuk ke paru paru mu , sangat luar biasa sakit , semakin di paksa Semakin sakit lagi seperti menghirup serbuk kaca halus. Tapi ia terus memaksakan diri . Ia menahan rasa sakit itu, mengubahnya menjadi fokus , namun tubuhnya tidak kuat.

"Bertahan!! Udaranya semakin memenuhi paru-paru"

"hooeggh!!"

"hooeggh!!"

Dia memuntahkan darah bewarna hitam , Dia pun akhirnya berhenti , mengamati sekitar , mencari tempat perlindungan sementara.

Di tengah hutan purba yang ganas, di bawah langit asing yang menyimpan misteri tak terbatas, seorang pemuda biasa bernama Lu Changzu memulai langkah pertamanya. Bukan sebagai pahlawan yang diramalkan, tapi sebagai penyintas yang menolak untuk dimangsa takdir.

Ini adalah awal dari legendanya. Sebuah legenda yang dimulai beberapa tahun lebih awal dari yang seharusnya.

Bersambung......

1
EGGY ARIYA WINANDA
🔥🔥🔥🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!