Desa Semilir dan sekitarnya yang awalnya tenang kini berubah mencekam setelah satu persatu warganya meninggal secara misterius, yakni mereka kehabisan darah, tubuh mengering dan keriput. Tidak cukup sampai di situ, sejak kematian korban pertama, desa tersebut terus-menerus mengalami teror yang menakutkan.
Sekalipun perangkat desa setempat dan para warga telah berusaha semampu mereka untuk menghentikan peristiwa mencekam itu, korban jiwa masih saja berjatuhan dan teror terus berlanjut.
Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah pelaku pembunuhannya? Apakah motifnya? Dan bagaimanakah cara menghentikan semua peristiwa menakutkan itu? Ikuti kisahnya di sini...
Ingat! Ini hanyalah karangan fiksi belaka, mohon bijak dalam berkomentar 🙏
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepenggal Masa Kelam Satrio
Setelah mengetahui peristiwa kelam yang menimpa kedua orang tuanya puluhan tahun yang lalu, Satrio jadi suka duduk termenung sendirian. Dia merasa Tuhan dan dunia ini sangat tidak adil untuknya dan kedua orang tuanya.
Dalam kedukaannya, ingatannya kembali ke masa lalu saat dia kabur dari Desa Glagah sebab takut ikutan dihakimi oleh para warga.
*
Flasback on
Seperti biasa, setiap ada liburan sekolah, Satrio akan membantu kedua orang tuanya mencari uang dengan bekerja di rumah Pak Wijoyo, si Bapak Kepala Desa, yang kala itu adalah orang terkaya di Desa Glagah.
Jika tidak disuruh ngarit, bocah laki-laki yang saat itu masih berumur 13 tahun, diberi tugas untuk membersihkan kandang kambing atau angon di area hutan.
Siang itu, ketika Satrio baru kembali dari ngarit di keranjang rumput yang ke 3, perasaannya campur aduk di saat dari kejauhan dia melihat kedua orang tuanya diarak oleh para warga dari depan rumah Pak Wijoyo sambil dicaci maki dengan berbagai kata-kata kasar.
Dengan mengikuti secara sembunyi-sembunyi dari kejauhan, sepasang mata remaja laki-laki itu menyaksikan kedua orang tuanya digelandang warga menuju ke balai desa hingga akhirnya keduanya ditelanjangi yang membuat perasaan Satrio tambah tak karuan.
Dalam kekalutannya, otak bocah laki-laki berusia 13 tahun tersebut berusaha menebak apa kesalahan kedua orang tuanya hingga diperlakukan tak manusiawi seperti itu.
Karena takut ikut dihakimi para warga, tanpa pikir panjang, setelah menurunkan keranjang rumputnya, Satrio pun berlari kencang meninggalkan Desa Glagah hingga tanpa sadar dia sudah masuk ke area hutan terlarang.
Karena terus berlari hampir 2 jam, remaja laki-laki berumur 13 tahun itu pun merasa lelah lantas mengistirahatkan tubuhnya dengan menyandar di sebuah batang pohon yang besar sambil mengatur nafasnya yang tampak ngos-ngosan.
Hutan terlarang yang sejak dulu terkenal angker karena banyak dihuni oleh dedemit ganas, menjelang sore itu terlihat sangat hening, hanya sesekali terdengar burung berkicau di ranting pepohonan yang tinggi.
Tanpa diketahui oleh Satrio, banyak dedemit hutan tersebut yang memperhatikannya dan mereka berniat mengerjainya pada malam hari nanti.
Setelah nafasnya kembali netral, otak Satrio kembali berpikir. Dia bingung bagaimana akhir nasib kedua orang tuanya dan dirinya sendiri, apa yang akan dia makan dan dia minum selama dalam pelarian ini.
Bocah laki-laki itu kemudian bangkit berdiri lalu berjalan pelan-pelan seraya mengedarkan pandangannya untuk mencari sesuatu yang bisa dia gunakan untuk mengganjal perut, mengingat dia baru makan sekali saat sarapan di rumah tadi, itu pun juga hanya separuh piring karena kebetulan beras di rumah tinggal sedikit.
Namun selama 1 jam an pencarian hingga suasana di hutan tersebut berubah remang-remang, Satrio tidak menemukan apapun yang bisa dia makan. Alhasil, dia harus menahan rasa lapar tanpa dia ketahui sampai kapan.
Ketika bocah laki-laki itu sedang meratapi nasibnya yang malang sambil menyandarkan tubuhnya di batang sebuah pohon yang besar, tiba-tiba terdengar suara tertawa kuntilanak yang membuat Satrio ketakutan.
Seraya menelungkupkan wajahnya di atas kedua lututnya yang ditekuk dan kedua tangannya, remaja laki-laki tersebut melantunkan surat-surat pendek dan surat-surat lainnya secara berulang-ulang dengan suara keras untuk mengurangi rasa takutnya.
Bukannya keder, mendengar Satrio membaca surat-surat itu, sebagian dedemit hutan malah merasa geram hingga mereka mengelilingi bocah laki-laki tersebut yang membuat hawa di sekitar Satrio terasa sangat berat sampai-sampai lidahnya mulai berat juga untuk melanjutkan doa-doanya.
Sekalipun aura di sekelilingnya terasa sangat tidak nyaman dan membuatnya semakin tambah ketakutan, tapi remaja laki-laki itu terus berusaha untuk melantunkan ayat-ayat suci Al-qur'an hingga tiba-tiba tubuhnya terpelanting ke samping karena ditendang oleh sesosok gendruwo.
Satrio terkejut hingga dia membuka matanya dan semakin kaget lagi ketika melihat di sekelilingnya sudah berdiri banyak dedemit dengan berbagai wujud yang mengerikan.
"Tolong ampuni saya... Jangan bunuh saya... Saya tidak sengaja berlari hingga masuk hutan ini...," ucap Satrio dengan suara bergetar karena ketakutan seraya bersujud hingga mukanya mengenai tanah.
Bukan setan namanya jika mudah berbelas kasihan pada manusia. Detik berikutnya, tubuh bocah laki-laki itu terpelanting kembali karena ditendang lagi yang kali ini pelakunya adalah sesosok makhluk astral berwujud pria yang wajahnya rusak dan berdarah-darah.
Sepanjang malam itu Satrio dipermainkan oleh para dedemit. Ditendang kesana kemari hingga akhirnya tubuhnya tergeletak tak berdaya ditambah lagi perutnya sangat lapar yang membuat dia tidak bertenaga.
Melihat manusia mainan mereka sudah terkapar, para dedemit tersebut tertawa dengan cara khas mereka masing-masing lalu menghilang dari pandangan yang membuat suasana hutan itu terasa sangat sepi dan mencekam.
Keesokan paginya, karena terdorong rasa lapar dan haus yang sangat, dengan menahan rasa sakit dan sisa tenaga yang ada, Satrio berjalan tertatih-tatih berusaha mencari air atau sesuatu yang bisa dimakan, tapi hasilnya nihil, hingga membuat keadaannya semakin tak berdaya.
Merasa putus asa, bocah laki-laki itu pun sengaja menyandarkan tubuhnya di batang sebuah pohon yang besar sambil menunggu ajal menjemputnya. Namun hingga malam tiba, nyawa Satrio masih bertahan di tempatnya dan untuk kedua kalinya dia kembali dipermainkan oleh para dedemit hutan yang kemarin.
Dalam keadaan pasrah karena tidak punya daya untuk melawan, remaja laki-laki tersebut merasakan semua perlakuan para dedemit itu hingga dia pun pingsan tak sadarkan diri.
Di saat Satrio tidak sadarkan diri, rohnya keluar dari raganya dan tiba-tiba saja dia berada di sebuah gua yang tampak gelap dan menyeramkan, yang mengeluarkan aroma langu yang sangat tajam yang membuat bocah laki-laki itu merasa pusing dan mual.
"Kamu ingin tetap hidup?" tiba-tiba saja terdengar suara laki-laki dari balik kegelapan gua yang tidak tahu siapa pemiliknya.
"Ka_kamu siapa?" tanya Satrio ketakutan.
"Aku adalah penguasa hutan terlarang ini. Jika kamu ingin tetap hidup dan membalas dendam, kamu harus mau menjadi pengikutku," sahut suara misterius itu.
Bocah laki-laki tersebut bingung harus menjawab apa karena selama ini kedua orang tuanya selalu mengajarkan dia agar rajin beribadah dan bertaqwa pada Tuhan.
"Aku tidak mau menjadi pengikut setan, lebih baik aku mati saja daripada kelak aku mendapat siksaan api neraka," Satrio masih mempertahankan keyakinannya.
"Ha ha ha ha ha ha! Kamu pikir mudah untuk menolak permintaanku? Membunuhmu adalah perkara gampang bagiku, tapi jika aku menginginkan kamu mati, aku inginnya kamu mati dengan pelan-pelan dalam penderitaan agar kamu tahu bagaimana kekuatanku," penguasa hutan terlarang itu memberikan ancaman.