NovelToon NovelToon
Nikah Paksa Amrita Blanco

Nikah Paksa Amrita Blanco

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Paksa
Popularitas:39.4k
Nilai: 5
Nama Author: Reny Rizky Aryati, SE.

Amrita Blanco merupakan gadis bangsawan dari tanah perkebunan Lunah milik keluarganya yang sedang bermasalah sebab ayahnya Blanco Frederick akan menjualnya kepada orang lain.

Blanco berniat menjual aset perkebunan Lunah kepada seorang pengusaha estate karena dia sedang mengalami masalah ekonomi yang sulit sehingga dia akan menjual tanah perkebunannya.

Hanya saja pengusaha itu lebih tertarik pada Amrita Blanco dan menginginkan adanya pernikahan dengan syarat dia akan membantu tanah perkebunan Lunah dan membelinya jika pernikahannya berjalan tiga bulan dengan Amrita Blanco.

Blanco terpaksa menyetujuinya dan memenuhi permintaan sang pengusaha kaya raya itu dengan menikahkan Amrita Blanco dan pengusaha itu.

Namun pengusaha estate itu terkenal dingin dan berhati kejam bahkan dia sangat misterius. Mampukah Amrita Blanco menjalani pernikahan paksa ini dengan pengusaha itu dan menyelamatkan tanah perkebunannya dari kebangkrutan.

Mari simak kisah ceritanya di setiap babnya, ya ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 Masalah Amrita Teratasi

Amrita duduk dengan pergelangan kaki dibalut perban.

Tampak Denzzel berdiri memperhatikannya dari tepi sisi tempat tidur di ruangan kesehatan.

Mandor Tobin masih ada di dalam ruangan itu sembari berbicara pada perawat sepertinya membicarakan tentang persediaan obat disini.

Amrita memecah kesunyian dengan berkata pelan pada Denzzel, suaminya.

"Aku ingin pulang ke bungalow milik ayah", ucapnya sembari menurunkan salah satu kakinya.

Perawat buru-buru menahannya sembari memegangi Amrita yang akan turun dari atas pembaringan.

"Jangan terlalu banyak bergerak, kakimu masih baru habis diperban", kata petugas kesehatan.

"Tapi aku ingin beristirahat di bungalow", sahut Amrita.

"Dimana letak bungalownya ?" tanya Denzzel segera menghampiri sisi tempat tidur sembari memegangi Amrita supaya dia tidak jadi turun.

"Bungalownya ada di dekat sini, masih dalam satu lingkungan tanah perkebunan Luhan, letaknya cukup dekat, akan aku antarkan kesana", sambung mandor Tobin.

"Apa ada bungalow disini ?" tanya Denzzel keheranan.

"Ya, ada...", jawab mandor Tobin seraya mengangguk pelan.

"Naik apa kesana sedangkan mobilku terparkir diluar area tanah perkebunan Luhan karena tidak bisa masuk kesini", kata Denzzel.

"Mobil anda dimana, bos ?" tanya mandor Tobin seraya mengedarkan pandangannya.

"Agak jauh dari sini, sopirku berkata bahwa mobil seperti milikku tidak dapat masuk ke tanah perkebunan Luhan, terparkir diluar sini", sahut Denzzel.

"Aku akan meminta pada pekerja disini untuk menyuruhnya memasukkan mobil lewat pintu Utara karena disana akan lebih mudah mobil masuk kemari", kata mandor Tobin.

"Biar aku telpon dia, supaya dia tahu tentang ini", ucap Denzzel.

"Ya, baik", kata mandor Tobin lalu keluar ruangan kesehatan sambil menelpon.

Sama halnya dengan mandor Tobin, apa yang dilakukan oleh Denzzel, dia juga sedang menelpon sopirnya yang ada di dalam mobil.

Bergegas mandor Tobin masuk kembali ke dalam ruangan kesehatan.

"Aku sudah menelpon salah satu pekerja diperkebunan Luhan ini dan memberitahukan padanya agar dia memasukkan mobil anda kesini", kata mandor Tobin.

"Dan aku juga telah mengatakan pada sopirku tentang ini", sahut Denzzel seraya memasukkan ponsel selulernya ke dalam saku pakaiannya.

"Ya, aku tahu itu", kata mandor Tobin.

"Apa kita bisa ke bungalow itu sekarang ?" tanya Denzzel dari balik topeng kainnya berwarna hitam.

"Tentu saja...", sahut mandor Tobin seraya mengangguk cepat.

"Sekarang saja kita kesana, biar Amrita bisa beristirahat disana", kata Denzzel.

"Mari kita pergi sekarang saja !" ajak mandor Tobin.

"Ya, baiklah", sahut Denzzel lalu menoleh ke arah Amrita sedang duduk diatas tempat tidur.

Denzzel meraih tangan Amrita agar dia memegangi pundaknya sedangkan perawat membantunya bergerak.

"Hati-hati...", kata perawat.

"Ada kursi roda disini", ucap mandor Tobin.

"Sayangnya kami tidak mempunyai kursi roda karena tempat kesehatan ini hanya untuk perawatan sementara bagi pekerja disini jika mereka bermasalah pada kesehatan", kata perawat.

"Oh, begitu, ya", sahut Denzzel.

"Hanya ada kereta angkut buah saja, tidak ada alat yang lainnya, tapi kalian tidak menyukainya", kata mandor Tobin.

"Tidak usah, biar aku gendong Amrita saja", sahut Denzzel.

"Cukup jauh jaraknya jika dari ruangan kesehatan ini, mungkin sekitar empat puluh lima menit baru akan sampai kesana", kata mandor Tobin.

"Bukan masalah bagiku, aku bisa melakukannya jika demi Amrita", ucap Denzzel.

Perawat memperhatikan ke arah Denzzel serta Amrita sembari bertanya pada bos baru itu.

"Apa anda akan menggendong sampai ke bungalow sana ?" tanya perawat.

"Ya...", sahut Denzzel.

Terdengar suara langkah kaki berlarian cepat dari arah luar ruangan kesehatan.

Seorang laki-laki muncul dari luar sembari berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam ruangan kesehatan.

"Ada apa ?" tanya mandor Tobin.

"Ada pelanggan yang bertanya tentang kapan pengiriman buah dari perkebunan ini akan dikirim, dan menanyakan tanggalnya", sahut seorang pria berseragam biru.

"Oh, iya, siapa ?" tanya mandor Tobin.

"Dari tempat penjualan buah di ibukota", sahut pria itu.

"Lewat apa dia bertanya, apa dia kesini sendiri ?" tanya mandor Tobin.

"Melalui panggilan telepon, baru saja mereka menelpon dan menanyakannya tentang ini", sahut pria itu dengan mimik wajah serius.

"Katakan padanya mungkin kita akan terlambat mengirimkan pesanan tepat waktu sebab buah belum bisa panen, katakan juga kalau pekerja sedang liburan akhir pekan", kata mandor Tobin.

"Baik, mandor, akan saya sampaikan", sahut pria berseragam biru.

"Apa dia masih menelpon ?" tanya mandor Tobin.

"Tidak, dia mengatakan akan menghubungi lagi sekitar sepuluh menit", sahut pria itu.

"Baiklah, katakan saja padanya seperti itu, supaya dia mengerti", kata mandor Tobin.

"Baik, mandor", sahut pria berseragam biru seraya berlari keluar ruangan kesehatan.

Mandor Tobin segera menoleh ke arah Denzzel yang sedari tadi mendengarkan pembicaraan mereka.

"Maaf, jadi tertunda karena masalah pemesanan buah, belum ada dana masuk ke tanah perkebunan Luhan dari atasan sebab itulah terjadi kendala seperti ini", ucapnya serius.

"Belum ada dana, maksudnya ?" tanya Denzzel.

"Bos Blanco belum ada uang untuk membayar pemetik buah saat panen karena itulah perkebunan terkendala pengiriman pesanan buah", sahut mandor Tobin seraya memperbaiki letak topi koboinya.

"Benarkah itu ?" sahut Denzzel agak kaget mendengarnya.

"Ya, begitulah kira-kira...", kata mandor Tobin sembari tersenyum tipis.

Denzzel melirik ke arah Amrita yang ada di balik punggungnya, terdiam sejenak lalu berpikir serius.

Terlihat Amrita ikut terkejut namun dia mengerti bahwa ayahnya akan seperti itu.

"Amrita...", panggil Denzzel.

"Ya...", sahut Amrita.

"Bukankah aku sudah memberimu uang buat dana perkebunan Luhan, apakah kau sudah memberikannya pada ayahmu", tanya Denzzel.

"Ya, sudah, aku sudah memberikan uang darimu pada ayah", sahut Amrita dari balik punggung Denzzel.

"Kenapa masih belum ada pelaksanaan disini dan tidak ada pengiriman dari perkebunan Luhan ?" tanya Denzzel.

"Aku juga tidak mengerti tentang persoalan ini", sahut Amrita.

"Lantas kemana dana yang aku kasihkan kepadamu ?" tanya Denzzel.

"Aku tidak tahu, Lambert", sahut Amrita.

"Apa ayahmu memakai uangnya atau dia lupa dengan masalah disini ?" tanya Denzzel.

"Entahlah, aku tidak tahu masalah ini", sahut Amrita.

"Hmmm..., begitu, ya...", kata Denzzel.

Denzzel kembali menoleh ke arah mandor Tobin.

"Kapan buah akan dipanen ?" tanya Denzzel.

"Saya sendiri tidak dapat memastikannya tentang hal itu sebab dana buat panen masih belum ada, jadi terpaksa kegiatan itu ditunda sampai ada uang untuk membayar pemetik buah", sahut mandor Tobin.

"Berapa kira-kira dana buat pemetikan hasil panen ?" tanya Denzzel.

Mandor Tobin segera menengok ke arah Amrita lalu bertanya padanya.

"Amrita kira-kira berapa dana buat pemetikan buah, aku sendiri tidak bisa memperkirakannya", kata mandor Tobin.

"Aku akan melihat buku laporan sebab aku harus menghitungnya kembali pengeluaran untuk membayar pemetik buah", sahut Amrita.

"Ya, aku mengerti", kata mandor Tobin lalu menoleh kembali ke arah Denzzel Lambert dan menatapnya lama.

Denzzel membalas tatapan mandor Tobin sepertinya dia memahami arti sorot mata milik mandor itu.

"Ya, baiklah, sekarang kita tidak perlu lagi membahas masalah ini, sebaiknya kita bicarakan tentang hasil panen sampai kondisi Amrita benar-benar sembuh", ucapnya.

"Kalau begitu kita langsung saja pergi ke bungalow didekat sini", kata mandor Tobin.

"Ya, kita pergi sekarang", sahut Denzzel.

Denzzel mempererat gendongannya pada Amrita lalu berjalan menuju luar ruangan kesehatan.

Mandor Tobin mengikuti langkah Denzzel Lambert dari arah belakang.

Tiba diluar ruangan kesehatan, sudah ada dua buah sepeda motor terparkir disana dan mandor Tobin segera meminta pada Denzzel agar dia menggunakan kendaraan roda dua itu untuk pergi ke bungalow.

1
Skyweer Skyweer
up
Anonymous
ketertarikan /Kiss/
Anonymous
fine
Anonymous
up....
Andina Spencer
damn i love you...
Andina Spencer
romantic always...
Andina Spencer
not bad...
Andina Spencer
up...
Bianca Nadia
dia juga bisa dansa
Bianca Nadia
jadi keinget sama film runway bride
Bianca Nadia
semangat amrita
Bianca Nadia
lanjut....
Bianca Nadia
misteri dibalik topeng
Bianca Nadia
semangat pagi thor
Bianca Nadia
pergi ke ibukota mencari harapan
Bianca Nadia
seru nih bakalan ceritanya 🍒
Tamara Black
lanjut...
Andina Spencer
goes 💪
Andina Spencer
something stupid that i love you /Rose/
Andina Spencer
romantic
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!