Farrah, gadis desa yang lugu, berhasil menaklukkan hati seorang Mafia kejam bernama Martin.
Kisah cinta mereka berawal ketika Martin tidak sengaja melihat Farrah menangis histeris di bandara, ia dipaksa ikut dengan seorang pria paruh baya sebagai ganti hutang ayahnya yang tidak bisa dibayar.
Meskipun saling mencintai, namun masalah besar yang dihadapi oleh Martin menjadi kendala dalam hubungan mereka.
Baca selengkapnya di novel ini >>>>>
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jasmoone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji yang pernah kuragukan
Pesan itu berisi photo Martin, lelaki yang selama ini ia cintai sepenuh hati sedang dipeluk oleh seorang gadis di halaman sebuah rumah.
Gadis itu terlihat menangis, ia tampak memeluk erat Martin seolah enggan melepaskannya.
Wajah Martin terlihat tenang, seakan tak ada yang salah. Tapi bagi Farrah, foto itu adalah hantaman paling menyakitkan.
Gadis itu menangis memeluk Martin seolah ia memiliki perasaan yang dalam pada Martin.
Tak lama kemudian, kalimat menyusul dalam pesan yang sama.
"Itu lelaki yang sangat kau cintai, Nona? Bodohnya, kau juga mengira dia mencintaimu. Tapi lihatlah kenyataan ini, Nona, dia bahkan bersama wanita lain."
Farrah tidak membalas, dadanya terasa sesak seperti dipukul dari dalam, napasnya terasa pendek.
Foto Martin bersama wanita lain itu seperti pisau yang menyayat tanpa ampun.
Luka itu semakin dalam karena satu hal, ia sedang mengandung benih dari kekasihnya itu.
Kondisinya yang labil membuat suasana hati mudah berubah, tangis pun tak bisa ia bendung lagi.
Perlahan ia bangkit dari tempat tidur, dengan langkah yang sempoyongan Farrah pun menuju kamar mandi.
Di sana, di hadapan cermin, ia menatap dirinya sendiri. Wajah pucat, mata sembab, tubuhnya sedikit membungkuk seperti menanggung beban tak kasat mata.
"Martin.." bisiknya lirih, hampir seperti rintihan.
"Ternyata benar yang dikatakan teman-temanmu waktu itu. Kau punya banyak wanita. Dan bodohnya aku mempercayaimu dan menyerahkan segalanya kepada lelaki brengsek sepertimu!."
Mata Farrah berkilat, bukan karena marah semata, tapi karena rasa hancur yang tak mampu ia teriakkan.
Ia rela melakukan apa saja agar Martin tetap hidup, bahkan ia rela menjalani drama sebagai istri bohongan dari pria lain demi menyelamatkan kekasihnya itu.
Ucapan pria yang menculiknya waktu itu kembali terngiang jelas dalam kepalanya.
"Ikuti saja perintahku kalau kau ingin Martin tetap hidup."
Dan ia pun menuruti semuanya . Ia hidup sebagai istri bohongan dari pria bernama Anton, semua demi cinta yang kini malah menikamnya dari belakang.
...***...
Sejak hari itu, Farrah mulai mencoba melepaskan segala sesuatu tentang Martin dari ingatannya.
Namun ternyata tak semudah itu. Cinta yang sudah melekat di hatinya tidak bisa dilepas begitu saja.
Upayanya untuk melupakan Martin berdampak buruk pada kesehatannya.
Kesehatannya menurun, tubuhnya mulai melemah, pikirannya terganggu, dan tangis pun sering menjadi teman tidur.
Perubahan Farrah itu pun tertangkap oleh Anton, Pria yang menjadi pasangan palsunya itu perlahan menyadari bahwa ada sesuatu yang berbeda pada Farrah.
Anton yang sejak tadi berada di luar kamar, akhirnya memberanikan diri untuk masuk.
Suara isakan halus dari dalam cukup membuat hatinya tergerak, ia melangkah pelan, menghampiri Farrah yang masih terduduk lemas di sisi ranjang.
Dengan ekspresi prihatin, Anton bertanya, "Ada apa, Mbak? Mbak kayak habis nangis, ya?"
Farrah mendongak. Wajahnya sembab, mata memerah, namun tak lagi bisa menyembunyikan kepedihannya.
Tanpa mencoba menutupi apa pun, ia menghembuskan napas berat dan mulai bercerita.
"Ternyata aku memang bodoh selama ini, Anton. Lelaki yang kuanggap mencintaiku, yang kuperjuangkan selama ini, ternyata mengkhianatiku." Ujar Farrah sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya.
Anton mengernyit. "Memangnya ada apa, Mbak? Mbak bubaran sama dia?" tanya Anton serius.
Farrah meraih ponselnya dengan tangan gemetar, lalu menunjukkan foto itu pada Anton.
"Lihat ini! Bisa-bisanya dia pelukan sama gadis lain, sementara aku di sini sedang berjuang mengandung anaknya!." Ratap Farrah sedih.
Tatapan Farrah kosong,tapi dalam kekosongan itu, ada nyala kemarahan yang perlahan muncul.
Ia menatap perutnya yang sudah membuncit itu, dan tampak seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Jadi benar apa yang kupikirkan selama ini, kau sengaja tidak kembali ke vila waktu itu karena tak mau bertanggung jawab atas anak ini, Martin!!!." Gumam Farrah dalam hati.
Anton terdiam sejenak, lalu menunduk, menahan sesuatu yang sulit dijelaskan. Ia kemudian mendekat dan duduk di ujung ranjang, mencoba tetap tenang.
"Mbak Farrah, sebaiknya mbak jangan langsung percaya begitu aja, siapa tahu fotonya cuma editan. " Ujar Anton dengan nada hati-hati.
Farrah tak menjawab, kata-kata Anton mengalir, tapi hatinya sudah lebih dulu membeku. Hatinya ingin percaya, tapi pikirannya terus menolak.
Tanpa banyak bicara, Anton bangkit dan keluar kamar. Ia turun ke dapur dan membuatkan segelas minuman hangat untuk Farrah.
Melihat Farrah seperti itu, hatinya menjadi tak tenang meskipun hubungan mereka hanya sebatas hubungan semu.
...***...
Saat Anton kembali dan memberikan minuman itu, ponsel Farrah kembali berbunyi, sebuah pesan baru pun diterima.
" Nona, buka mata hatimu, Nona. Masih banyak lelaki di luar sana yang pantas untuk dicintai. " Tulis lelaki itu.
Farrah membaca pesan itu dengan tangan bergetar. Pesan dari pria yang dulu menculiknya itu hingga saat ini terus membisikkan racun ke telinganya.
Kata-kata itu terdengar seperti hasutan, namun juga seperti kebenaran yang menampar.
Ia memejamkan mata untuk pertama kalinya sejak semua ini dimulai, Farrah merasa mungkin inilah saatnya membuka mata hatinya.
Farrah benar-benar, ingin melupakan Martin. Ia beberapa kali meminta tips pada Anton bagaimana agar ia bisa cepat moveon dari Martin.
Namun Anton tidak setuju dengan tindakan yang dilakukan oleh Farrah itu, Anton mengatakan pada Farrah untuk tidak mudah terpengaruh oleh berita yang belum pasti kebenarannya.
" Menurut aku mbak enggak boleh gegabah dalam bertindak, pastikan dulu kebenarannya baru simpulkan. " Ujar Anton dengan nada serius.
" Kebenaran apa lagi, Anton. Selain photo itu, dulu waktu di video call, teman-temannya pernah seperti keceplosan , secara tidak langsung mereka mengatakan bahwa Martin itu punya banyak cewek. " Papar Farrah terisak-isak.
"Pokoknya Mbak tunggu saja dulu, Kalau dalam setahun ini pacar mbak tidak mencari Mbak, maka Mbak berhak memilih jalan sendiri.” Tutur Anton lembut.
Kata-kata itu bukan sekadar saran, tapi semacam tali pengikat harapan terakhir.
Anton tahu, Farrah sedang berada di ambang putus asa. Tapi ia tidak ingin wanita itu menyerah begitu saja.
Usahanya selama ini untuk menjaga hati Farrah agar tetap kuat akhirnya membuahkan hasil.
Setelah lama diam, Farrah akhirnya mengangguk pelan. Ia memutuskan untuk mengikuti saran Anton.
...***...
Hari-hari setelah itu terasa lebih ringan, Farrah mulai bangkit, senyumnya perlahan kembali, meski belum sepenuhnya utuh.
Ia dan Anton kembali menjalani kehidupan palsu mereka sebagai pasangan pura-pura dengan lebih tenang.
Meski mereka tidur di kamar yang sama, Anton tak pernah sekali pun bersikap tidak pantas.
Ia menjaga jarak, namun juga menjaga Farrah, ia sangat peduli pada istri bohongannya itu lebih dari sekadar pura-pura.
Namun ketenangan itu tidak bertahan lama.
Suatu hari, datang seseorang melamar menjadi pekerja di rumah besar itu, lalu esoknya, datang lagi beberapa orang yang lain.
Dalam beberapa hari, delapan orang telah melamar untuk bekerja di sana. Tapi mereka tidak datang bersamaan.
Karena rumah itu memang sedang butuh banyak pekerja, semua kandidat yang melamar itu pun diterima.
Pada awalnya, semuanya berjalan baik, para pekerja terlihat rajin dan sopan tapi perlahan, gelagat aneh mulai tercium dari salah satu di antara mereka.
Ia tampak terlalu sering mengamati seperti sedang menyelidiki sesuatu. Tapi karena tak ada bukti konkret, Farrah dan Anton tidak bisa berbuat apa-apa.
Sampai suatu hari, kamera CCTV menangkapnya. Salah satu dari mereka membuntuti Farran yang sedang berjalan ke arah dapur.
Tatapan pekerja itu mencurigakan seolah berniat buruk.
Anton yang kebetulan sedang melihat kejadian itu di monitor, langsung bertindak.
Pekerja itu dipanggil dan diinterogasi di ruang tamu. Wajahnya tampak tenang, tidak menujukan rasa takut sama sekali.
Namun karena khawatir tidak akan punya kesempatan lagi menemui Farrah setelah ini, mereka pun menjelaskan semuanya pada Farrah.
Mereka mengaku bahwa mereka adalah teman-temannya Martin yang sedang menyamar untuk mencari Farrah.
Farrah tampak tercekat.
Untuk sesaat, dunia Farrah seakan berhenti, matanya membesar, dadanya bergemuruh.
" Jadi selama ini Martin tidak meninggalkanku? " Gumamnya dalam hati.
Hatinya sempat melonjak, namun segera dijatuhkan oleh kalimat lelaki yang dulu menculiknya yang kembali terngiang di telinganya.
" jauhi Martin, dan kau harus berpura-pura menjadi istri pria ini dan ingat, jangan pernah kembali pada Martin, kalau kau ingin Martin tetap hidup, !!!. "
Peringatan itu bukan sekadar gertakan. Ia tahu, orang-orang seperti lelaki itu tega melakukan apa pun.
Air mata Farrah jatuh tanpa ia sadari. Bukan karena bahagia. Tapi karena dilema yang menyayat, antara cinta lamanya yang tulus, dan janji yang mengikatnya dalam kebohongan demi melindungi kekasihnya itu.
Semangatnya yang sempat menyala... kini kembali padam.
meskipun sudah dilaporkan ke polisi, namun para pekerja itu tidak berhasil di usir karena suatu hal....
Begitu Farrah mengisahkan kehidupannya sejak Martin tidak kembali ke villa hari itu dan kenapa ia berada di rumah mewah itu hinnga saat ini.
Martin tampak merasa bersalah karena sudah menyerang Anton dengan brutal, ia pun kemudian meminta maaf pada Anton dan menjelaskan semuanya.
Saat tengah bebicara dengan Anton, teriakan seseorang minta tolong pun menghentikan mereka....
Tak lama kemudian, mbak Ning keluar dengan wajahnya tampak pucat dan gugup seolah menyembunyikan sesuatu...
" Ada apa mbak Ning?, itu suara siapa?" tanya Farrah dengan wajah tampak cemas.
Alih-alih menjawab, mbak Ning justru langsung membalikkan badan lalu pergi seperti ketakutan....
mari saling dukung
dan semangat menulis 💪