Warren Frendata Rafaeyza, seorang CEO dari perusahaan Desainer frough yang berpengaruh di kota Jakarta,
Dia menjadi mualaf karna wasiat sang ayah yg mengatakan bahwa sebenarnya ayahnya adalah gus yg telah ingkar masuk ke agama lain dan ingin anak dan istrinya masuk islam. Diusianya yang sudah matang Warren belum menikah karena masih terjebak dengan cinta pertamanya saat remaja. Dia Citra Bayu Antriza, Wanita cantik yang berhasil memporak porandakan hatinya. Suatu ketika Tuhan menjawab keinginannya untuk memiliki hati Citra sepenuhnya. "7 tahun bukan waktu yg mudah aku lalui ya Alloh, untuk menemukannya, sekarang aku sudah menemukannya! izinkan aku memilikinya, dia yg selalu aku sebut di sepertiga malamku" "Aku, Warren memang bukan yang pertama, tapi aku akan menjadi yg kedua untuk yg terakhir"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DeaIsw31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
025. kehabisan kata kata
Ketika kita memutuskan untuk menikah maka kita harus pandai dalam mengatur emosi.
pernah suatu ketika Rasulullah sedang marah pada Aisyah, Rasulullah menyuruh agar Aisyah menutup matanya, dan saat itu juga Aisyah langsung menuruti karna beliau sedang ketakutan.
apa kalian kira Rasul marah? tidak! beliau malah mendekat sambil berkata "Humairahku, telah hilang amarahku ketika memelukmu".
tak hanya untuk suami yang harus lebih pandai mengayomi, justru istri juga sama, suami istri harus saling mengerti dan bekerja sama.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Suara adzan subuh sudah tedengar, tiga wanita beda generasi sudah siap memakai mukena mereka berdiri menunggu azan selesai, namun yang berbeda di depan mereka ada Warren.
Bukan untuk mengganggu tapi mereka tengah berasa di ruangan khusus sholat bersama, dan Warren menjadi pemimpin solat.
setelah selesai solat mereka menuju ruang tamu tampa Warren,karna dia sedang menerima telfon di pagi pagi hari.disana Citra dan Chayna siap pulang.
"sopir tadi malam izin pulang ke kontrakannya dan pastinya akan lama jika menunggu dia datang" Cana.
"tidak papa bu, saya bisa pesan Grab" Citra.
"jangan! biar Warren aja yang anter! ".
" tidak usah bu, kan anak ibu sibuk"Citra menolak dengan halus.
"tunggu saya panggil dia, ".
" jangan bu, "lirih Citra yang masih didengar Cana, Cana yang tadi hendak berdiri duduk kembali dia menatap Citra lekat, dia meminta Citra memanggilnya mama jangan ibu tapi Citra masih memanggilnya ibu terus.
"apa kamu takut berduaan nak? atau ada hal lain? kan ada anak kamu dia bisa menjadi orang ketiga untuk menemani kalian yang bukan mahram" Cana memberi pengertian.
namun Citra malah tersenyum tipis dan menggeleng.
"Kamu pesan Grab juga lama, nanti sampe ke kediaman kamu malah kelamaan, ini hari Jum'at kata anak kamu harus masuk pagi kan" Cana.
Citra mengangguk.
"nah, jadi kamu harus dianter anak saya saja, saya sudah membawamu kesini sampai kamu hampir demam karna membantu masalah semalam jadi saya harus tanggung jawab" Cana.
Citra tidak menolak lagi dia mengiyakan saja karna dia malu dan merasa bersalah atas kejadian kemarin, dia tak menyesal karna itu pilihannya berinisiatif membantu,dia merasa bersalah pada sang pemberi hidup dan almarhum suaminya.
Bisa Cana lihat wajah Citra memerah, wanita didepannya yang memakai pakaian miliknya itu sangat cantik, karna itu rancangan dirinya sendiri untuk produk muslimah terbaru yang akan diluncurkan di perusahaan.pakaian peach dengan renda dan beberapa mutiara di bagian tertentu serta kerudung putih menjadikan Citra wanita berkelas, siapa yang ngira dia cuman pedagang toko kecil dan Wanita Desa, Citra terlihat sangat anggun dan berkelas.
jangan lupakan Chayna yang juga sangat Cantik dengan pakaian yang Cana desain untuk anak anak seusianya.
"Citra saya tidak tau kemarin terjadi apa dengan kalian, tapi saya berterima kasih padamu telah membantu anak saya, saya juga ingin memastikan sesuatu".
Citra menatap Cana dnegan resah mungkin ini akan terjadi adegan seperti disinetron " iya bu, mau memastikan apa? ".
Cana memandang Chayna dan dia memilih mendekat kepada Citra lalu berbisik " Anak saya tidak meruda paksa kamu kan? ".
Citra merasa malu dan langsung menggeleng " ibu tenang saja, anak ibu tidak melakukan hal tidak baik pada saya, kami hanya jatuh ke kolam bersama, sisanya bisa ibu tanyakan pada anak ibu"jawab Citra dengan bahasa yang halus agar Chayna yang masih anak anak mendengar tak berpikir jauh.
"alhamdulillah jika itu benar, Terima kasih atas bantuan kamu semalam " Cana memeluk Citra.
Citra yang peka langsung tersenyum dan tau, mungkin Cana sudah tau dari Warren dan ingin memastikan oleh mulutnya, dia bukan akan mengolok olok dirinya namun malah melindunginya. Cana malah tak percaya pada putranya untuk membela seorang janda sepertinya.
Cana akan melangkah ke lantai 2 namun Warren yang menjadi tujuannya sudah turun dengan celana jeans dan kaos hitam dengan rambut basah yang acak acakan membuatnya seperti anak kuliahan.
Citra tak melihat itu namun Chayna mencolek bundanya membuat Citra menoleh dia langsung mencubit pelan pada Anaknya dan menggeleng sebagai ucapan "dasar anak nakal" dibalas Chayna yang tertawa geli tampa suara.
Citra akui Warren gantengnya masya allah dengan gaya itu tampan, mapan tubuh atletis dengan banyaknya kelebihan lainnya membuatnya terlihat sempurna, dia terlihat seperti anak kuliahan bad boy. sementara jika dia memakai jas dia sangat dewasa dan berwibawa dengan rambut yang tersisir rapi, apa lagi Warren mencukur jambang tipisnya membuat mukanya mulus seperti Prosotan baru dibuka.
"kenapa ma? " Warren.
"kamu mau kemana? " Cana.
"biasa hari Jum'at mau ke Semarang ma, ke pondok kakek" Warren.
"pake pakaian kaya gitu? ke pesantren? ".
" ya nanti ganti, kan Warren berangkat jam 9 nanti, sekalian handle toko butik baru kita di sekitar sana"Warren.
"hmm, kamu tunda aja minggu ini sekarang kamu anterin Citra pulang karna supir kita lagi pulang ke kontrakannya paling datangnya siang jam 8".
Warren melirik Citra yang tengah bercanda dengan anaknya.
" udah! jangan diliatin dosa kamu! habis solat subuh zina mata".
"astaghfirullah, iya ma" Warren lupa diri lagi.
dan terjadilah dimana Citra dan Chayna di antar Warren, selama dimobil Citra dan Warren tak berinteraksi yang ada Warren dan Chayna yang mengobrol layaknya ayah dan putri yang saling menyayangi.
"Mas Fino" batin Citra dengan mata berkaca kaca, rasa bersalah berkecamuk didadanya dan rasa gelisah menjadi satu. melihat Chayna yang bahagia bersama Warren Citra hatinya seperti teriris mengingat putrinya menginginkan sosok ayah, namun jika dia menikah lagi dia merasa akan sangat bersalah pada Almarhum suaminya, satu tetes air mata berhasil lolos dan tak luput dari perhatian Warren yang melihat dari kaca depan.
Sampainya di kontrakan Citra, tetangga Citra yang melihat bertanya tanya siapa yang mengantar Citra? apa lagi semalam tak pulang entah kemana Citra dan anaknya itu, mereka bukannya mau menggunjing tapi mereka khawatir apa lagi Rati dan Sandi. Citra disana walo baru beberapa bulan dimata para warga setempat dan warga perkontrakan Citra sangat baik, dia juga sering bagi bagi dagangannya yang kalo di toko gak habis atau sengaja buat untuk dibagi bagi segang setempat dan makan bersama di lapangan yang warganya bisa dihitung dengan jari walau di daerah jakarta, jangan lupakan pemilik kost dan pak Rt yang dia utamakan beri dahulu.
para tetangga tak mendekati Citra mereka hanya melihat dan lanjut aktifitas kembali ketika mengetahui Seorang pria yang mengantar namun malah sangat dekat dengan Chayna mungkin saja itu calon ayah sambung Chayna, bisa mereka lihat tak ada wajah senang di raut Citra justru malah kesedihan yang mereka lihat.
Citra menyuruh Chayna masuk dulu, Citra menawari Warren singgah sebentar dikontrakannya walau sekedar basa basi karna dia sadar orang kaya beda level sama orang biasa, namun jawaban yang ia dapat malah mengejutkan karna Warren mau menerimanya.
Warren sekarang duduk di halaman rumah Citra sambil menunggu Citra menyiapkan Sarapan untuk Chayna karna sekarang sudah pukul 6:15 WIB pagi, Warren tak sendiri dia tengah berbincang denga Sandi dan Rati yang dipanggil Citra agar mereka tak berdua disana dan menimbulkan fitnah.Mereka tentunya mengobrok dengan kopi dan teh yang disediakan oleh Citra bahkan ada biskuit untuk teman mereka, karna Warren memaksa akan mengantar Chayna.
"walah tak kira calon si Citra malah orang yang udah nolong Chayna toh" Rati dengan tawa kecil meledek Warren karna dari tadi mereka berbincang banyak hal.
"si ibu gak sopan ih! " lirih Sandi.
"gapapa, kan cuma tanya pemuda situ juga jawabnya santai" Rati.
"walah dibilangin! "Sandi dengan mata mengernyit kesal.
Warren yang mendengar memilih abai untuk tidak menciptakan suasana canggung.
" kaya pernah liat mas loh" Sandi.
"mungkin muka saya pasaran" Warren.
"engga loh mas, orang ganteng bule gitu" Rati.
"ih si ibu genit, jijik tau bu" ucap Sandi membuat Warren tersenyum, tapi tak lupa dia mengingat ingat siapa pria di depannya.
"saya ingat!,mas kan cucu kiai Khalid pemimpin pesantren Al-Ikhlas di Semarang yang terkenal itu kan? saya ingat pas penumpang saya bicarain mas loh" Sandi.
"ya begitu tapi berita itu hanya di lebih lebihkan pak, saya banyak kekurangan" Warren.
"walah jand, udah kasep, terkenal rendah diri benar benar paket lengkap" Rati.
sementara Sandi hanya bisa geleng geleng kepala atas tingkah istrinya lalu mengajak Warren salaman, Warren refleks membalas malah menyalami Sandi membuat Sandi terharu "alhamdulillah setua ini ketemu sama cucu pemuka agama yang saya minati dan gus terkenal".
" ya alah pak jangan panggil saya Gus, saya orang biasa pasti kalo bapak tau saya itu mualaf pak saya pernah hidup sebagai orang beragama lain" Warren.
"apa itu semua Gus, jika darah mengalir kental anda keturunan pemuka agama" Sandi.
dan mereka berbincang sampai Citra dan Chayna keluar siap kesekolah, Citra tadinya tak mau ikut taoi Chayna memohon agar ibunya ikut mengantarnya dengan muka sedih, Citra sadar mungkin Chayna tengah menunjukkan sifat anak anaknya ingin di antar ayah dan ibunya.
dia menyetujui dengan berat hati memikirkan nanti pas pulang dia berdua dengan Warren.
Selesailah misi mereka mengantar Chayna Citra dan Warren terdiam membisu taka da yang berbicara di mobil namun Warren menatap Citra yang melihat keluar jendela lewat kaca kecil didepannya.
sampai dimana terjadi Adegan Warren memanggil nama Citra, Citra yang menyatukan juga menyarankan agar mereka berhenti didepan disebuah taman yang tak ramai maupun tak sepi mereka berjalan disana dan terjadilah percakapan yang membuat Warren menangis.
...----------------...
"Carilah Prawan bukan Janda sepertiku" Citra.
"tapi saya maunya kamu! "Warren.
Citra tak berani menatap Warren lagi, dia teringat ucapan Almarhum suaminya dulu dimana jatuh cinta itu saat seseorang membuat dirinya berdebar dan membuat perasaan aneh lainnya, Citra menyadari ternyata selama ini hatinya tertinggal juga untuk lelaki bernama Warren yang di depannya saat ini.
"tatap mata saya kali ini Citra, kenapa kau bersikeras selalu menolak saya dari dulu? ".
Citra tak berani menatap Warren hatinya terasa sakit akan pertanyaan itu.
" Citra! "tegas Warren membuat Citra mendongak lalu menjawab " karna kita beda kasta! ".
" jangan permasalahkan kasta lagi Citra, kita dimata allah setara! hambanya dan seorang manusia tak lebih dari itu! ".
" karna kita beda agama" Citra mengatakan alasannya dulu.
"sekarang kita seiman! ".
" kamu gak paham! kamu gak akan paham Tuan Warren yang terhormat! " Citra dengan suara sangat lirih namun ada ketegasan disana.
"apa yang tidak saya pahami Citra! katakan biar saya paham! " Warren.
"percuma menjalin hubungan dimana tidak ada kepastian sementaraku berpikir kamu hanya mepermainkan perasaanku nantinya, saya sadar diri. kamu orang kota saya orang kampung! ".
" itu dulu! sekarang tidak" Warren.
"sekarang ataupun dulu sama saja" Citra.
Warren menggeleng "tidak sama Citra! sekarang berbeda,".
"kota dan kampung punya peraturan yang berbeda".
" aku akan belajar agar bisa mengikuti aturan kampung "Warren.
" saya janda anak satu tuan! ".
" saya tidak perduli itu! saya menerima kamu apa adanya" Warren.
jawaban Warren membuat Citra tak bisa berkata apa apa lagi ada aja jawaban dari dirinya setiap kata yang ia lontarkan.
sampai Citra berkata kembali "Sa-saya,, "