"Perjodohan memang terlihat begitu kuno, tapi bagiku itu adalah jalan yang akan mengantarkan sebuah hubungan kepada ikatan pernikahan," ~Alya Syafira.
Perbedaaan usia tidak membuat Alya menolak untuk menerima perjodohan antara dirinya dengan salah satu anak kembar dari sepupu umminya.
Raihan adalah laki-laki tampan dan mapan, sehingga tidak memupuk kemungkinan untuk Alya menerima perjodohannya itu. Terlebih lagi, ia telah mencintai laki-laki itu semenjak tahu akan di jodohkan dengan Raihan.
Namun, siapa sangka Rayan adik dari Raihan, diam-diam juga menaruh rasa kepada Alya yang akan menjadi kakak iparnya dalam waktu dekat ini.
Bagaimana jadinya, jika Raihan kembali dari perguruan tingginya di Spanyol, dan datang untuk memenuhi janjinya menikahi Alya? Dan apa yang terjadi kepada Rayan nantinya, jika melihat wanita yang di cintainya itu menikah dengan abangnya sendiri? Yuk ikuti kisah selanjutnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lina Handayani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 : Wanita Tak Di Kenal
..."Bukan cinta yang membuat kita gila, tapi perasan kita yang membuat hati terbelenggu. Tidak ada yang tahu, cinta datang tak menentu, tapi berhasil membuat jiwa merindu."...
...~~~...
Rayan menatap kepada wanita itu dengan tatapan yang membingungkan. Sampai wanita itu menatapnya dengan tatapan mata yang terlihat penuh tanya.
"Aku tahu sesakit apa hatimu saat ini, tapi semua itu tidak pernah hilang, jika kamu tidak ingin berdamai dengan keadaan," ucap wanita itu yang baru kali ini Rayan lihat.
Sejenak Rayan terdiam, mencoba memahami ucapan dari wanita yang baru di kenalnya itu. Bahkan, pertemuan pertama mereka sungguh aneh, karena ia datang tiba-tiba.
"Kamu siapa? Kenapa datang ke sini?" tanya Rayan dengan menundukan kepalanya.
Hal itu sontak saja membuat wanita yang duduk di sampingnya itu menoleh kepada Rayan.
"Aku Raina," ucap wanita itu sembari mengulurkan tangannya berniat untuk berkenalan dengan Rayan, sembari tersenyum manis.
Rayan menatap sekilas kepada Raina dan menatap uluran tangan itu sejenak, kemudian ia kembali menatap lurus ke depan.
"Rayan," balas Rayan dengan tidak menyambut uluran tangan dari Raina dan bersikap cuek kepada wanita yang baru di temuinya itu.
Raina hanya tersenyum tipis dan kembali menurunkan tangannya, lalu menatap kepada senja yang masih terlihat indah.
Untuk beberapa saat, susana menjadi hening dan hanya angin yang menyelinap masuk ke dalam pori-pori, sehingga membuat kulit terasa begitu dingin.
Di rasa-rasa menjadi canggung, dengan Rayan yang masih tidak beranjak dari kursi itu, Raina pun mencoba untuk membuka pembicaraan.
"Eemmm ... kebetulan aku melihatmu tadi dari kejauhan. Dan aku segera menghampirimu, kerena sepertinya kamu sedang larut dalam kesedihan ya?" ucap Raina dengan menyimpulkan kondisi hati Rayan saat ini.
"Kamu tidak sepantasnya menyimpulkan tentang diriku!" balas Rayan tanpa menatap kepada wanita berambut pendek yang ada di sampingnya itu.
"Maaf ... sepertinya aku terlalu lancang bertanya seperti itu kepadamu, Ra--yan." Raina cukup malu mendenger respon dari laki-laki itu.
"Ya, memang sudah sepantasnya begitu," kata Rayan dengan memberikan batasan kepada orang-orang yang terlalu banyak mencampuri urusan pribadinya.
Raina pun terdiam begitu Rayan menegurnya dengan kata-kata yang sekiranya tidak menyakiti lawan bicaranya itu.
"Kamu seorang fotografer ya? Aku lihat sepertinya kamu cukup berbakat dalam fasionmu itu," kata Raina yang terlihat begitu mengusahakan diri untuk membangkitkan komunikasi di antara keduanya.
"Ya, seperti yang kamu lihat saja," balas Rayan yang jauh dari pikiran seorang Raina.
"Iya juga sih," balasnya dengan senyuman yang hampir pudar.
Wajahnya sedikit masam, begitu Rayan meresponnya dingin. Bahkan, terkesan mematikan topik pembicaraan yang sudah susah payah dia bangun.
"Sumpah, ini cowok dingin banget deh," ucap Raina di dalam hatinya yang sulit untuk mendekati Rayan.
"Oh ya, kapan-kapan aku bisa kan' order kamu buat pemotretan aku minggu depan?" tanya Raina dengan mencoba berbicara soal perkejaan kepada Rayan, setidaknya bisa membuat Rayan merespon dirinya.
"Tentu bisa," jawab Rayan dengan begitu singkat.
Raina pun bergegas mengeluarkan ponselnya dari dalam tas yang di kenakannya, lalu menyodorkannya kepada Rayan.
"Ini masukan kontrak nomor ponselmu," ucap Raina dengan menyerahkan ponselnya kepada Rayan.
Rayan menatap sekilas kepada Raina dan ponsel yang di serahkan kepadanya itu. "Untuk apa?" tanyanya dengan sedikit keheranan.
"Ya ... buat pekerjaan, sesekali aku bisa menggunakan jasamu," jawab Raina yang di tatap oleh Rayan dengan tatapan berbeda.
"Oh," balas Rayan dan meraih ponsel wanita itu, lalu menulis deretan angka yang bisa Raina hubungi untuk masalah pekerjaan.
Senyuman langsung terukir indah terllihat dari wajah Raina begitu Rayan menuliskan nomornya ke dalam ponselnya.
"Nih, nomornya sudah aku simpan di ponselmu," kata Rayan dengan mengembalikan ponsel miik perempuan itu.
"Iya, terimakasih Rayan. Nanti aku hubungi kamu," ucap Raina dengan menerima ponselnya dan begitu gembira.
"Sama-sama," balas Rayan dengan menganggukan kepalanya.
Dan tidak jauh dari sana, Reno memangil Rayan dari kejauhan. "Bos Rayan! Kembalilah, semua sudah selesai," panggil Reno dari kejauhan.
Sontak saja hal itu membuat Rayan menoleh ke belakang dan menatap kepada pegawainya yang menangani perkerjaannya untuk sementara.
"Oke, aku ke sana," balas Rayan yang langsung beranjak dari kursinya dan meninggalkan Raina begitu saja.
"Eh Rayan, kok aku di tinggal?" tanya Raina begitu matanya melihat Rayan yang berlalu pergi meninggalkannya sendiri.
Rayan tidak menjawab, ia fokus berjalan ke depan sana, dan menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
Raina yang melihat itu hanya mendecak sebal, lalu berjalan menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari tempat pemotretan Rayan. Dan dengan tersenyum penuh kemenangan, ia pun masuk ke dalam mobil, sembari membuka kaca mobilnya, dengan diam-diam memperhatikan Rayan dari kejauhan.
"Laki-laki itu cukup menarik," ucap Raina dengan senyuman manis yang terlukis di kedua sudut bibirnya.
Terlihat dari tempat pemotretan, Rayan tengah membereskan semua alat-alat yang telah di gunakan untuk foto prewedding, dan memasukannya ke dalam kantong, lalu menyimpannya di bagasi mobil, dengan mobil yang di bawa oleh pegawainya itu dan tersedia di studio foto, dan di gunakan untuk setiap ada job.
Tanpa melihat diri yang menjadi pemilik studio foto itu, Rayan tetap membantu pegawainya untuk membereskan semua alat yang masih tertinggal di sana. Dan klien asal Inggris itu tengah beristirahat di kursi yang bisa langsung menatap kepada senja tidak jauh dari sana.
Sampai malam menyapa dan matahari sudah benar-benar tenggelam, dengan menyisakan malam dan bulan yang telah terlihat.
Rayan dan yang lainnya telah selesai membereskan semuanya. Dan klien asal Inggris itu menghampiri Rayan untuk mengucapkan terimakasih.
"Thank you, your photoshoot is very good," puji wanita asal Inggris itu dengan menggunakan bahasa Inggris yang memesan jasa studio foto milik Rayan untuk foto preweddingnya.
"Terima kasih, pemotretanmu sangat bagus."
"I am very happy, if Miss likes the results of the photo shoot," balas Rayan dengan menanggapinya oleh senyuman.
"Saya sangat senang, jika Nona suka dengan hasil pemotretannya."
"I will likely order your services again," ucap Bu Luna yang memesan jasanya itu.
"Kemungkinan saya akan memesan jasamu lagi."
"Yes, of course. I will wait for it," sahut Rayan dengan begitu senang.
"Ya, tentu saja. Saya akan menunggunya."
Keduanya pun saling berjabat tangan begitu pemotretan selesai. Dan klien asal Inggris itu sangat begitu menyukai hasil dari pemotretan Rayan.
Pada akhirnya klien itu pulang ke hotel yang di sewanya sementara di Indonesia, sedangkan Rayan langsung manaiki motor untuk pulang ke rumah kedua orangtuanya, dan mobil di bawa oleh Reno untuk di simpan di garasi stadio foto miliknya.
.
.
.