Linka tidak menyangka jika pernikahannya dengan kekasihnya Dilan yang awalnya sudah direncanakan matang harus berakhir dengan kepedihan. Ia terima harus terima nasibnya untuk menikah dengan pria tua karena menggantikan sepupunya Tiara yang menolak perjodohan itu.
Yang lebih menyakitkan lagi yaitu sepupunya memaksa ibunya untuk menikahinya dengan mempelai pengantin pria yang merupakan calon suaminya Linka.
"Aku tidak akan menikahi pria tua yang ayah jodohkan padaku," tolak Tiara.
"Tapi, pria itu adalah lelaki kaya yang akan membuat hidupmu bahagia. Lagipula ia tidak akan hidup lama dan kau hanya mengambil semua warisan yang ditinggalkannya," ucap nyonya Widia.
"Bagaimana kelanjutan cerita ini. Apakah Linka harus menerima pengantin pria yang merupakan calon suami sepupunya ataukah ia harus kabur dari pernikahan itu?"
"Ikuti ceritanya sampai habis...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sindya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
21. Boleh Aku Memelukmu..?
Merasa mungkin ada yang penting disampaikan oleh tamunya, Linka akhirnya membuka pintu utama itu. Wajah Linka tertunduk didepan tamunya, namun tidak dengan Aslan yang menatapnya dalam.
"Boleh aku masuk Linka?" tanya Aslan yang tiba-tiba merindukan Linka.
"Silahkan....!" Linka membukakan pintu utama itu lebih lebar agar Aslan bisa masuk.
Keduanya duduk di meja makan karena sofa Linka penuh dengan banyak barang diatasnya karena belum sempat membereskannya.
"Mau minum apa, Aslan?"
"Kopi saja."
Linka beralih ke mesin kopi dan menyajikannya dengan cepat lalu duduk di depan Aslan yang terlihat sangat gugup.
"Maaf Linka...! Aku mengganggumu malam-malam seperti ini karena aku harus pulang malam ini ke Belanda," ucap Aslan sengaja menjeda kalimatnya.
"Apakah ada yang ingin kamu sampaikan kepadaku?" tanya Linka yang sebenarnya tidak nyaman dengan kehadiran Aslan saat ini karena mereka sudah bercerai.
"Ada yang harus ku katakan kepadamu. Mungkin kedengarannya tidak berguna lagi tapi, kamu harus tahu tentang kondisiku yang sebenarnya," sahut Aslan mengumpulkan keberaniannya untuk membuat Linka paham.
Linka hanya menunggu ucapan lanjutan Aslan. Walaupun ia sebenarnya sangat penasaran. Tidak mungkin Aslan yang lebih dewasa darinya dengan segudang pengalaman hidup yang dimiliki Aslan tidak mungkin menjadikan cemburu sebagai alasan perceraian diantara mereka.
"Sebenarnya aku sedang sakit bahkan sakitku ini adalah sakit permanen atau cacat secara permanen. Aku menderita difusi ereksi karena kecelakaan yang aku alami di hari kedua pernikahan kita," tutur Aslan dengan tatapan sendu.
Linka tersentak namun ia tidak ingin protes pada Aslan karena alasan mantan suaminya itu sudah cukup masuk akal baginya. Hanya saja ia menyayangkan sikap Aslan yang tidak mau jujur padanya sedari awal. Dan lebih menyakitkan lagi baginya yaitu tuduhan Aslan yang tidak mendasar dengan cemburu buta membutakan mata batinnya pria itu padanya.
Melihat sikap mantan istrinya itu hanya diam saja membuat Aslan sangat kecewa. Ia mengira Linka prihatin atas nasibnya ternyata Linka hanya bersikap biasa saja padanya.
"Maafkan aku kalau sikapku padamu keterlaluan. Apakah kamu marah atau kecewa padaku, Linka?" tanya Aslan penasaran.
"Semuanya sudah terlanjur terjadi. Apakah komentar aku penting bagimu Aslan? Kau bahkan tidak berdiskusi padaku terlebih dahulu dan menjatuhkan talak berdasarkan praduga yang ada di hatimu sendiri. Seperti katamu tadi, semuanya sudah tidak ada gunanya bagi kita.
Terimakasih, sudah menjelaskan kepadaku sebelum kamu pergi. Dengan begitu aku tidak perlu memikirkan apa dan mengapa perceraian kita terjadi," balas Linka tetap bersikap dingin pada Aslan.
"Baiklah Linka. Kalau begitu aku harus pergi. Maaf sudah mengganggumu selarut ini...!" ucap Aslan seraya menyesapkan kopinya sampai habis.
Linka mengantar Aslan sampai depan pintu utama. Entah mengapa hati Aslan begitu berat meninggalkan Linka. Ada rasa penyesalan terdalam di hatinya hingga tanpa sadar bulir bening itu menetes begitu saja dipipinya. Sebelum membuka pintu utama itu, Aslan membalikkan tubuhnya dan berkata sesuatu kepada Linka.
"Boleh aku memelukmu sekali saja Linka? sebelum aku pergi untuk selamanya dari hidupmu."
"Maaf. Kamu tidak halal lagi bagiku," ucap Linka tanpa menatap wajah Aslan karena hatinya sendiri hanya diliputi sakit yang luar biasa.
"Baiklah. Maafkan atas sikap kasar yang aku lakukan padamu. Semoga kamu bahagia suatu hari nanti dengan pria yang sangat mencintaimu," ucap Aslan membukakan pintu itu dengan cepat dan melangkah pergi sambil menahan bulir bening di kelopak matanya yang sudah menghangat.
Linka menutup pintu itu dan bersandar di pintu lalu ikut menangis. Takdir seakan tidak ingin melihatnya bahagia. Di saat seperti ini yang ia ingat adalah kedua orangtuanya.
"Mama, papa, kenapa tidak ajak Linka pergi bersama kalian? Linka sakit papa, mama. Linka tidak kuat," ucapnya sambil memeluk kedua lututnya dan menangis sesenggukan sambil membenamkan wajahnya diantara kedua lututnya dibalik pintu itu.
Sementara itu Edgar yang sedari tadi mengikuti ke mana Aslan pergi menahan geram karena sikap Aslan yang masih sangat labil dalam mengambil keputusannya.
"Sialannnn....! Kalau tidak ingat kau kakakku, akan aku hajar kau sampai mati," maki Edgar sambil memikirkan apa yang dilakukan Aslan di unit kamar apartemennya Linka selarut ini.
Walaupun hatinya sangat geram namun ia tidak mungkin menganggu Linka lagi. Ia hanya berdiri di depan unit kamar apartemennya Linka seperti satpam yang ingin memastikan Linka tetap aman.
...----------------...
Di kediaman tuan Alfiansyah, nyonya Widia terlihat ketar ketir setiap saat karena ancaman suaminya yang ingin menceraikan dirinya. Ia melihat deposito uangnya yang ia simpan tanpa sepengetahuan suaminya dan juga perhiasan yang juga ia simpan di deposito box di bank.
"Tidak sia-sia aku mengumpulkan hartaku selama ini. Akhirnya sekarang berguna juga. Daripada hidup nebeng dengan putriku yang kurangajar itu, lebih baik aku mencari rumah kecil untuk aku tinggal sendiri," gumam nyonya Widia bersiap pergi keluar untuk mendatangi developer perumahan.
"Lebih baik aku tidak memberitahu Tiara tentang rencanaku ini daripada uang dan perhiasanku di ambil olehnya. Lagipula aku sudah tahu kalau hubungan putriku dan dokter sialan itu tidak berjalan dengan baik." Memasuki mobilnya dan siap meninggalkan mansion mewah itu.
Namun sayang sekali, ketika sampai di depan pintu gerbang, satpam tidak mau membukakan pintu untuknya. Pintu pagar itu sengaja di gembok oleh satpam atas perintah tuan Alfiansyah untuk melarang istri dan putrinya menggunakan mobil milik Linka.
"Hei bodoh....! Mengapa diam di situ? Buka pintu pagarnya...!" teriak nyonya Widia dari dalam mobil seraya membuka kaca mobil lebih lebar
"Maaf nyonya. Saya hanya bisa membuka pintu kecil untuk nyonya karena tuan tidak membolehkan nyonya pergi membawa mobil manapun yang ada di rumah ini apalagi mobil ini milik nona Linka," ucap satpam itu.
"Sialan kau Alfiansyah....!" umpat nyonya Widia seraya membuka pintu mobil itu dan menutupnya dengan kasar.
"Kalau begitu, pesankan aku taksi online...!" titah nyonya Widia.
"Maaf nyonya...! Tuan bilang pada kami kalau kamu hanya boleh melayaninya saja karena dia yang menggaji kami, bukan nyonya," ucap satpam itu lagi makin membuat wajah nyonya Widia memerah hingga asap keluar dari ubun-ubun dan telinganya seperti setan yang ditentang oleh manusia beriman yang tidak tergoda oleh godaannya.
"Awas saja kamu ya...! Jika suamiku tidak jadi menceraikan aku, akan aku pastikan kau tinggalkan rumahku untuk selamanya," ancam nyonya Widia lalu melangkah pergi sambil menghubungi taksi online sendiri.
Satpam dan rekannya hanya menahan tawa melihat tingkah nyonya Widia yang sudah kehilangan pamor di depan mereka. Para satpam di rumah itu memang sudah gerah dengan nyonya Widia yang sok berkuasa di rumah itu.
Mereka sendiri adalah satpam yang bekerja di mansion mewah itu dari kedua orangtuanya Linka masih hidup. Jadi mereka sangat hafal dengan sikap Linka yang tidak pernah pamer kekayaan orangtuanya.
"Kasihan nona Linka hidup bersama dengan wanita ular itu. Padahal tanpa paman dan tantenya tinggal di rumah ini, para pelayan juga bisa mengurus nona Linka karena nona sudah dilatih mandiri sejak usianya 5 tahun," ucap satpam yang usianya sama dengan tuan Alfiansyah.
Linka hari itu tidak bisa berangkat kerja. Tubuhnya tiba-tiba sangat lemah dan juga hangat hingga ia hanya mengirim pesan kepada sekertarisnya. Sementara pagi itu, Edgar sedang menuju ke apartemen Linka karena ingin mengantar Linka bekerja.