Pernikahan Briela dan Hadwin bukanlah hubungan yang didasari oleh perasaan cinta—
Sebuah kontrak perjanjian pernikahan terpaksa Briela tanda tangani demi kelangsungan nasib perusahaannya. Briela yang dingin dan ambisius hanya memikirkan keuntungan dari balik pernikahannya. Sedangkan Hadwin berpikir, mungkin saja ini kesempatan baginya untuk bisa bersanding dengan wanita yang sejak dulu menggetarkan hatinya.
Pernikahan yang disangka akan semulus isi kontraknya, ternyata tidak semulus itu. Banyak hal terjadi di dalamnya, mulai dari ketulusan Hadwin yang lambat laun menyentil hati Briela sampai rintangan-rintangan kecil dan besar terjadi silih berganti.
Akankah benar-benar ada cinta dari pernikahan yang dipaksakan? Ataukah semuanya hanya akan tetap menjadi sebuah kontrak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cha Aiyyu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ORANG YANG SAMA
"Hai Brie, bagaimana kabarmu?" Jose menatap Briela tanpa putus.
Seperti sedang melakukan pertemuan alumni, keduanya saling tatap dalam diam cukup lama. Kilas balik momen-momen kebersamaan mereka berputar dalam kepala masing-masing dengan versi masing-masing pula.
Jose menatap Briela dengan tatapan kerinduan dan mendamba yang tidak dapat ditutupi. Sedangkan Briela, tatapannya sama sekali tidak menunjukkan keramahan.
Apa yang terjadi di masa lalu, sehingga membuat keduanya menunjukkan tatapan yang berbanding terbalik seperti itu?
"Syukurlah jika kalian berdua sudah saling mengenal. Saya harap kita semua bisa bekerja sama dengan baik," ucap Laura penuh harap.
Briela menoleh lagi-lagi ia harus tersadar jika di sana ia tidak hanya berdua dengan Jose, ada Laura Bailey di antara mereka. Dan kerja sama antara mereka baru saja terjalin, ia tidak ingin mengacaukannya dengan segala urusan pribadinya di masa lalu dengan Jose.
"Tentu saja, kita bisa menjadi tim sukses nantinya. Saya pastikan, kerja sama kita akan membawa hasil yang memuaskan. Bukan begitu, Brie?" Jose lagi-lagi mencuri fokus Briela, sepertinya pria itu benar-benar mengabaikan fakta masa lalu yang terjadi antara ia dan Briela.
Briela memutar bola matanya malas, ia merasa muak pada sikap Jose yang menunjukkan sikap seolah-olah mereka memang sangat dekat sejak dulu dengan tanpa rasa bersalah.
"Jadi, kalian ini?" tanya Laura dengan penasaran.
Jose tersenyum, "Kami— ."
Belum selesai Jose menjawab pertanyaan yang diajukan Laura, Briela lebih dulu memotongnya. Ia tidak ingin Jose mendapat panggung untuk menceritakan masa lalu mereka.
"Kami alumni universitas yang sama."
Jose tampak terkejut dengan jawaban Briela, tetapi ia tidak memperpanjang hal itu. Ia hanya melempar senyum yang tidak diketahui bagaimana maksud di baliknya.
"Ah, jadi kalian berdua adalah teman satu kampus? Pantas saja Tuan Wilson tampak sangat mengenali Anda. Pasti hubungan kalian dulu sangat dekat, bukan?" tebak Laura Bailey.
Briela tersenyum kecut. Baik Briela maupun Jose tidak ada satu pun di antara mereka yang menjawab pertanyaan itu.
Jose langsung menggoda Briela begitu Laura Bailey pergi ke toilet. "Aku pikir kita bukan hanya sekedar teman satu kampus, Brie? Atau kau malu untuk mengakuinya?" Jose tersenyum jahil.
Briela memutar bola matanya, jengah. Wanita itu benar-benar merasa muak berdekatan dengan Jose. Tetapi orang yang bersangkutan tidak peka akan hal itu. Atau pria itu hanya bebal? Entahlah, siapa yang tahu.
Keesokan harinya kembali diadakan rapat dadakan, kali ini model utama yang membuat semua orang penasaran akhirnya akan resmi diperkenalkan.
Hadwin datang sendiri sebagai perwakilan dari Infinity Solution. Kali ini Hadwin duduk berhadapan dengan Briela. Dan Laura Bailey sebagai pemimpin rapat duduk di kepala meja.
Jose masuk ke dalam ruangan rapat begitu namanya di panggil oleh Laura Bailey. Semua anggota rapat tampak terpukau dengan penampilan Jose. Sejak namanya disebut, Jose sudah mencuri spot light.
Semua orang tampak memuja pada Jose tapi tidak untuk Briela dan Hadwin.
Sejak pertemuan kembali antara Briela dan Jose, wanita itu selalu meyakinkan diri sendiri jika semuanya akan baik-baik saja ke depannya. Tetapi mendapati sikap Jose yang seperti melupakan kejadian masa lalu membuat Briela geram.
Wanita itu sangat ingin mengungkapkan rasa kesalnya namun ia merasa harus menghormati Laura Bailey sebagai orang yang membawa Jose langsung. Lagipula Laura bukannya tahu tentang apa yang terjadi di masa lalu antara Briela dan Jose dan sengaja membawa pria itu untuk dijadikan model. Laura benar-benar orang yang tidak tahu apa pun.
Hadwin menatap dingin pada Jose. Matanya menyipit membentuk bulan sabit. Entah karena apa alasannya, yang jelas pria itu menahan rasa kesalnya.
Mata Hadwin beralih menatap Briela dan Jose secara bergantian. Ada gejolak perasaan yang mengganggu fokusnya. Perasaan tidak menentu yang lebih di dominasi dengan amarah. Rasa kesalnya semakin menjadi ketika ia melihat Briela tersenyum pada Jose.
Sesi perkenalan telah usai dan semua orang berlalu meninggalkan ruang rapat, semuanya tampak bekasak-kusuk. Membicarakan betapa beruntungnya perusahaan mereka karena mampu membawa model kelas atas untuk proyek kerja sama.
Briela membuang napasnya kasar, wanita itu masih duduk di kursinya. Hadwin juga melakukan hal yang sama, masih duduk di atas kursinya sendiri dan mengamati apa pun yang di lakukan Briela.
"Briela, aku membawa cokelat kesukaanmu." Jose mengulurkan sebuah paper bag berisi banyak sekali cokelat di dalamnya.
Hadwin bangun dari duduknya dengan gerakan menghentak, kursi yang ia duduki bahkan sampai terdorong ke belakang. Tubuh tegapnya berdiri sempurna, ia menatap pada Briela dan Jose yang masih terlibat pembicaraan.
Hadwin menyalami Briela dan Jose secara bergantian, ia menunjukkan tatapan tidak bersahabat. Lalu pergi meninggalkan kedua orang itu di dalam ruang rapat.
Ruangan mendadak terasa sunyi, adanya dua sosok yang duduk berdampingan namun jarak yang ada terbentang jauh tidak membuat suasana di dalam ruang rapat itu terasa hangat.
Jose lagi-lagi mendobrak pintu kesabaran Briela. "Hei, Brie. Ayolah terima ini. Ini cokelat kesukaanmu. Aku sengaja membelinya sebelum ke sini tadi."
Briela mengernyit, lalu berucap dingin. "Aku tidak lagi menyukainya."
Briela memalingkan wajah dan kedua tangannya saling meremas. Jose tahu jika kalimat yang Briela ucapkan hanyalah kebohongan.
Meskipun keduanya baru saja bertemu lagi, namun gestur tubuh Briela masih sangat Jose kenali. Tidak banyak hal yang berubah dari Briela kecuali parasnya, Briela berkali-kali lipat jauh lebih cantik dari yang Jose ingat.
"Tidak perlu berbohong padaku, Brie! Aku masih mengingat jelas semua tentangmu dalam pikiranku." Jose tersenyum. Ia merasa bangga hanya karena mengingat sosok Briela di masa lalu.
"Jika kau lupa, sudah sebelas tahun berlalu sejak kita terakhir bertemu. Semua orang berubah Jose jangan merasa aku tetap orang yang sama dengan yang kau ingat!"
Jose tersenyum, ia menganggap respon dingin dari Briela adalah sesuatu yang menantangnya untuk tetap mendekat. "Aku tahu, Brie. Kau memang sangat jauh berbeda dari yang dulu. Kau berubah menjadi wanita yang begitu cantik. Tidak— kau sangat sempurna Brie."
Briela mendecih lalu terkekeh. "Ternyata ada orang yang sama sekali tidak berubah ya?" Briela tersenyum, "Kau tetap orang yang sama yang hanya menilai orang dari parannya saja."
Briela menyilangkan tangannya di dada. "Aku pikir sebelas tahun yang terlewati mampu mengubahmu menjadi sosok yang berbeda. Ternyata perubahan tidak berlaku untukmu." Briela memberi tatapan mengejek, "Tapi syukurlah, aku tidak perlu merasa bersalah karena kau hanyalah orang yang sama dan tidak pernah berubah."
Briela berdiri dari kursinya, wanita itu berlalu meninggalkan Jose yang mematung di sana. "Setidaknya, bawalah cokelatnya Brie! Aku benar-benar memikirkanmu saat membelinya."
"Berikan pada staf karyawanku saja! Aku tidak makan cokelat itu lagi."
"Mengapa, Brie?"
Briela berhenti melangkah, ia terdiam cukup lama namun memutuskan untuk melanjutkan lagi langkah kakinya. Begitu keluar dari ruang rapat, Briela mendapat pesan teks dari Hadwin.
"Jika aku tidak salah, model pria itu adalah sosok yang aku tahu dari masa lalu."
Briela mengabaikan pesan Hadwin, pikirannya terlalu rumit jika harus menjelaskan pada Hadwin. Briela memilih diam.
"Kalian berdua masih terlihat sama, seperti dulu."
Briela melempar ponselnya ke atas meja, mengusap kasar wajahnya sendiri.
"Dasar, Hadwin bodoh. Siapa yang butuh penilaianmu di sini?"
🥀🥀Hai hai ada kritik dan saran nggak nih? Kalo ada jangan ragu ya, komen di bawah. 🥀🥀