My First Love

Jonathan mengetuk pintu kamar Naura. tatapan tajam menyambutnya. Naura berdiri dengan dua tangannya yang disilangkan didepan dada. 

"Udah berapa kali aku bilang, aku nggak mau dianggap adik. Aku maunya jadi pacar kakak, kakak ngerti nggak sih maksud aku? Okelah sekarang kakak belum tertarik padaku tapi jangan menjatuhkan harga diriku kayak gitu dong. Ucapan kakak yang tadi itu bikin aku sakit hati tau nggak." Naura menggebu.

"Kakak tau kamu sakit hati, tapi kamu juga harus tau kalau ucapan kakak tadi bukanlah bohong. Kakak memang sangat menyayangimu tapi sekali lagi, itu bukan perasaan seorang pria pada seorang wanita. Itu hanya perasaan sayang seorang kakak pada adiknya. Nau, bisakah kita kembali seperti dulu, bahagia tanpa melibatkan masalah perasaan seperti ini? Kakak ingin hubungan kita baik baik saja, kakak tidak ingin kita terus bertengkar seperti sekarang. Kakak tidak ingin kamu lebih sakit hati karena perasaan kamu itu. Nau sayangi kakak seperti kakak menyayangimu, hanya sebagai kakak dan tidak melibatkan perasaan lain. Bolehkan?"

Naura diam tanpa kata. Gadis itu berusaha menahan air matanya. Pikirannya blank, seolah tidak sanggup memproses ucapan Jonathan barusan. Kata kata itu terlalu menyakitkan untuk dia dengar.

"Sudah ngomongnya?" Hanya kata itu yang sanggup keluar. Lalu Naura membalik badannya, "Aku ngantuk kak, mau tidur." Naik ke ranjang, menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya.

"Nau."

Tiba tiba Naura mengibas kuat selimutnya lalu bangun dan menatap pria itu dengan wajah garang. "Kalau kakak tidak menyukaiku itu urusan kakak dan tentang rasa sukaku pada kakak itu juga urusanku. Jangan mendikteku aku tidak suka. Aku sudah cukup dewasa untuk tau dan melakukan apa yang aku inginkan. Sekarang kumohon keluar dari kamarku karena aku sudah mengantuk. Oh dan satu lagi, harap jaga sopan santun untuk tidak keluar masuk kamarku, aku butuh privasi." Naura kembali tidur dengan tubuhnya yang sepenuhnya sudah ditutupin selimut.

Jonathan diam ditempat, agak speechless mendengar ucapan tersebut. Pria itu baru bergerak setelah mendengar suara Naura lagi.

"Jangan lupa pintunya ditutup. Terimakasih."

Jonathan diam memandangi pintu kamar Naura yang baru ditutup olehnya. Pria itu masih bengong, mencerna semua ucapan Naura tadi.

"Loh Jo, kamu ngapain di depan kamarnya Nau?"

Bunda mengangkat alisnya, melihat Jonathan yang masuk ke kamarnya tanpa menjawab pertanyaannya tadi. "Tuh anak kenapa?"

"Beib, besok mamaku datang, katanya mau ketemu kamu." Jonathan hanya membaca chatt dari Lyodra itu lalu meletakan ponselnya begitu saja diatas nakas. Pria itu duduk diam dengan pikiran yang melayang entah kemana.

Di kamarnya, Naura menangis sambil komat kamit, memaki Jonathan karena masih kesal dengan ucapan pria itu tadi. "Dasar kak Jo bego, udah disukain malah nggak bersyukur. Harusnya terimakasih dong dia, cewek secantik aku mau sama dia. Dasar!"

*****

Pagi ini, Naura berangkat ke kampus seperti biasanya. Naura keluar kamar bersamaan dengan Jonathan yang juga baru keluar dari kamarnya. Mata mereka bertemu beberapa detik.

"Liatinnya biasa aja kak, ntar jatuh cinta. Eh jilat ludah sendiri lagi." Naura menyindir lalu melangkah begitu saja. Bahkan gadis itu melangkah dengan riang, seolah puas karena sudah berhasil menyindir Jonathan.

"Cantik banget sih anak Bunda." Bunda menyambut Naura yang baru bergabung di meja makan. Tak lama Jonathan juga ikut bergabung.

"Kak Jo kenapa? Kok mukanya kusut kayak pakaian belum disetrika gitu?" Naura malah meledek Jonathan. Pria itu tidak menggubris dan hanya menatap sekilas pada Naura.

"Iya loh Jo, kamu itu kenapa? Masih pagi udah nyebarin hawa nggak enak aja." Bunda menimpali. Jonathan tetap diam dan hanya fokus pada sarapannya.

"Oh ya Jo, kapan kapan undang pacar kamu makan malam di rumah kita." Ayah membuka suara.

"Ayah sudah setuju sama hubungan kak Jo?" Hani bertanya. Dalam hati dia agak tidak suka kalau wanita itu datang ke rumah mereka lagi.

"Masalah pendamping, itu urusan kakakmu. Ayah sama Bunda hanya bisa merestui, kami tidak ingin ikut campur tentang siapapun pilihannya. Lagian kakakmu sudah dalam usia yang pantas menikah."

"Iya Jo, Ayah sama Bunda nggak akan nuntut banyak, yang penting kamu bahagia itu sudah lebih dari cukup untuk kami. Bunda akui, sebenarnya Bunda kurang suka pada pilihanmu, tapi kembali lagi, kamu yang menikah, kamu yang paling tau apa yang kamu inginkan dan apa yang tepat untukmu." Bunda menimpali sambil tersenyum. Dia harap Jonathan bahagia dengan pilihannya.

"Jadi kak Jo akan menikah?" Naura bertanya. sebisa mungkin dia menahan mimik wajahnya, agar terlihat biasa saja.

"Kakakmu itu sudah tua Nau, cepat atau lambat kan dia akan menikah." Bunda menjawab dengan Candaan. Naura hanya bisa memberikan senyum kakunya, lalu melirik pada Jonathan yang diam tanpa mengeluarkan kata apapun.