"Mulai sekarang, kau bekerja sebagai istriku," tegas Gyan Adriansyah kepada istrinya, Jasmine.
Nasib sial tengah menimpa sang gadis cantik yang terkenal sebagai bunga desa. Mulai dari beredarnya video syur yang menampilkan siluet mirip dirinya dengan calon tunangan. Terungkapnya perselingkuhan, hingga dijadikan tumbal untuk menanggung hutang ayahnya pada pria tua.
Namun, ditengah peliknya masalah yang terjadi. Takdir kembali mempertemukan dirinya dengan musuh bebuyutannya semasa kecil dengan menawarkan pernikahan kontrak. Jasmine tak punya pilihan yang lebih baik daripada harus menikahi pria tua.
Akan seperti apakah pernikahan mereka? Gyan yang ia kenal dulu telah berubah drastis. Ditambah lagi harus menghadapi ibu mertua yang sangat membencinya sejak lama.
Yuk simak keseruan ^_^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CatVelvet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17. Mulai cemburu
Suasana didalam mobil menjadi sangat canggung. Mereka sedang dalam perjalanan untuk kembali ke kota. Sebenarnya masih ada agenda hari ini untuk menghabiskan waktu bersama Jasmine karena ada pembicaraan serius untuk langkah ke depannya.
Dikarenakan ciuman tidak terduga itu tiba-tiba terjadi dan membuatnya masih terkejut setengah mati hingga saat ini. Rasanya membuat Gyan tak bisa berpikir jernih. Ia menyalakan AC mobil dengan setelan paling dingin. Tubuhnya masih terasa panas dan gerah. Jasmine menolak duduk di kursi depan. Ia duduk tepat dikursi belakang sambil memalingkan wajahnya. Bersembunyi atas kekonyolannya dan merutuki dirinya dalam hati.
Perjalanan yang menyiksa batin itu akhirnya berakhir. Gyan mengantarkan Jasmine ke rumah kontrakannya. Gadis itu pamit dengan cepat tanpa menatap wajahnya dan lari terbirit-birit masuk ke dalam rumah. Setelah pergi meninggalkan kediaman kecil gadis itu, Gyan baru ingat bahwa ia sempat membelikan seafood dirumah makan yang mereka singgahi sebelumnya agar dimakan bersama keluarganya, makanan itu masih berada di bagasi mobil. Akibatnya ia harus kembali ke kontrakan gadis itu.
Tok tok tok!
“Jasmine, makananmu tertinggal. Buka pintunya.“
“I, iya, sebentar!“
Tak lama pintu itu terbuka dan Jasmine masih belum sanggup menatap pria dihadapannya. Gyan menyodorkan bungkusan makanan itu. Setelah menerimanya, Jasmine buru-buru menutup pintu namun Gyan menahannya.
“Tunggu.“
Jasmine sempat menatap bingung namun kembali berpaling muka.
“Ada apa?“
“Begini, se, sebenarnya maksudku… kau tak harus melakukannya di… dibibir. Cukup pipi ataupun kening. I, itu saja. Tapi keberanianmu ternyata luar biasa.“
“Ke, keberanian apanya? Itu, kan, terpaksa.“
Terpaksa… Kenapa sih harus bilang terpaksa pada orang yang membantumu setulus hati? Batin Gyan sedikit tersinggung.
Gyan tiba-tiba menyunggingkan senyumnya. “Ya, ya. Jika aku adalah mantan kekasihmu mungkin kau akan memberikannya sebanyak apapun dengan sepenuh hati bukan?” sindir Gyan tiba-tiba.
Jasmine menatap marah.
“Kenapa kau jadi membahas mantanku? Apa urusannya denganmu?“ Jasmine merasa tak suka mengungkit 'mantan'.
“Kenapa? Apa kau masih mencintainya?“
“Itu bukan urusanmu.“
“Jadi benar, laki-laki brengsek itu masih ada dihatimu meski dia mengkhianatimu?“
“Kenapa kau sangat menyebalkan sih! Cepat pulanglah.“
“Kau bahkan tidak mengucap terima kasih padaku. Bahkan mempersilahkan ku masuk saja, tidak.“
“Kita belum menikah, untuk apa berduaan didalam rumah?“
“Memangnya kau pikir aku akan melakukan apa didalam dengan berduaan saja? Untuk sekedar ciuman sederhana saja kau melakukannya terpaksa. Dimana rasa terima kasihmu padaku?“
“Memang itu kenyataannya, aku terpak…”
“Aku membantumu tapi kau terus mengatakan terpaksa, padahal aku hanya memintamu melakukan hal ringan seperti itu padaku. Sementara mantanmu?? Pengorbanan apa yang dia lakukan untukmu? Dia selingkuh. Dia mempermalukan keluargamu. Dia bahkan tak melakukan klarifikasi pada warga desamu bahwa kau tak terlibat dalam video itu. Aku tau semuanya. Kau tau kenapa dia diam saja? Itu karena dia melindungi selingkuhannya! Coba sebutkan pengorbanan yang dia lakukan untukmu? Tak bisakah kau melakukan ciuman sederhana itu dengan sepenuh hati?!“
Gyan merasa aneh dengan dirinya. Kenapa dirinya menjadi begitu sensitif dan marah hingga menyinggung masalah pribadi gadis dihadapannya. Jasmine menatapnya dengan tajam dan mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Matanya terlihat sedikit berkaca-kaca.
“Apa karena kau banyak uang jadi merasa bisa membeli apapun? Tentu saja kau bisa membantuku karena punya banyak uang! Jadi kau berpikir aku harus memberikan sesuatu yang tidak terbiasa untukku. Selain ciuman, apalagi yang kau inginkan? Apa kau ingin tubuhku juga? Baiklah akan kuberikan semuanya. Aku adalah seseorang yang sedang jual diri pada pria muda kaya raya. Bayar aku dan akan ku serahkan tubuhku untukmu. Jika masih tak cukup puas, maka anggaplah jiwaku juga milikmu. Aku sudah tak punya harga diri lagi!“ Sergah Jasmine dengan sarkas.
“Keterlaluan…” Gyan menggertakkan giginya. “Kalau kau merasa aku membeli mu, baiklah… anggap saja begitu. Minggu depan kita menikah!“ ungkap Gyan dengan rasa kesal. “Dan ingat, barang yang dibeli dengan harga yang pantas tak boleh mengecewakan!“ ucap Gyan marah dan meninggalkan gadis yang menatapnya dengan kekecewaan.
***
Gyan tiba dihotel dengan amarah yang menguasai didalam dirinya. Bahkan terlihat cuek saat para stafnya menyapa. Sikap itu meninggalkan beberapa pertanyaan dari mereka yang melihat sikap bosnya.
Brak!
Gyan membuka pintu ruang kerjanya. Dengan keras. Ia menelpon Fero agar segera ke ruangannya.
“Akhhh! Sial! Harusnya tak begini! Benar Jasmine, aku membeli mu. Aku akan menghapus mantanmu dari ruang hatimu. Akan ku buat kau terus memikirkan ku!“
Ia merasa kesal dan marah pada dirinya. Bayangan kecewa dari raut wajah cantik gadis itu masih membayangi benaknya. Akan tetapi ia juga merasa tak senang jika gadis itu mengatakan terpaksa dengannya. Ada apa dengan perasaan dirinya yang sulit ditebak. Ditambah jika menyinggung soal mantan. Perasaan menjadi lebih kesal. Gyan masih tak mengerti. Sejauh ini ia masih menganggap bahwa Jasmine hanyalah teman kecilnya. Tapi mengapa sikapnya pada gadis itu sangat impulsif.
Fero mengetuk pintu sebelum membukanya. Gyan menoleh dan mendapati Fero sudah dihadapannya.
“Utus seseorang untuk menyelesaikan masalah uang dengan kades sialan itu. Ambil sertifikat istriku. Aku akan mengirimkan alamatnya. Jangan lupa kirim seorang wanita yang bisa dipercaya untuk mendekati dan menyelidiki kelemahannya. Aku akan menghancurkan orang itu sampai ke akar-akarnya.“
“Baik.“
“Cari beberapa pilihan WO terbaik untuk pernikahanku. Akan ku seleksi sendiri.“
“Baik, kira-kira kapan anda akan melangsungkannya?“
“Minggu depan.”
“Baik” jawab Fero santai. Sesaat kemudian dia menyadari dan membelalakkan matanya “A, apa?? Minggu depan??.“
“Ya. Sekarang ikut aku ke kantor ayahku. Bukankah aku harus membicarakan ini dengannya.“
Gyan meninggalkan ruangan, diikuti Fero yang masih tak percaya dengan perkataan bosnya barusan. Ia bisa menebak keputusan ini diambil dengan emosi.
***
Jasmine menatap bungkusan seafood itu dihadapannya dengan air mata yang masih basah di pipi. “Aku ingin memakannya, tapi aku kesal dengan orang itu. Dia mengatakan soal mantan seakan-akan tau semuanya. Seharusnya jangan mengungkit luka yang masih terasa. Tapi aku juga salah... Aku bahkan belum mengucapkan terimakasih dengan benar.“
Tiba-tiba suara kunci pintu depan terdengar seakan ada seseorang yang baru saja masuk. Jasmine pikir mungkin ibunya pulang sejenak dari rumah sakit. Jasmine segera menghapus sisa air matanya dan menatap cermin sambil tersenyum.
“Ibuku tak boleh tau kalau aku habis menangis,” Jasmine memberi sentuhan make up untuk menutupi wajah sembabnya.
Setelah selesai, Jasmine membuka pintu kamarnya dengan wajah sumringah. “Ibuk sudah pulang?“
Senyum dibibir Jasmine memudar ketika yang datang bukanlah ibunya. Melainkan ayahnya. Namun ia membawa dua orang rekannya yang tampak aneh. Mereka menatap Jasmine dengan tatapan sinis.
Entah kenapa aku merasa takut. Batin Jasmine.
“Ah, kukira ibuk,” Jasmine langsung buru-buru kembali menutup pintu kamar dan menguncinya.
“Siapa dia? Bukankah kau bilang dirumah sedang tidak ada orang?“ tanya seorang rekan ayahnya.
“A, ah, di, dia putriku, tak apa. Ayo, aku sudah mengambil barangnya,” ucapnya cemas dan buru-buru mengambil sebuah paket yang disimpan di lemari ruang tamu dan membawa kedua rekannya untuk segera keluar.
Dan salah seorang berbisik di telinganya sebelum mereka pergi meninggalkan ayahnya Jasmine. “Meski dia putrimu, tapi dia sudah melihat wajah kami. Ingat! Jika dia menjadi ancaman. Maka kami tidak akan segan-segan…”
“Jangan! Tolong jangan lakukan itu. Dia putriku satu-satunya. Dia bukanlah ancaman. Akulah yang akan bertanggung jawab,” tegasnya merasa takut dan cemas.
“Ini peringatan. Ingat baik-baik!“
Kedua rekannya pergi meninggalkannya sambil berbisik-bisik.
“Hei, kau lihat itu tadi?“
“Ya, aku melihatnya. Ternyata laki-laki bodoh itu punya sesuatu yang berharga dan juga cantik.“
“Apa gadis itu biasa tinggal sendirian dirumah? Aku penasaran.“
“Bukan hanya kau saja yang penasaran. Aku juga penasaran. Bagaimana ya suara teriakannya. Dan bagaimana ekspresi wajahnya saat… ?“
“Hahaha… aku akan membayangkannya mulai sekarang. Sepertinya menarik jika kita menyusun rencana khusus untuk gadis itu. Dengan begitu kita akan menikmatinya secara bergantian. Apa kau sepemikiran denganku?“
“Itu… aku setuju. Hahaha… apa perlu kita menculik si cantik itu?“
“Benar, sepertinya akan sangat disayangkan jika hanya digunakan sekali saja. Hahaha…”
“Aku juga takkan keberatan jika diminta bertanggung jawab menikah dengannya.“
“Itu sih aku juga mau punya istri secantik dia.“
Mereka tertawa bersama membayangkan rencana-rencana buruk pada Jasmine. Sedangkan Jasmine bersandar dibalik pintu dengan was-was. Bisa dirasakan dari tatapan wajah kedua rekan ayahnya seperti bukanlah orang baik-baik.
Tok tok tok!
“Jasmine?“ panggil ayah.
“Apa teman ayah sudah pergi?“
“Sudah, keluarlah,” pintanya.
Jasmine membuka pintu secara perlahan. Pandangannya menyapu sekitar untuk memastikan bahwa rekan ayahnya sudah benar-benar pergi.
“Apa mereka teman ayah?“
Pak Yuda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Iya, tapi mereka orang baik kok.“
“Aneh, kenapa aku merasa kebalikannya? Oh ya aku membawa makanan untuk ayah. Makanlah, separuhnya lagi aku akan membawanya ke rumah sakit untuk ibu.
Jasmine mengambil bungkusan itu dan menyodorkan pada ayahnya. Dia belum cerita sama sekali tentang pernikahannya. Jasmine ingin benar-benar memastikan bahwa kedua orangtua Gyan setuju untuk pernikahan mereka. Barulah Jasmine berencana memberitahukan ayahnya.
***