NovelToon NovelToon
CEO Sadis Yang Membeli Keperawananku

CEO Sadis Yang Membeli Keperawananku

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Romansa
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: GOD NIKA

Demi menyelamatkan keluarganya dari utang, Lana menjual keperawanannya pada pria misterius yang hanya dikenal sebagai “Mr. L”. Tapi hidupnya berubah saat pria itu ternyata CEO tempat ia bekerja… dan menjadikannya milik pribadi.
Dia sadis. Dingin. Menyakitkan. Tapi mengapa hatiku justru menjerit saat dia menjauh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GOD NIKA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Antara Dua Dunia

Fajar baru saja menyentuh cakrawala, mewarnai langit dengan semburat oranye dan ungu. Jalan yang mereka lewati sepi, hanya ditemani suara mesin SUV yang stabil. Leon mengemudi dengan satu tangan di setir, sementara tangan satunya sesekali menggapai ke kursi belakang, memastikan Lana dan Arya baik-baik saja.

Arya tertidur lelap, kepalanya bersandar di paha ibunya. Sesekali tubuh kecilnya bergerak, tapi Lana dengan sabar membelai rambutnya sampai tenang kembali. Tatapan lembut itu, Leon sadar, adalah hal yang selalu membuat dadanya terasa hangat, sesuatu yang jarang ia rasakan di dunia yang keras ini.

“Dia mirip kamu waktu tidur,” kata Leon, memecah kesunyian.

Lana tersenyum tipis. “Kalau itu pujian, terima kasih. Kalau sindiran, nanti aku balas.”

Leon mengangkat alis. “Itu pujian. Serius.” Dia melirik sebentar ke arah mereka. “Kalian berdua… alasan kenapa aku nggak bisa berhenti berjuang.”

Lana menatap matanya lewat pantulan kaca spion, dan dalam tatapan itu ada campuran rasa terima kasih sekaligus ketakutan. “aku cuma ingin... semua ini segera berakhir. Kita hidup normal. Bangun pagi tanpa harus memikirkan siapa yang mau membunuh kita hari itu.”

Leon tidak menjawab langsung. Dia menghela napas panjang, lalu berkata, “Suatu hari nanti, Lana. Aku janji. Kita akan sampai di hari itu.”

Persinggahan di kota kecil

Menjelang siang, mereka tiba di sebuah kota kecil di perbatasan. Leon memilih sebuah penginapan tua di pinggir jalan, bukan tempat yang mewah, tapi cukup sepi untuk membuat mereka tak terlalu mencolok.

Kamar yang mereka sewa hanya satu, dengan dua ranjang ukuran queen. Begitu masuk, Arya langsung terbangun, matanya berbinar melihat tirai tipis yang membiarkan sinar matahari masuk.

“Ayah boleh aku main di luar?” tanyanya.

Leon jongkok di hadapan anak itu. “Boleh, tapi nanti sore. Sekarang istirahat dulu. Ayah mau pastikan semua aman.”

Arya meringis tapi mengangguk. “Oke…”

Saat Arya masuk kamar mandi kecil di pojok ruangan, Lana mendekat. “Kamu tahu, dia mulai bosan dengan pelarian ini.”

Leon menatap pintu kamar mandi, lalu kembali ke Lana. “Aku tahu. Makanya… hari ini kita kasih dia waktu jadi anak-anak lagi.”

Makan siang di taman

Beberapa jam kemudian, mereka bertiga duduk di bangku kayu di taman kota. Langit cerah, angin membawa aroma roti dari toko di seberang jalan. Leon membeli sandwich, jus apel untuk Arya, dan kopi untuk Lana.

Arya berlari kecil mengejar balon warna-warni yang dibagikan oleh seorang penjual. Lana tersenyum melihatnya, lalu menoleh ke Leon. “Dia kelihatan bahagia sekali, syukurlah.”

Leon menatap anak itu lama. “Kalau aku bisa, aku mau dia nggak pernah tahu dunia kita yang sebenarnya.”

Lana menggenggam tangannya di atas meja. “Tapi dia juga harus tahu siapa ayahnya. Seorang lelaki yang rela melawan dunia demi melindungi keluarganya.”

Leon mengangkat tangannya, mencium punggung tangan Lana pelan. “Dan seorang perempuan yang membuat lelaki itu punya alasan untuk terus bertahan.”

Tatapan mereka bertaut, lebih lama dari yang seharusnya, sampai Arya kembali dengan balon di tangannya. “Ayah, Ibu, lihat! Balon naga!”

Leon tersenyum, meski di dalam dadanya ada tarikan aneh. Naga, simbol yang baru saja ia temukan di saku salah satu penyerang. Kebetulan? Atau pesan tersembunyi?

Sore yang tenang

Mereka kembali ke penginapan menjelang sore. Lana duduk di ranjang, menyisir rambut Arya setelah anak itu mandi. Leon duduk di kursi dekat jendela, memandang ke luar sambil memegang secangkir kopi. Dari luar, suara kendaraan jarang terdengar, terlalu tenang, tapi bukan tenang yang menenangkan.

Lana menyadari pandangannya yang terus ke luar. “Kamu lihat sesuatu?”

Leon menggeleng. “Nggak. Tapi instingku bilang kita nggak boleh terlalu lama di satu tempat.”

Arya sudah tertidur di pangkuan ibunya. Leon bangkit, menghampiri mereka. Dia menarik selimut, menutup tubuh kecil itu, lalu duduk di tepi ranjang.

“Dia akan tumbuh cepat,” kata Leon pelan. “Aku mau dia tumbuh dengan ingatan… seperti ini. Bukan peluru dan darah.”

Lana menatapnya. “Kalau kamu terus mengusir bahaya, mungkin kita bisa memberi kan itu semua.”

Leon menyentuh wajahnya, ibu jarinya mengusap pipi Lana. “Aku akan usir apapun yang datang. Bahkan kalau itu berarti aku harus jadi iblis.”

Malam yang berbeda

Setelah Arya benar-benar terlelap, Leon dan Lana keluar sebentar ke balkon kecil di luar kamar. Udara malam dingin, tapi Lana hanya mengenakan sweater tipis. Leon melepas jaketnya dan memakaikannya ke bahu Lana.

“Terima kasih,” katanya, mengeratkan jaket itu.

Leon berdiri di dekatnya, bahu mereka bersentuhan. “Kamu kedinginan, tapi masih mau menemaniku di sini?”

“Aku tahu kamu nggak akan tidur,” jawab Lana. “Kalau aku nggak di sini, kamu akan habiskan malam sendiri, menatap kegelapan.”

Leon tersenyum miring. “Mungkin aku memang suka menatap kegelapan.”

“Dan aku di sini untuk mengingatkan kamu… bahwa masih ada cahaya di tengah kegelapan itu.”

Mereka saling berpandangan. Tanpa kata, Leon menunduk dan mencium kening Lana. Lama, seolah ingin menyalurkan semua rasa yang ia simpan selama ini. Lana memejamkan mata, merasakan kehangatan itu menembus dingin malam.

Saat bibir Leon berpindah ke bibirnya, ciuman itu dalam, tapi lembut. Bukan ciuman yang terburu-buru, melainkan pengakuan diam bahwa di tengah dunia yang runtuh, mereka masih punya satu sama lain.

Janji di tengah bahaya

Setelah beberapa lama, mereka kembali duduk di kursi balkon. Leon meraih tangan Lana, jemarinya menggenggam erat.

“Kalau suatu hari nanti aku jatuh,” kata Leon perlahan, “aku mau kamu bawa Arya sejauh mungkin dari semua ini. Jangan lihat ke belakang.”

Lana menoleh cepat. “Jangan bicara seperti itu.”

“Aku serius.”

“Dan aku juga serius,” Lana membalas dengan tatapan tajam. “Kalau kamu jatuh, aku ikut. Kita sudah melalui terlalu banyak hal untuk meninggalkan satu sama lain.”

Leon menarik napas dalam, lalu mengangguk kecil. “Kalau begitu… kita akan pastikan kita nggak akan pernah terjatuh.”

Pagi berikutnya

Matahari pagi menerobos tirai. Arya bangun lebih dulu, langsung melompat ke ranjang Leon dan Lana. “Bangun! Aku lapar!”

Lana tertawa, mencoba menahan tubuh kecil itu. “Arya, pelan-pelan. Ayah belum...”

Tapi Leon sudah bangun, memeluk Arya erat. “Oke, oke. Ayah kalah. Kita cari sarapan.”

Mereka berjalan ke kafe kecil di ujung jalan. Leon memesan pancake untuk Arya, omelet untuk Lana, dan kopi hitam untuk dirinya. Untuk beberapa saat, suasana itu terasa seperti keluarga normal di pagi akhir pekan.

Arya bercerita tentang mimpi semalam, tentang naga baik yang melindungi kota dari monster. Leon dan Lana saling bertukar pandang—sebuah cerita polos yang secara tak sadar mencerminkan hidup mereka.

Bayangan yang kembali

Selesai sarapan, Leon keluar lebih dulu untuk memeriksa jalan. Di seberang, sebuah sedan hitam terparkir, kaca depannya memantulkan cahaya pagi. Tidak ada yang keluar dari mobil itu, tapi Leon melihatnya lagi ketika mereka berjalan pulang ke penginapan.

Lana menyadari perubahan di wajah Leon. “Apa?”

Leon hanya berkata singkat, “Kita tidak sendirian.”

Dia menatap Arya yang berjalan sambil memegang balon naganya, lalu menggenggam tangan Lana lebih erat.

Ancaman mungkin belum menyerang secarae langsung… tapi mereka sudah menemukan jejaknya.

1
Risa Koizumi
Bikin terhanyut. 🌟
GOD NIKA: Terima kasih🙏🥰🥰
total 1 replies
Mít ướt
Jatuh hati.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!