"kamu pembawa sial tidak pantas menikah dengan anakku" ucap Romlah
"aku sudah mempersiapkan pernikahan ini selama 5 tahun, Bagaimana dengan kluargaku" jawab Ratih
"tenang saja Ratih aku sudah mempersiapkan jodohmu" ucap Narti
dan kemudian munculah seorang pria berambut gondrong seperti orang gila
"diakan orang gila yang suka aku kasih makan, masa aku harus menikah dengan dia" jawab Ratih kesal
dan tanpa Ratih tahu kalau Rojali adalah pendekar no 1 di gunung Galunggung
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RR 25
"Siapa kamu, ha? Dasar wanita jalang! Jangan sok belagu di kampung ini!" bentak Sardi, wajahnya memerah karena merasa terpojok. Kedoknya hampir terbongkar, dan itu membuatnya panik.
"Aku orang yang bisa membuat kamu kehilangan jabatan hanya dengan satu kalimat," balas Yohana dingin. Tatapannya menusuk, penuh ancaman.
Kartika yang berdiri tak jauh ikut bersuara setelah mendengar bisikan tetangga, "Dia cuma pengawas proyek di ujung desa, jangan takut."
Sardi tersenyum sinis. "Jadi cuma pegawai biasa yang dandan modis? Aku ini PNS dekat dengan kepala dinas perizinan. Jangan pikir proyek kamu aman, aku bisa buat semua jadi sulit!" katanya merendahkan. Dalam hati, ia bertekad harus memiliki Yohana, sebagai bentuk balas dendam karena telah mempermalukannya.
Orang-orang di sekitar mulai mencibir. Mana mungkin wanita yang datang bersama Rojali adalah orang penting? Kalau benar begitu, orang gila pun bisa jadi waras mendadak.
Yohana menggeleng pelan, senyum tipis di bibirnya. “Mereka benar-benar tidak tahu tinggi dan dalamnya langit,” gumamnya.
"Kepala Dinas Perizinan? Sumitro, lelaki tua yang dua tahun lagi pensiun. Anak empat: satu camat Karangjati, satu polisi, satu tentara, dan si bungsu, Jeni, masih kuliah,” ucap Yohana tenang.
Mata Sardi terbelalak. Dia saja hanya tahu soal Jeni—itu pun karena pernah disuruh menjemputnya kuliah. Bagaimana perempuan ini tahu sedalam itu?
"Kamu ingin tahu siapa aku? Baik. Sampaikan salamku pada Sumitro. Bilang padanya... suruh tutup proyek di daerah ini!" ujar Yohana tajam. Suaranya tak meninggi, tapi menggetarkan semua yang mendengar.
Sardi mulai merasa gentar, tapi ia mencoba menenangkan diri. Dalam dunia birokrasi, sudah terlalu sering ia bertemu orang yang sok kenal, sok dekat dengan pejabat tinggi. Soal informasi keluarga Kepala Dinas? Ah, itu bisa dicari di internet atau artikel berita. Sumitro adalah pejabat publik—tidak sulit menggali riwayat hidupnya.
Tapi tetap saja, nyali Sardi sempat ciut. Wanita ini terlalu berani, bahkan terang-terangan menantang Sumitro, orang kepercayaan Bupati. Anehnya, selama ia menjadi sopir pribadi Sumitro, Sardi tak pernah sekalipun melihat perempuan ini. Maka ia simpulkan: wanita ini cuma menggertak.
"Dasar perempuan kota licik!" semprot Sardi, mencoba bangkit dari rasa takutnya. "Trik murahan begitu mungkin bisa menipu pegawai rendahan. Tapi aku ini tangan kanan pejabat, sudah kenyang bertemu orang sepertimu."
Yohana menatapnya dingin. Dalam benaknya, ia benar-benar ingin menendang Sardi sampai mental ke ujung pendopo bupati. Biar dia tahu siapa yang sedang dihadapinya.
Sardi terus melanjutkan, semakin keras suaranya. "Kamu sudah mengancam Pak Sumitro! Aku akan laporkan kamu malam ini juga. Tunggu saja, besok proyek kamu akan ditutup!"
Yohana hanya mendengus malas, seperti menanggapi ocehan anak kecil.
"Kenapa harus nunggu besok?" ucapnya santai. "Telepon sekarang... atau biar aku saja yang telepon."
Menelpon Sumitro malam-malam seperti ini adalah tindakan yang berisiko. Sardi tahu persis watak bosnya itu—jika diganggu di luar jam dinas tanpa alasan penting, bisa-bisa ia sendiri yang dimaki habis-habisan. Meski tangannya sudah menggenggam ponsel, ia ragu. Jarinya hanya berputar-putar di atas layar, tak juga menekan tombol.
"Kenapa? Nggak berani ya?" sindir Yohana tajam, senyum tipis menghiasi bibirnya.
Sardi mendongak dengan dagu terangkat. “Dia bukan orang sembarangan yang bisa ditelpon sesuka hati. Tapi tenang saja, besok proyekmu pasti ditutup!” ancamnya, mencoba menutupi rasa gugup yang mulai menggerogoti.
"Kamu terlalu bertele-tele," balas Yohana dingin.
Tanpa banyak bicara, Yohana mengambil ponsel dari tasnya dan langsung mencari nama di daftar kontak. Ia menekan tombol panggil. Nada sambung terdengar.
Sardi melihat layar ponsel Yohana sekilas, lalu tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. “Hahaha! Itu bukan nomor Pak Sumitro! Foto profilnya saja nggak ada. Jelas kamu cuma menipu!”
Warga yang mengintip dari kejauhan ikut berbisik-bisik, beberapa mulai tertawa kecil. Tapi Yohana tetap tenang, wajahnya tidak menunjukkan sedikit pun panik. Ia tahu, yohana adalah wanita muda yang sudah mengalami berbagai masalah menghadapi seperti ini adalah hal yang biasa
Satu kali panggilan tak diangkat. Lalu dua kali.
Sardi semakin percaya diri. "Sudahlah, wanita kota sepertimu cuma bisa menipu. Gaya besar, tapi kosong!"
Yohana menghela napas. Suaranya tenang, tapi matanya tajam menusuk. “Kamu sudah membuang waktuku.”
Sardi menyeringai, mendekat dengan langkah santai. “Dan karena kamu sudah mempermainkanku, kamu harus beri kompensasi.” Ucapannya menjijikkan, nada suaranya mengandung maksud tersembunyi.
"Baiklah, mungkin dia sedang sibuk," ucap Yohana dingin, matanya masih menatap layar ponsel yang tak kunjung tersambung. Ia menatap Sardi dengan tatapan menembus. "Tapi sebagai PNS, seharusnya kamu mengayomi masyarakat, bukan malah menindas mereka."
Sardi tertawa keras, penuh ejekan. “Hahaha... Aku ini justru bijaksana! Sebagai pejabat, aku bisa saja langsung menghubungi polisi. Kamu sudah menghina kepala dinas, tahu tidak?” katanya, seolah kemenangan sudah digenggam erat.
Yohana hanya mengangkat alis, nadanya datar tapi tajam, “Kenapa kamu bisa sebegitu percaya dirinya hanya karena jabatan?”
Sardi tersenyum congkak, dadanya membusung. “Karena aku ini PNS! Aku berhak menghina kamu! Apalagi kamu, wanita asing yang berani terang-terangan menghina Pak Sumitro!”
Beberapa warga terdiam. Ada yang menunduk malu, ada pula yang mulai gelisah mendengar ucapan Sardi yang semakin keterlaluan. Tapi tak satu pun yang berani menyela. Di wajah Yohana, tak tampak amarah yang meledak—hanya tatapan tenang yang justru terasa lebih menakutkan daripada kemarahan terbuka.
Lalu tiba-tiba, Yohana menekan tombol speaker dan mengangkat suaranya. Ponselnya didekatkan agar semua orang mendengar.
"Hey kamu.! Kamu tidak pantas menjadi abdi negara!"
Suara berat dan tegas itu menggema dari ponsel, membuat semua orang sontak terdiam. Sardi membeku. Ia mengenali suara itu—suara yang sangat familiar.
"Kelakuanmu mencoreng nama baik ASN. Aku akan usulkan kamu dipindah tugaskan... atau langsung dibebastugaskan sekalian!"
Begitu kalimat itu selesai, sambungan terputus.
Sardi terkulai lemas. Keringat dingin mulai menetes dari pelipisnya. Semua keyakinan dan arogansi yang tadi dibanggakannya seketika runtuh.
Yohana melangkah perlahan mendekatinya, setiap langkah seperti beban yang menghakimi.
"Kamu sudah menyalahgunakan jabatan," ucap Yohana tajam. “Mengambil istri orang, itu sudah perbuatan tercela. Sekarang kamu mengancam menutup proyekku tanpa dasar hukum, dan memanggilku jalang di depan umum?”
Ia berhenti satu langkah dari wajah pucat Sardi.
“Sepertinya... penjara akan segera menantikanmu.”
Warga mulai berbisik-bisik. Aura kampung yang semula dibungkus cemoohan, kini berubah jadi sunyi penuh ketegangan. Sardi tak sanggup berkata apa-apa. Dunia yang semula ia kendalikan, kini terbalik dalam sekejap—dihancurkan oleh satu wanita yang tak pernah ia duga.
Sardi bersimpuh di depan Yohana, wajahnya basah oleh keringat dan rasa malu. Tangannya gemetar, suaranya lirih penuh penyesalan.
“Ibu... tolong aku... maafkan kelancanganku,” ucapnya memelas, suaranya serak seperti tercekat dosa yang tak bisa ditelan.
Yohana menatapnya dari atas, dingin dan tak tergoyahkan. “Kamu kira... hanya dengan maaf semuanya selesai? Orang seperti kamu akan terus mengulangi hal yang sama... kalau tidak diberi pelajaran,” ucapnya tegas, penuh tekanan.
ditagih hutang siapin Paramex lah hehe
up lg thor masih kurang ini
bg jali bg jali orangnya bikin happy
sehat selalu