Hidup di tengah-tengah para Pria yang super Possessive tidak membuat Soraya Aleysia Abigail Jonshon merasa Terkekang Ataupun diatur. Karena hanya dia satu-satunya perempuan yang hidup di keluarga itu, baik Ayah maupun kakak-kakaknya, mereka menjaganya dengan super ketat . Bagi mereka, Raya adalah anugrah Tuhan yang harus benar-benar dijaga, gadis itu peninggalan dari Bunda mereka yang telah lama meninggal setelah melahirkan sosok malaikat di tengah-tengah mereka saat ini.
Raya adalah sosok gadis jelmaan dari bundanya. Parasnya yang cantik dan mempesona persis seperti bundanya saat muda. Maka dari Itu baik Ayah maupun Kakak-kakaknya mereka selalu mengawasi Raya dimanapun Gadis itu berada. Secara tidak langsung mereka menjadi Bodyguard untuk adik mereka sendiri.
Penasaran sama kisahnya? kuylah langsung baca.....!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ana_nanresje, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25_Siasat
Senyum tipis di bibirnya merekah sempurna, lesung pipinya tercetak jelas di wajah tampannya membuat siapa saja akan terpesona dengan parasnya yang menawan. Tangannya menyisir rambutnya yang sedikit memanjang, menghalangi matanya yang sedang menatap seorang gadis yang tengah asik menikmati pesanannya.
Tak henti matanya terus memandang, memandang ciptaan Tuhan yang mampu mengalihkan dunianya. Matanya yang indah, pipinya yang sedikit berisi membuatnya gemas ingin mencubit pipi chubby itu dan surai hitam yang panjang nan lembut.
Senyumnya, tawanya, dan suaranya menjadi candu tersendiri untuk seorang Shaka. Hari-harinya seakan hampa bila tak ada Raya. Gadis di hadapannya membuat Shaka berubah 180° saat berhadapan dengannya.
" Dimakan Ka. Nggak bakal kenyang kalo di liatin doang mah!" Ucap Raya mendongak kearahnya. Melihat bakso pesanan Shaka yang masih utuh bahkan belum tersentuh sama sekali.
" Kamu nggak biasa makan di tempat kaya gini yak?" Tanya Raya melihat kesekitarnya. Bukan Cafe atau Restoran, gadis itu meminta Shaka untuk menghentikan motor di pinggiran jalan yang terdapat tukang Bakso yang mangkal.
Tempatnya yang tidak tertutup, tidak memungkinkan jika tempat itu tidak Steril. Raya kembali melihat mangkuk Shaka yang masih tak tersentuh. Apa mungkin Shaka jijik makan di pinggir jalan?
" Yaudah kita cari tempat yang lain aja," Raya merasakan tangannya ada yang menyentuh dan betul saja Shaka menahan tangan Raya yang ingin mengambil Bakso miliknya.
" Mau di bawa kemana? Kan belum aku makan!"
" Kita pindah tempat aja kayaknya kamu gak biasa makan di tempat kaya gini deh," Ucap Raya hati-hati.
" Kata siapa? Aku mah bebas mau makan di mana aja juga yang penting halal dan bikin kenyang, sini baksonya." Shaka mengambil alih mangkuknya lagi, Raya menurut membiarkan Shaka menikmatinya.
" Kamu serius kan? Kamu nggak lagi bohongkan? Ka kalo kamu nggak biasa makan di tempat kaya gini nggak usah di paksa, kita pindah aja!" Ucap Raya menahan tangan Shaka yang ingin menyuapkan bakso kedalam mulutnya.
" Jangan karena aku kamu terpaksa makan di tempat kaya gini. Udah jangan di makan. Ayo kita cari tempat yang lain aja!"
" Aku serius Ray," Ucap Shaka menahan tangan Raya yang ingin bangkit " Aku nggak masalah makan dimana aja juga, bagiku yang penting halal dan bikin kenyang." Ucapnya kembali menjelaskan.
" Terus kenapa tadi baksonya cuma di liatin doang? Bakso aku juga udah mau abis lah kamu, jangankan di makan di sentuh aja nggak!"
" Karena Kamu lebih menarik dari bakso ini. Aku nggak mau ngelewatin kesempatan buat merhatiin kamu yang lagi lahap lahapnya makan bakso. Lihat," Shaka menyeka dengan lembut keringat yang menghias indah di wajah Raya " Saking nikmatnya sampe keringetan gini. Tapi aku suka, kamu terlihat natural dan manis. Apa lagi bibir kamu yang semerah delima ini, terlihat seksi saat melahap Bakso ini."
" Apaan sih," Raya menangkis tangan Shaka yang menyematkan anak rambut ke belakang telinganya. Penuturan Shaka membuat pipi Raya terasa panas karena merona. Ia menunduk lalu melanjutkan untuk menikmati baksonya.
" Udah makan, ngapain liatin aku mulu!"
" Ini juga mau. Galak banget sih. Tapi kok makin cantik ya?" Ucapnya sembari terkekeh pelan.
" Shaka," Geram Raya memukul kuat lengan pria itu. Pipinya kembali memanas, sedangkan Pria itu masih asik menahan senyum agar tawanya tak berkepanjangan. Raya segera menyambar Es teh manisnya, berharap jika suhu tubuhnya akan kembali normal seperti semula.
Diam-diam Raya melirik Shaka yang sedang hikmat menikmati baksonya. Jika tadi Shaka yang memperhatikan Raya kini kebalikannya. Seperti biasa Shaka masih mempertahankan Imagenya, ia makan dengan tenang dan Cool membuat wanita mana saja akan terpincut akan ketampanannya.
Raya menghembuskan nafasnya dengan pelan. Kedua sudut bibirnya tertarik ke arah yang berlawanan. Pria yang dulu dingin, cuek, pendiam bahkan selalu membuat Raya kesal kini menjadi sosok pria yang hangat, asik, baik, dan yang terpenting membuat Raya nyaman saat di dekatnya. Nyaman?
" Sudah puas liatinnya? Awas tar naksir Loh!" Perkataan Shaka yang sepontan membuat Raya menjadi gugup dan gelagapan. Gadis itu terlihat salah tingkah membuat Shaka kembali mengulum bibirnya menahan tawa.
' ih si Shaka bikin jantungan aja deh. Ini juga mata ngapain sih liatin dia mulu. Kan jadi malu!' Dumel batinya meneriaki dirinya sendiri.
Di lain tempat kedua pria itu terus mengumpat dan meneriaki bawahannya. Memaki bahkan tak segan membentak mereka sehingga membuat mereka menunduk tak berani menatap Tuannya.
Pasokan udara di ruangan itu terasa semakin menipis membuat orang di dalamnya terasa sesak dan sulit untuk bernafas. Bukan karena mereka sakit atau apa, tapi melihat tatapan dari kedua tuan muda mereka, membuat mereka ingin segera berlari dan menjauh dari situasi ini.
" Apa yang kalian kerjakan? Mencari seorang gadis saja tidak becus apa kalian sudah bosan bekerja dengan ku huh?!" Terdengar kembali teriakan dari Rey kakak tertua dari Raya. Mata pria itu sudah memerah menahan amarah. Kepalan tangannya semakin mengerat tanda amarahnya sudah memuncak.
" Cepat kalian cari lagi dan kali ini aku tidak ingin menerima alasan apapun. Aku ingin adikku bukan yang lainnya!" Randi ikut berbicara. Pria yang terkesan Ramah dan murah senyum karena tuntutan pekerjaannya sebagai Dokter kali ini matanya menggelap menyaingi sang kakak. Keduanya sudah tersulut emosi kesabaran mereka mulai menipis. Apa perlu Mereka turun tangan sendiri?
" Tuan," Rey dan Randi menoleh, mendapati Uncle John orang kepercayaan Ayahnya berdiri tepat di hadapannya. Randi mempersilahkan John untuk duduk di Sofa di ikuti Rey yang ikut duduk bergabung bersama mereka.
" Ada apa Uncle? Apa Uncle mendapatkan info mengenai Cia?" Tanya Randi To the point .
Pria itu menggelengkan kepala membuat Randi dan Rey mengesah kecewa " kemana sebenarnya anak itu? Apa dia tidak tau jika Kita disini mencemaskannya?"
" Tuan muda tidak perlu cemas. Saya yakin nona muda akan baik-baik saja."
" Akupun berharap seperti itu Uncle. Jika terjadi sesuatu pada adikku maka aku tidak akan membiarkan siapapun itu yang berani melukainya lolos dari tangan ku!" Balas Rey yang kembali menggelap.
" Sebelum Tuan Muda maka saya yang akan terlebih dahulu mengukumnya Tuan. Nona muda sudah saya anggap seperti putri saya sendiri. Dan saya pun tak akan membiarkan siapapun melukainya."
" Terimakasih Uncle. Oh iya ada apa uncle kesini?" Tanya Randi membuat John mengingat pesan Tuan besarnya.
" Tuan Besar meminta saya untuk menyampaikan pada kalian, bahwa kalian jangan terlalu keras jika sudah bertemu dengan nona muda. Tuan besar tidak bisa menemui kalian karena beliau pun sedang sibuk mencari nona muda. Dan satu lagi saat ini Emosi tuan muda Randi sedang tidak stabil. Tuan besar mewanti wanti jika Tuan Randi masih mengerjakan tugasnya sebagai Dokter. Tuan Besar sudah meminta Izin pada pihak rumah sakit jika saat ini apapun keadaan di Rumah Sakit, Tuan muda Randi tidak boleh melakukan tugasnya sebagai Dokter. Tuan Besar takut jika Tuan Muda Randi tidak fokus dan malah membahayakan pasiennya."
Rey dan Randi saling melirik. Sibuk dengan pencarian adiknya yang menghilang tanpa jejak sudah membuat kedua kakak beradik itu kalang kabut. Bahkan Randi lupa untuk meminta izin pada atasannya jika saat ini dia tidak bisa dinas.
" Ayah, Di saat seperti ini dia masih memperdulikan profesiku. Sedangkan aku?"
" Maka dari itu Tuan besar tidak ingin hal buruk terjadi pada kalian. Kalo begitu Uncle pamit mau melanjutkan pencarian Nona muda."
" Terimakasih Uncle. Oh iya kalo ada informasi mengenai Cia tolong cepat hubungi kami."
" Tentu. Ingat kata Ayah kalian. Kalian tidak boleh terlalu keras pada Nona Muda" Setelah mengantar Uncle John keluar, baik Rey maupun Randi mereka segera memfokuskan diri sibuk dengan benda pipih mereka mencari dan menghubungi orang orang terpercaya untuk mencari adiknya.
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh belas lewat empat puluh lima menit sebentar lagi malam akan datang bahkan senja pun sudah tergantikan dengan langit malam. Dengan situasi yang masih sama di kediaman Jonshon semuanya terlihat tegang. Nona muda mereka belum pulang dan masih tidak ada sedikitpun informasi mengenainya. Yang bisa Randi dan Rey lakukan saat ini adalah menunggu, menunggu kabar dari orang suruhannya yang dia sengaja tugaskan untuk mencari adik tercinta mereka.
Berjalan kesana kemari berharap perasaannya sedikit lebih tenang dan membaik tapi nyatanya masih sama bahkan kini dia semakin panik, cemas dan gelisah.
" Duduklah kak, kamu membuat kepala ku semakin pusing."
" Bagaimana aku bisa tenang Randi? Jika sampai saat ini kita masih belum tau keberadaan Cia!" Rey menghempaskan kasar bokongnya pada Sofa menggusar rambutnya kasar karena tidak bisa berbuat apa apa.
" Sudah ku katakan kita yang turun tangan tapi kenapa Ayah melarang kita?" Kesal Rey membuat Randi mengangkat bahunya acuh.
"TUAN!" seorang Maid berlari terburu buru dari luar dan berteriak membuat kedua pria itu menoleh kearahnya.
" Nona Muda. Nona muda sudah kembali!" Rey dan Randi bangkit dari duduknya. Matanya berbinar lalu segera berlari menuju pintu utama. Semua maid dan para pegawai lainnya mengucap syukur dan bernafas lega. Kepanikan yang menyelimuti Kediaman Jonshon kini berubah menjadi tatapan haru saat para maid melihat Respon kedua Tuan Muda mereka yang sangat peduli pada adik kecilnya.
Langkah Rey dan Randi terhenti saat adik perempuannya melambaikan tangannya pada seorang Pria yang sedang melajukan motornya meninggalkan pekarangan rumah. Raya membalikkan tubuhnya senyum di wajahnya memudar saat mendapati kedua kakaknya menatap datar kearahnya.
" Assalamualaikum. Raya pulang!" Raya mencium satu persatu punggung tangan kakaknya. Setelah itu melewatinya begitu saja tanpa berkata apa apa lagi.
" Masih ingat pulang kamu huh?" Raya memutar tumitnya menghadap kearah kakaknya.
" Maksud kak Rey apa?" Tanya Raya tak mengerti. Dia memang tidak mengetahui jika seisi rumah panik memikirkan keselamatannya.
" Pamit pergi ke kampus tapi nyatanya malah membolos. Dan apa yang tadi kakak lihat? Kamu pergi bersamanya begitu? Sudah kakak katakan jauhi dia kenapa kamu tidak mendengarkan ucapan kakak Cia?" Raya mundur beberapa langkah. Terkejut karena Rey membentaknya.
" Mana Ponsel kamu? Sini, cepat berikan pada kakak!" Dengan tangan bergetar Raya mengambil Ponsel dari dalam tasnya lalu memberikannya pada sang kakak.
Rey menepuk nepukkan ponsel Raya pada tangannya. Suasana yang awalnya membaik kini kembali menegang " Kamu sengaja mematikannya bukan? Kamu tidak ingin kami mengganggu kebersamaan mu dengannya begitu?!"
" Maksud Ka Rey apa sih? Raya...
" Jangan menyangkalnya Cia. Bukti sudah ada tapi kamu masih mau menyangkalnya? Kamu sengaja mematikan ponsel mu membuat seisi rumah ini khawatir pada sama kamu. Sedangkan kamu? Kamu tidak membiarkan kami untuk mengetahui keberadaan mu. Apa kamu tahu kami semua mencemaskan mu?"
" Aku memang sengaja mematikan ponselnya. Tapi aku tidak ada niatan untuk membuat kalian Khawatir dan cemas. Aku cuma ingin men.....
" Ingin apa? Menghabiskan waktu bersama Pria bernama Shaka itu bukan? Berapa kali lagi harus kakak katakan Cia jauhi Dia!" Raya kembali terperanjat kaget saat Rey kembali membentaknya. Sedikit keberanian Raya menatap Kearah kakaknya yang bernama Randi. Pria itu tidak membelanya dia hanya terdiam, sepertinya Saat ini Raya sendirian kedua kakaknya sudah bersekutu membuat Raya terpojok dan tak bisa mengadu dan meminta pembelaan kecuali pada Ayahnya. Tapi dimana pria itu berada?
" Untuk apa kamu punya Ponsel jika Kamu tidak menggunakannya dengan baik!"
Buliran bening Lolos dari bendungan Raya. Gadis itu terisak matanya terpejam kuat Saat Rey membanting Ponsel Raya sehingga menjadi beberapa bagian. Situasi semakin memanas Semua pegawai dan maid menatap iba pada Nona Muda mereka.
Randi menarik kuat tangan kakanya sehingga pria itu sadar atas apa yang baru saja ia lakukan.
" Ka Rey kenapa sih? Kenapa ka Rey melampiaskan amarah kakak sama Ponsel Raya? Apa masalah kakak terhadap Raya? Emang salah kalo Raya ingin menenangkan diri? Salah kalo Raya matiin ponsel karena untuk ketenang Raya?"
" Dan satu lagi jangan pernah halangi Raya buat dekat dengan Shaka!" Sambungnya lagi.
" Sudah kakak katakan jauhi dia Cia. Jangan membuat ku semakin marah!" Rey mencekal kuat tangan Raya sehingga gadis itu kembali memutar tumitnya saat ingin pergi dari hadapan kakaknya.
" Atas dasar apa kakak melarang aku dekat dengan Shaka?"
" Turuti saja perkataan kakak. Dia tidak baik untuk mu!" Ucap Rey penuh dengan penekanan.
" Tau apa kakak tentang dia? Dia pria yang baik dia teman ku dan aku percaya padanya!"
" Jadi maksudmu, kamu tidak mempercayai kami lagi, begitu? Kamu lebih mempercayainya di banding kami?" Bagai di hujam dengan belati yang menusuk dadanya. Raya tidak habis fikir jika kedua kakanya bisa berfikir seperti itu jika tadi Randi memilih diam dan menjadi penonton setia kini pria itu ikut menghakiminya.
Raya sudah tak tahan lagi dia menangis sejadi jadinya. Kedua kakaknya belum menyadari apa yang mereka lakukan. Jika yang sedang mereka lakukan saat ini membuat hati adiknya terluka " Kalian jahat. Kalian udah nggak sayang lagi sama aku. Kalian udah nggak peduli lagi dengan aku. Aku benci kalian. Aku benci!"
Raya segera berlari kekamarnya. Mengabaikan teriakan sang kakak yang terus memanggilnya.
" Ayahhhh!" Raya berteriak dalam tangisannya. Randi dan Rey yang mendengarnya hanya bisa menatap Pintu yang tertutup rapat. Keduanya hanya bisa menggusar wajah mereka dengan penuh penyesalan. Mereka kehilangan kendali. Dan alhasil mereka melampiaskan kekesalan mereka pada Adik tercintanya. Jika sudah seperti ini mereka tidak bisa berbuat apa apa, hanya bisa menunggu sang Ayah pulang untuk menenangkan Malaikat kecil mereka.
" Gimana? Suka dengan hadiah dari gue?!" Tanyanya tersenyum miring.
" Lumayan. Tapi ini belum seberapa, ini baru langkah pertama masih banyak langkah yang akan membuat permainan ini semakin menarik." Balas pria bermata hitam legam. Pria yang duduk bersebrangan dengannya tersenyum memalingkan wajahnya menatap keluar jendela.
" Gue udah nggak sabar ingin melihat hidupnya menderita. Ahhh rasanya ini seperti mimpi. Akhirnya gue bisa meraihnya!" Balas Pria itu tersenyum devil.
Sang lawan bicara pun tak mau kalah dia memamerkan senyum manisnya namun mematikan " lo tenang aja saat ini Dia berada dalam genggaman kita. Besok akan ada sebuah kejutan yang menanti Lo. Bersiaplah untuk tertawa sepuasnya."
" Tentu. Gue nggak sabar menanti itu!" Kedua pria itu tersenyum. Memamerkan senyum manis mereka senang karena keberhasilan rencana mereka.