April terpaksa bekerja lagi setelah melahirkan dan kehilangan anaknya. Eric mengusir dan menceraikannya.
April menjadi menerima tawaran menjadi baby sister di sebuah rumah mewah milik CEO bernama Dave Rizqy. Dave sendiri baru saja kehilangan istrinya karena kehilangan banyak darah setelah melahirkan.
April mendapati bayi milik Dave sangat mirip dengan bayinya yang telah tiada. April seketika jatuh cinta dengan bayi tersebut dan menganggap sebagai obat dari lukanya.
Saat bayi milik Dave menangis,
April tidak tega lalu ia menyusui bayi itu.
Siapa sangka dari kejadian itu, mengubah hidup April menjadi ibu susu anak CEO.
Lalu bagaimana dengan perasaan Dave sendiri apakah ia akan menikahi April yang merupakan bekas dari orang lain ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3
April tak berhenti menangis di pusara bayi yang baru saja ia lahirkan. Gundukan tanah yang masih basah itu tak lepas dari tatapannya. Hingga suara lelaki membuatnya harus segera beranjak dari sana.
"April, hari mulai panas. Sampai kapan kamu akan di situ terus ? Cepatlah!" teriak Eric yang sudah tak sabar pergi dari pemakaman itu dan ingin segera menghamburkan uangnya.
"Eric, cepat !" teriak sang Ibu di samping pintu pagar. Ia pun juga sama halnya dengan Eric, tidak sabar ingin berbelanja ini itu.
April menyeka air matanya cepat, "Iya," sahutnya kemudian dan dengan terpaksa bangkit lalu mengikuti langkah suaminya.
April memijat dadanya yang terasa sakit akibat pasokan ASI yang menumpuk yang seharusnya sudah diberikan pada bayinya. "Sakit," keluhnya lirih.
"Kenapa ?" tegur Eric yang awalnya tadi cuek.
"Payudara ku terasa sakit dan menegang." Seketika itu ia merasakan dadanya basah akibat ASI yang merembes keluar.
Eric tak menanggapi lebih. Ia hanya bergumam.
Setibanya di sebuah rumah yang kecil dan sederhana, April hendak masuk ke dalam kamar. Terlalu lama menangis dan sedih membuatnya lelah, ia ingin istirahat sebentar.
"E, e, e ! Kamu mau kemana?" hadang wanita tua bernama lengkap Laura Rieka Boru.
April memasang wajah memelas, "Aku beristirahat, Bu." akunya dan hendak membuka pintu kamar.
"Enak saja kamu mau bersantai, aku dan Eric sudah lelah mengurus pemakaman bayimu sejak pagi tadi ! Cepat, siapkan makanan untuk kami !" hardik Rieka.
Eric datang bukan malah membela istrinya. " Layani Ibuku, April. Jadi istri jangan manja !"
April terperangah mendengar ucapan suaminya, "Aku baru saja berduka. Tidakkah kalian membiarkanku untuk berkabung sebentar?"
Mendengar ucapan April seperti itu membuat Rieka marah. "Bukankah meninggalnya cucuku itu kerena kecerobohan dan kebodohan mu ! Jangan banyak alasan, siapkan makanan untuk kami !"
Tidak membela diri saja sudah disalahkan apalagi membenarkan diri ? Lantas April mengikuti kemauan mereka. Dia menuju dapur lalu mulai memasak.
30 menit kemudian, hidangan tersaji di atas meja. Jangankan mau makan, melihat makanan saja April tak berselera. Lalu ia hendak memasuki kamarnya. Dilihatnya suami dan ibu mertua sedang cekikikan entah apa yang sedang mereka bahas. Bukannya berduka mereka malah terlihat senang.
"Eric, Ibu. Makanan sudah siap. Ada lagi yang bisa aku lakukan sebelum aku masuk ke dalam kamar ?" suara April yang tiba - tiba itu mengejutkan keduanya.
"Tidak ada. Kamu boleh pergi. Cepat masuk !" ucap Eric lalu ia disusul ibunya menuju meja makan.
April pun masuk ke dalam kamar.
"Eric, Ibu mau motor baru. Jadi, ketika ibu akan pergi tidak perlu kamu repot - repot mengantar Ibu." usul Rieka.
"Itu tidak jadi masalah. Besok kita pergi ke dealer. Ibu mau motor warna apa ?" ucap Eric dengan santainya.
"Warna merah saja, sepertinya lebih menyala. Kamu mau beli apa, Eric ?"
"Aku mau beli rumah yang sedikit lebih besar dari rumah ini."
"Memangnya uangnya cukup ?"
"Cukuplah."
" Jika kurang, kita minta April untuk melunasinya. Dia kan hanya menumpang. Wanita itu tidak bisa diandalkan. Coba, kamu suruh dia untuk bekerja. Karena sudah tidak ada lagi penghalang yang membebaninya." Rieka tak ingin melihat April menikmati hasil jerih payah mereka dari menjual bayi.
"Itu ide bagus, Bu. Ayo, kita makan dulu. Kita bicarakan nanti."
.
Sementara itu di rumah Dave.
Dave bangun tidur langsung membersihkan diri, ia tidak sabar ingin melihat putra kecilnya di kamar bayi.
"Hallo, David ! Papa datang untukmu." Dave hendak menggendong bayi mungil itu yang agaknya mulai menangis.
Dave melihat wajah lain dari putra nya. Ia mengurungkan niatnya untuk menggendong bayi itu.
"Bayi siapa ini ? Ini bukan bayiku." Dave menjadi panik. Bersamaan dengan itu pula bayi itu menangis.
"Ibu ! Ibu ! Lihatlah, ada yang berbeda dengan David." pekik Dave sembari berjalan keluar kamar.
Sania yang baru akan keluar kamar terkejut dengan teriakan Dave. Begitu pula dengan Laurent. Laurent seketika memucat wajahnya bak mayat hidup mendengar teriakan kakak iparnya. Lantas ia bergegas keluar kamarnya.
"Dave, ada apa ?" tanya Sania dengan lembut dan menyiapkan segala jawaban atas kecemasan dari menantunya itu.
"Ibu, wajah bayi ku berubah. Itu bukan seperti bayiku." ucap Dave begitu melihat Sania ke luar kamar.
Laurent melihat kakak ipar dan ibunya. Ia segera menuju kamar bayi karena tangisannya yang melengking. Laurent tahu bayi itu pasti sedang haus. Ia segera membuatkan susu formula.
"Tenang David, Tante datang dengan membawa susu kesukaanmu." Laurent mengambil bayi itu dan mulai menyodorkan dot ke dalam mulutnya.
Karena itu bukan baby David yang asli, bayi itu menolak susu formula. Ia ingin ASI langsung. Bayi itu menangis lagi. Laurent bertambah rasa paniknya jika sampai ketahuan oleh Dave.
Sania menuju kamar bayi diikuti Dave.
"Dave, wajah bayi memang selalu berubah - ubah. Ini hal lazim yang tidak perlu kamu resahkan." tutur Sania mencoba mengelabui agar tidak curiga. Jika Dave tahu bahwa bayinya telah meninggal dan ditukar, tidak hanya harta Sania yang menghilang bahkan nyawanya juga. Sania mendatangi Laurent yang berusaha memberikan susu formula.
Dave terdiam menyelami ucapan mertuanya. Ia tidak terlalu tahu mengenai banyak hal tentang bayi.
"Ibu, bayi ini tidak mau minum susu formula. Bagaimana ini ?" bisik Laurent begitu Sania mendekat.
"Terus paksa dia."
Dave mendekat, "Ada apa, mengapa masih menangis juga ?" Agaknya Dave tidak mempermasalahkan wajah bayinya lagi. Ia termakan omongan ibu mertuanya.
"Mungkin popoknya basah, aku akan menggantinya." kilah Laurent.
"Mandi sekalian, Ibu akan siapkan air hangat." Sania bergegas menyisipkan bak mandi dan air panas.
Laurent melepas pakaian dan popok bayi. Benar dugaannya, popoknya sudah penuh dan basah.
Laurent terlihat handal sekali mengurus bayi. Ia terpaksa melakukan itu untuk mengambil simpati hati sang kakak ipar. Laurent sebelum datang ke rumah Dave, ia sibuk sebagai seorang dosen di sebuah universitas swasta di kota Denmark. Karena desakan sang ibu, Laurent mempelajari secara otodidak bagaimana mengurus bayi.
Sejujurnya, Dave tertarik juga dengan kepribadian Laurent yang keibuan dan ramah itu. Tapi belum ada niatan sedikit pun baginya untuk menikah lagi.
Dave merasa sangat beruntung memiliki keluarga lain yang begitu peduli padanya. Ia pikir setelah kematian istrinya, ia akan kerepotan seorang diri mengurus bayi. Pernah juga Dave berkeinginan menyewa jasa baby sister untuk mengurus bayinya, tapi kedatangan Sania dan Laurent mengubah pemikirannya.
Usai dimandikan, bayi pengganti baby David itu belum juga berhenti menangis malah semakin kencang tangisannya sehingga menyita perhatian Dave lagi.
"Apa David sakit ?" tanya Dave cemas.
Laurent memeriksa keadaan kening bayi itu. Tidak ada gejala demam. "Tidak, mungkin dia lapar. Aku akan mengambilkan susu untuknya."
Laurent datang dengan sebotol susu. Baby David menolak lagi susu itu.
"Mengapa David menolak minum susu formula ? Atau mungkin telah terjadi sesuatu dengan mulutnya. Kita bawa saja ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan."
"Gawat !" jerit Laurent dalam diam.