Masa remaja, masa yang penuh akan rasa penasaran, rasa ingin mencoba dan juga rasa yang sulit dimengerti bernama Cinta.
Ini adalah kisah Cinta enam orang remaja SMA, dengan segala problematika mereka yang beragam rasanya.
Pahit, asam dan manis seperti rasa Jeruk, Blueberry dan juga Cherry.
Yuk ikuti keseruan cerita mereka di sini. 🐢
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Writle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Yang Baru?
...🍒🍒🍒...
Ara’s Point of View
“Selamat pagi Yukiko.” Pagi itu Ayah menyapaku dengan senyuman lebar di wajahnya. Sepertinya Syamsyi sudah melakukan apa yang ku minta, cepat juga ya prosesnya.
“Pagi Otou-sama” balasku mencoba tersenyum juga.
Ayah merentangkan tangan mengundangku masuk ke pelukannya, sebenarnya aku masih skeptis dengan sikapnya, tapi tidak ada gunanya marah terlalu lama.
Aku menyambut tangan terbuka itu, kupeluk Ayahku, hangat yang familiar itu buatku menitikkan air mata, kalau boleh jujur aku serindu itu ternyata. Karena seburuk-buruknya orang tua, tetap mereka yang berjasa atas kelahiran kita ke dunia.
Ayah melepas pelukannya, ibu jarinya mengusap bekas air mata di pipiku, “Maaf” Katanya. “Otou-sama janji, hal-hal seperti kemarin tidak akan terjadi lagi.” Tambahnya lagi sambil mengelus rambutku.
“Pagi Cherry milk.” Kali ini mama yang menyapa dengan senyumnya, senyum hangat yang juga kurindukan keberadaannya.
“Pagi, ma.” Aku mendekat kepadanya, segera kupeluk sosok yang telah melahirkanku ke dunia, “Ara minta maaf ma.” Kataku pelan.
“Hei, harusnya mama yang minta maaf, kita mulai semuanya dari awal ya.” Katanya mengelus-elus punggung dan kepalaku.
“Iya Ma.” Aku melepas pelukan itu, lalu kami kembali sarapan bersama, layaknya sebuah keluarga bahagia, seperti sebelum-sebelumnya.
Ayah berkata kalau dia telah melunasi pinjamannya maka sertifikat rumah kami tidak digadaikan lagi. Ia juga berkata kalau dia berhasil dipromosikan untuk segera naik jabatan.
Begitu juga dengan Mama, mama juga bercerita kalau ia diterima bekerja di tempat les bahasa, ia akan mulai jadi tenaga pengajar bahasa jepang di sana.
Syukurlah kondisi keluargaku membaik, aku ikut bahagia kalau mereka juga bahagia, walau sebenarnya rasa sakit hati dan pemikiran bahwa aku hanyalah anak yang tidak diinginkan itu masih ada. Tapi biarlah itu menjadi urusanku saja.
Terlalu larut dengan kebahagiaan yang baru dapat kurasakan lagi, aku sampai lupa dengan kesepakatan yang telah kusetujui.
Jujur aku merasa kotor dan tercela, aku tidak menyangka kalau hal itu yang Syamsyi minta, tapi menurutku itu masih tak seberapa, karena berkat itu aku bisa melihat ayah dan mamaku kembali tertawa bersama.
... 🍒🍒🍒...
“Ohayou Yuki chan.” Sapa Yuri yang ternyata sudah ada di dalam bus pagi itu.
“Selamat pagi Yuri chan.” Balasku lalu duduk di sampingnya.
Gadis penyuka hal-hal berbau jejepangan itu tampak ceria dan banyak bicara seperti biasanya, tapi aku melihat ada sesuatu disudut bibirnya, dan kalau diperhatikan pipinya agak lebam juga, tapi nampaknya ia sembunyikan dengan concealer.
“Yuri, bibir kamu kenapa?” tanyaku khawatir
“Eh? Ini? Watashi habis jatuh kemarin hehe.” Jawabnya cengengesan, sebenarnya aku tahu dia berbohong, tapi aku juga tidak mau memaksanya untuk cerita.
“Lain kali hati-hati.” Balasku Akhirnya.
Kami telah sampai di depan gerbang sekolah seperti biasa pak Yudi satpam sekolah itu selalu menyapa Yuri, bahkan kali ini Yuri tampak memberikan roti untuk pak Yudi.
Saat aku masih menunggu mereka yang tengah mengobrol berdua, seseorang menarik tanganku tiba-tiba, saat aku menolehkan kepala orang itu ternyata Syamsyi. “Ikut gue!” perintahnya.
Tanpa sempat izin pergi pada Yuri, Syamsyi keburu menarikku pergi dari gerbang depan, ia membawaku ke ruang kesehatan.
Tidak ada siapa-siapa di sana, dia mendudukkanku di salah satu ranjang lalu menutup tirai di sekeliling ranjang itu. Memerangkap tubuhku di kanan dan kiri dengan kedua tangannya.
“Jangan bilang lo lupa kesepakatannya.” Katanya dengan tatapan tajam yang menyeramkan.
Aku merasa itu tidak terlihat seperti dia yang biasanya, karena walaupun wajahnya datar tapi biasanya matanya tak pernah menatapku setajam ini, manik emerald itu biasanya lembut terkadang menunjukkan raut khawatir.
Namun aku paham kenapa dia jadi begini, mungkin dia kecewa dan berpikir kalau aku hanya memanfaatkan uangnya saja.
“Nggak kok, aku nggak lupa.” Balasku
“Yaudah ayo mulai.” Katanya.
Aku menarik tengkuknya lalu menempelkan bibir kita berdua, setelah itu melepasnya. Tapi lelaki di hadapanku itu malah mengerutkan alisnya.
“Gitu doang?” Tanyanya
“Iya, terus giman- Hmmph.”
Ia kembali mempertemukan bibir kami berdua tanpa membiarkanku menyelesaikan ucapanku terlebih dahulu.
Silakan panggil aku perempuan gila atau hantu berkepala (🐢malah nyanyi).
Kalian juga boleh menilaiku murahan atau bahkan menjijikkan, karena sekarang rasanya aku mulai terbiasa dengan ciuman, bahkan mungkin aku ikut ketagihan, manisnya selalu sama tapi kenapa aku tak kunjung merasa bosan.
Entah karena aku yang mudah terlena atau mungkin karena Syamsyi yang pandai melakukannya, yang jelas aku suka. Aku suka cara dia menciumku, pergerakannya yang lembut tak menuntut, sesapan pelan yang membuat perut seperti terisi kupu-kupu yang beterbangan.
*Ding, ding, dong! (Seperti suara pengumuman di pusat perbelanjaan)
“Diberitahukan pada seluruh siswa-siswi untuk berkumpul di lapangan sebelum memulai jam pelajaran.”
*Ding, ding, dong!
“Sekali lagi, Diberitahukan pada seluruh siswa-siswi untuk berkumpul di lapangan sebelum memulai jam pelajaran. Terimakasih.”
Suara guru BK dari pengeras suara itu membuat Syamsyi melepas ciumannya.
“Thank’s” Dia masih menatap ke arah bibirku, entahlah mungkin masih mau? “Besok lagi.” Tambahnya, lalu pergi begitu saja. Aku diam sejenak agar tidak ada yang curiga kami keluar dari ruangan ini bersama.
Aku sampai di lapangan dan berbaris di barisan kelasku yaitu X MIPA 2, kutepuk pundak Yuri yang celingak-celinguk di sana. “Yuki chan, habis darimana?” tanyanya seolah lega saat melihatku
“Ah maaf tadi aku mau ke toilet.” Bohongku sambil menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
“Hmm.” Yuri mengangguk-angguk mengerti.
“Saya ingin memberitahukan bahwa mulai hari senin, sekolah kita akan menggunakan sistem belajar Full day school.” Ucap Pak Fahmi setelah barisan rapi.
Para siswa dan siswi mulai saling berbisik, pro dan kontra terjadi di antara mereka, tetapi keputusan sekolah sudah sah tidak bisa dibantah.
“Jadwal baru akan dibagikan di hari minggu.” Kata guru Bimbingan konseling tesebut. Barisan pun dibubarkan dan para siswa-siswi kembali masuk ke kelas masing-masing, termasuk aku dan Yuri.
“Kalau pulangnya sore pukul 6, sudah tidak ada Bus lagi.” Keluh Yuri, saat kami telah duduk di bangku kelas.
Benar juga, bus terakhir lewat pukul 5 sore, ada bus lagi sekitar pukul 8 malam. Yuri sebenarnya bisa saja minta dijemput oleh sopirnya tapi ia lebih merasa bebas jika pulang sendiri saja, karena tidak merasa diawasi katanya.
Aku sebenarnya ingin menawarkan bantuan pada Yuri, namun aku baru ingat kalau aku juga naik motor dengan Otou-sama tidak mungkin kita bonceng tiga.
“Terpaksa deh, minta jemput Daddy.” Kata Yuri.
Memperhatikan luka di sudut bibirnya dan juga lebam di pipi gadis ini, membuatku berpikir kalau Daddynya Yuri adalah penyebab semua ini. Hal itu juga yang membuat Yuri seolah takut pada Daddy nya, tapi semoga saja itu hanya firasat burukku saja.
...♡🍊🫐🍒♡...