NovelToon NovelToon
STEP FATHER FOR MY DAUGHTER

STEP FATHER FOR MY DAUGHTER

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Single Mom / Hamil di luar nikah / trauma masa lalu / Anak Yang Berpenyakit
Popularitas:30.2k
Nilai: 5
Nama Author: Rona Risa

Cerita ini buat orang dewasa 🙃

Raya Purnama menikah di usia tujuh belas tahun setelah dihamili pacarnya, Sambara Bumi, teman sekelasnya yang merupakan putra pengusaha kaya.

Namun pernikahan itu tak bertahan lama. Mereka bercerai setelah tiga tahun menjalin pernikahan yang sangat toxic, dan Raya pulang kembali ke rumah ibunya sambil membawa anak perempuannya yang masih balita, Rona.

Raya harus berjuang mati-matian untuk menghidupi anaknya seorang diri. Luka hatinya yang dalam membuatnya tak ingin lagi menjalin cinta.

Namun saat Rona berusia tujuh tahun dan meminta hadiah ulang tahun seorang ayah, apa yang harus Raya lakukan?

Ada dua lelaki yang menyita perhatian Raya. Samudera Dewa, agen rahasia sekaligus penyanyi yang suara emasnya menguatkan hati Raya di saat tersulit. Alam Semesta, dokter duda tampan yang selalu sigap merawat Rona yang menderita leukimia sejak kecil.

Di antara dua pilihan, Raya harus mempersembahkan hadiah terindah bagi Rona.

Siapa yang akan dipilih Raya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rona Risa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

KESEMPATAN KEDUA

"Sam..."

Air mata Raya jatuh tak terbendung saat melihat Samudera terbaring di atas tempat tidur. Kepalanya diperban. Alat pendeteksi detak jantung, infus, dan ventilator terpasang di tubuhnya. Memar-memar dan luka bekas pertarungan mulai pulih dan memudar di wajahnya yang pucat dan tampan.

Ini pertama kalinya Raya bisa melihat langsung dan berada dekat Samudera sejak pertempuran maut seminggu lalu itu. Setiap hari Raya tak henti mendoakan kesembuhan Samudera, setiap hari ia berharap seseorang akan datang dan memberitahunya bahwa Samudera telah siuman, pulih... dan bahkan mencarinya.

Apa harapanku itu terlalu berlebihan?

Raya duduk di samping tempat tidur. Gemetar, ia mengulurkan tangan dan menyentuh tangan Samudera yang dipasangi beberapa alat.

Tangan itu sedingin es.

"Sam...," Raya menangis sejadinya dan berbisik lirih. "Bangun, Sam..."

Raya tak bisa mencegah ingatannya memutar momen pertemuan pertama mereka yang nyaris berakhir tragis. Janji kelingking yang manis. Percakapan-percakapan pendek maupun panjang, serius maupun tawa, melalui telepon.

Bahkan, Samudera adalah salah satu teman bicara yang bisa mengusir sedikit rasa sepi dan sakit di hati Raya saat ia masih menjadi istri rasa tahanan terbuang di mansion Sambara.

***

*Flashback Raya, 19 Juni 2020, sehari sebelum ulang tahun ketiga Rona*

"...terima kasih kamu sudah mau menolongku selama ini, Satria," ujar Raya tulus, setelah menerima laporan mendetail tentang aktivitas Sambara selama dua tahun berturut-turut. Ia duduk di sofa sudut kamar, lagu Lost Stars yang dinyanyikan Adam Levine mengalun dari pemutar musik digital dan speaker sejernih kristal di sudut kamar.

"Kembali kasih, Raya," sahut Samudera--yang saat itu dikenal Raya sebagai Satria Garuda. Seperti biasa, suaranya begitu menenangkan dan lembut. "Aku melakukannya demi janjiku padamu. Bukankah aku sudah berjanji untuk menyelamatkan hidupmu? Aku tak akan pernah meninggalkanmu sendiri, Ra..."

Wajah Raya merona, detak jantungnya meningkat. Sensasi yang sudah bertahun-tahun tak ia rasakan, entah bagaimana kini muncul kembali.

"Apakah kamu tidak ingin pergi dan merengkuh kebebasanmu sendiri, Raya?" tanya Satria pelan.

Raya mengerjap. "Apa?"

"Kamu sudah hampir tiga tahun terkurung di tempat itu. Kamu menikah tapi kamu menderita--suamimu sepenuhnya mengabaikanmu dan Rona. Ia bahkan bebas berhubungan dengan perempuan lain tanpa memedulikan perasaanmu sama sekali. Jadi mengapa kamu masih tetap bertahan dan menyiksa batinmu sendiri di sana? Kamu bisa pergi dari neraka itu kalau kamu mau," kata Satria, entah mengapa suaranya sedikit bergetar, seperti menahan emosi.

Raya terdiam sejenak. Hatinya yang sudah patah kini terasa kian berserak.

"Maksudmu, aku harus cerai?"

"Apa lagi yang kamu pertahankan?" tanya Satria getir. "Apa kamu masih mencintai dia?"

Pertanyaan Satria begitu menohoknya. Sesaat Raya tak sanggup menjawabnya.

"Aku bertahan demi Rona," sahut Raya tegas, meski suaranya bergetar hebat kali ini.

"Sampai kapan?" tanya Satria. "Besok Rona ulang tahun. Sejak ia lahir sampai sekarang, ia tak pernah dikunjungi ayahnya, tak pernah merasakan kasih sayang ayahnya. Menurutmu hal seperti ini akan baik untuk perkembangan dan kesehatannya kelak? Ia juga tak boleh meninggalkan mansion itu. Apa kamu berniat menjadikan Rona tahanan seumur hidupnya--menderita dan harus tumbuh dengan menyaksikan perbuatan ayah kandungnya yang hanya memikirkan dirinya sendiri?"

Raya menelan ludah. "A-aku..."

"Pikirkanlah baik-baik, Raya. Belum terlambat bagimu untuk menyelamatkan segalanya, termasuk hidup dan masa depan Rona," kata Satria lembut. "Kamu juga berhak bahagia. Kesempatan kedua untuk membangun ulang hidup yang lebih baik bagimu dan Rona masih terbuka..."

Beberapa detik kemudian, seseorang mengetuk pintu kamar Raya.

"Nyonya, Nona Rona ingin ketemu Nyonya," terdengar suara Arum menyeru teredam dari balik pintu.

"Masuklah," kata Raya sengau sambil tergesa menghapus jejak air matanya.

"Bundaaa!"

Rona berlari dan melompat ke pangkuan Raya. Senyum lebar dan indah menghias wajah kecilnya yang sangat cantik.

"Bunda lagi apa?" tanya Rona ingin tahu.

"Oh... ini... Bunda lagi telepon..."

"Siapa? Apa itu Ayah?"

Mata Rona melebar. Ekspresi wajahnya berbinar penuh harap.

"Bu-bukan... ini teman Bunda," Raya dengan gemetar berkata kepada Satria di telepon, "Nanti kuhubungi lagi, ya, Sat..."

Ketika Raya memutuskan telepon, ia melihat binar di wajah Rona pudar, diganti dengan raut kesedihan.

"Rona kenapa...?" tanya Raya kaget.

"Lona kangen Ayah, Bunda...," sahut Rona lirih. "Kenapa Lona nggak pelnah ketemu Ayah...? Kenapa Ayah nggak pelnah pulang...? Apa Ayah nggak sayang Lona...?"

"Bukan... bukan begitu, Sayang...," Raya berusaha keras mencegah air matanya tumpah.

"Kalau sayang, kenapa Ayah nggak pulang...?"

"I-itu... ya karena Ayah masih harus bekerja untuk raja kurcaci, Nak... belum bisa pulang... kalau maksa pulang, nanti Ayah dikutuk sama raja...," Raya gelagapan merangkai kebohongan.

Kenapa aku harus selalu berbohong seperti ini? Sampai kapan? Sementara dia sama sekali nggak pernah peduli...!

Batin Raya mulai meradang.

"Kalau gitu, kita ke sana aja, Bunda!" usul Rona, raut wajahnya kembali bersemangat.

"A-apa?" Raya tersentak.

"Iya. Kita susul Ayah aja. Ke negeli caci. Itu pintu kelual dali sini kan? Negelinya ada di balik pintu itu kan?"

Rona menunjuk gerbang putih di seberang halaman berbunga, yang tampak jelas dari jendela kaca tinggi di samping tempat duduk mereka.

"Ayo ke negeli caci, Bunda... ketemu Ayah... Lona juga bosan di sini telus... Lona mau main sama caci dan peli..."

Mau tak mau, kata-kata Samudera kembali terngiang di benak Raya

"Apa kamu berniat menjadikan Rona tahanan seumur hidupnya?"

Jiwa Raya berteriak, menolak.

Tidak... tidak! Rona tak boleh terkurung dan menderita di sini karena ulah laki-laki brengsek itu!

Kemarahan besar menjalari nadi Raya. Batas sabar dan toleransinya sudah habis. Satria dan Rona sudah membuka matanya kali ini. Ia tak boleh terus kalah, buta, dan terpuruk seperti ini.

Kesemenaan pria jahanam dan keluarganya itu harus berakhir di sini!

Rona berhak hidup bebas dan bahagia!

"Hmm... coba Bunda hubungi Raja Kurcaci dulu ya... kalau bisa, nanti kita berangkat ke sana," kata Raya, otaknya berputar cepat dan batinnya meneguhkan tekad.

"Benelan, Bunda? Nanti Lona bisa jalan-jalan ke negeli caci? Holee, makasih, Bunda!" Rona bersorak gembira. "Lona sayang Bunda!"

"Bunda juga sayang Rona," Raya mencium pipi Raya lembut. "Sekarang Rona main dulu sama kak Arum di kamar Rona, ya? Bunda mau lanjut telepon lagi..."

"Iyaaa!"

Begitu Arum dan Rona pergi, Raya dengan cepat mencari kontak nama seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya, dan menekan tombol 'panggil'.

"Halo, Mama...!"

"Ada apa, Nak...?"

"Ma, apa aku cerai aja, ya...?"

***

Raya menggenggam tangan Samudera, menangis sejadinya.

Setelah meninggalkan mansion Sambara dan bercerai, Raya memang sengaja membuang sim card lamanya dan mengganti nomor baru. Ia ingin membuang jauh semua masa lalunya, tak lagi menoleh ke belakang.

Namun Raya tak sadar, ia juga sudah membuang Satria alias Samudera dalam hidupnya. Kehidupannya yang berubah drastis dan jungkir balik setelah kembali ke rumah ibunya, membuatnya berusaha mati-matian untuk bertahan. Ia tak punya waktu dan energi selain memikirkan cara bagaimana melindungi Rona dari tatapan dan mulut jahat para pencela, serta bagaimana ia bisa menafkahi anaknya di tengah keterbatasan yang ia miliki.

Raya tak tahu, Samudera sedih dan kehilangan.

Raya tak tahu, Samudera jatuh sakit dan menderita. Raya tak tahu, Samudera berjuang untuk bertahan hidup sambil terus mencari dirinya.

Raya tak tahu, Samudera diam-diam bahagia ketika bisa menemukan keberadaan Raya, meski tak bisa lagi menjalin komunikasi karena Raya sudah "membuangnya."

Raya tak tahu, Samudera selalu menahan air mata saat melihat kesulitan dan penderitaan Raya dari jauh, tanpa bisa berbuat sesuatu untuk menolongnya.

Raya tak tahu, Samudera ternyata sangat mencintainya. Cinta yang sangat tulus dan tak menuntut balas. Hanya mengharap Raya tak lagi hilang dan terus ada, agar ia bisa punya alasan untuk tetap hidup dan menepati janjinya.

"Aku di sini, Sam... aku nggak akan hilang lagi... jadi tolong kamu juga jangan pergi...," isak Raya. "Maaf aku sudah membuatmu menderita... tolong beri aku kesempatan kedua untuk menebus kesalahanku padamu, Sam... tolong jangan pergi..."

Hening lama. Samudera terasa begitu jauh dan semakin dingin.

Raya tak tahan lagi. Ia meraih tangan Sam, menciumnya lama, lalu meletakkan tangan dingin itu di dahinya sambil terus berurai air mata.

"Kumohon, kembalilah, Sam... kamu sudah berjanji..."

Beberapa saat kemudian, terdengar suara peningkatan detak jantung dan tanda vital tubuh lainnya dari monitor dekat tempat tidur.

Raya mendongak. Ia melihat Samudera perlahan membuka matanya.

"Sam...!" Raya menekap mulutnya, jantungnya seakan melompat tinggi. "Kamu sudah sadar...?!"

"Raya..."

Samudera berbisik lemah. Kelopak matanya bergetar sayu. Namun ada ekspresi lembut dan haru terpancar di wajahnya yang perlahan mulai kembali hangat.

"Aku di sini, Sam," bisik Raya, berusaha keras tersenyum meski wajahnya basah. "Aku di sini untukmu..."

Raya bergegas menekan tombol interkom merah di dinding sebelah tempat tidur.

"Samudera sudah sadar!" Raya tak bisa mencegah nada bahagia mengalir di antara kata-katanya.

"Sam...!"

Kevin masuk dengan cepat ke dalam ruangan, diikuti beberapa dokter dan perawat. Wajahnya yang pucat memancarkan kelegaan saat melihat adiknya mengedip lemah di atas pembaringannya.

"Tolong keluar dulu, Raya, kami harus memeriksa kondisi Sam terlebih dulu," pinta Kevin.

"Ba-baiklah..."

Saat Raya hendak keluar, ia bisa mendengar suara Samudera kembali memanggil lirih, "Raya..."

Raya memandang Samudera lembut.

"Jangan khawatir, Sam. Aku akan menunggu di luar. Aku akan segera kembali begitu para dokter mengizinkan... aku tak akan pernah meninggalkanmu lagi, aku janji."

***

"Bagaimana keadaanmu?"

Al menyapa Samudera hangat, yang tengah duduk di atas kursi rodanya sambil menikmati siraman mentari pagi di taman belakang rumah sakit.

"Sudah lebih baik," sahut Samudera perlahan. "Tapi aku masih harus menjalani beberapa sesi fisioterapi lagi untuk bisa benar-benar bebas dari kelumpuhan ini..."

Satu minggu setelah Samudera siuman, kondisinya makin membaik hingga ia bisa dipindahkan ke kamar perawatan biasa. Kondisi vitalnya membaik. Kini hanya infus saja yang melekat di tubuhnya.

Namun otot-otot Samudera masih terlalu lemah untuk digerakkan. Jangankan berdiri dan berjalan, menyuap sesendok bubur pun ia tak sanggup.

Samudera sempat shock dan stress saat menyadari kondisinya selemah itu. Namun kakaknya, Kevin alias Krisna memberitahunya bahwa apa yang dialaminya adalah wajar setelah cedera dan pendarahan otak parah yang dialaminya. Kevin meyakinkan Samudera bahwa ia akan sembuh total asal patuh dan sabar menjalani prosedur pengobatan dan terapi yang diberikan.

"Kamu akan sembuh total," kata Al meyakinkan. "Bukankah dia hampir selalu menemanimu sekarang? Kurasa peluang pulihmu akan lebih cepat karena dia ada di sisimu untuk menguatkanmu..."

Samudera mendongak, perasaan bersalah kembali merajamnya. Raut muka Al tampak melembut sedih ketika memandang Raya di kejauhan tengah menggendong Rona, keduanya berkeliling taman sambil bercerita dan tertawa.

"Maafkan aku, Al... aku tak bisa menyelamatkan Sienna hari itu..."

Al menggeleng. "Bukan salahmu."

Samudera menunduk muram. "Tapi tetap saja... andai aku tidak lemah dan jatuh saat itu..."

"Tak ada gunanya berandai-andai. Semua sudah terjadi. Itulah takdir," kata Al pelan. "Waktu Sienna memang sudah selesai. Ia bisa saja terluka parah, namun tetap hidup, seperti kamu. Tapi memang Tuhan sudah berkehendak. Tak ada yang bisa kita lakukan selain mengikhlaskan."

"Al..."

"Tak perlu mengkhawatirkanku. Aku baik-baik saja," kata Al meyakinkan Samudera. "Memang sangat sulit dan menyakitkan pada awalnya. Namun pada akhirnya aku bisa rela dan menerima... karena Raya ada di sana menguatkanku waktu itu."

Samudera terperangah. "Raya...?"

"Dia satu-satunya yang tak meninggalkanku sendirian di pemakaman itu," cerita Al dengan nada lembut. "Dia yang menyadarkanku bahwa takdir tak dapat diubah, tetapi aku masih bisa mempersembahkan kebahagiaan untuk Sienna di alam sana dengan meneruskan hidupku dan berbahagia... Raya tidak berdusta. Mungkin kamu tidak akan percaya, tapi aku bersumpah aku bisa mendengar Sienna juga mengatakan hal yang sama. Ia ingin aku tetap hidup dan bahagia."

Samudera tak bisa berkata-kata.

"Karena itulah, aku percaya kamu juga akan bisa pulih dengan cepat. Raya sudah menyadarkanku dan menguatkanku," Al memandang lembut dan sendu sosok Raya yang tertawa saat Rona menyelipkan sekuntum kamboja di telinga Raya. "Raya juga pasti akan membuatmu lebih kuat."

Samudera turut memandang Raya dengan mata berembun.

"Dokter Al."

Kevin tiba-tiba muncul. Matanya yang lentik dan indah memandang Al lekat.

"Aku berusaha mengontakmu, tapi ponselmu tidak aktif."

Al merogoh ponsel di kantong jasnya. Layarnya hitam sepenuhnya.

"Ah, maaf. Aku tidak sadar baterainya sudah habis," gumam Al. "Ada apa, Dokter Kevin?"

"Presdir mencarimu. Kamu harus segera menemuinya di ruangannya. Ini penting."

Al mengerutkan alis, kentara bingung.

"Baik. Aku ke sana. Aku titip Rona padamu, ya."

Kevin mengangguk. "Jangan khawatir. Aku akan menjaganya."

Samudera menatap punggung Al yang menjauh cepat. Di sebelahnya, Kevin buru-buru memasang airpods di telinganya, lalu mengutak-atik ponselnya dengan wajah serius.

"Hal penting apa yang ingin disampaikan William kepada Al?" tanya Samudera pelan. "Apa ini ada hubungannya dengan masa depan bisnis keluarga Adams?"

Otak cerdas Samudera bisa sedikit menerka. Sienna sebagai pewaris bisnis keluarga Adams sudah tiada. Meski masih ada Agselle, namun Samudera bisa mendengar penolakan keras Agselle yang sudah sadar dan membaik kondisinya saat William menjenguknya dan membahas perkara itu di kamar perawatan sebelah.

"Kubilang tidak, ya tidak, Papa! Jangan paksa aku! Sampai kapanpun aku tak mau memimpin perusahaan ini! Aku tak sudi!"

Suara Agselle terdengar begitu getir dan marah saat itu.

"Entah," sahut Kevin tanpa berpaling dari ponselnya. "Itu bukan urusanmu, Sam. Jangan mengurus kasus apapun lagi. Kamu masih sakit. Fokus saja pada kesembuhanmu dulu. Kalau kamu nekat lagi, kamu akan bernasib sama seperti Kak Rangga"

"Kak Rangga--Raka kenapa?" tanya Samudera, tegang dan khawatir.

"Namanya bukan Raka Garuda lagi," tegas Kevin. "Kesalahannya terlalu besar. Tak ada kesempatan kedua untuknya. Dia sudah dipecat dan dibuang dari Pasukan Rahasia Garuda untuk selamanya."

***

1
Bilqies
yang lagi kangen niih tapi gengsi 🤣🤣🤣
Bilqies
kok sampai di bab ini belum ada penjelasan tentang keberadaan sambara ya Thor...
bagai di telan bumi saja menghilang tanpa kabar
Bilqies
sok menguatkan diri padahal di dalamnya rapuh tuh
Bilqies
emang samudra sakit apa Thor kok sampe ngmg kek gitu siihh 🤔🤔
Bilqies
semangat terus satria Garuda...
cepat cari semua kebenaran nya
Bilqies
kok baru ingat sekarang siih,,,
dari tadi kemana aja
Bilqies
terharu banget sama raya... sampai segitunya dia ke Arum...
Bilqies
miris sekali nasib Arum
Bilqies
majikannya kejam banget terlebih yang ketiga lebih parah 😡
Bilqies
duuh aku kok ikutan nangis gini yaa, berasa banget deeh
Bilqies
good job 👍
Bilqies
jangan peduli sama omongan orang raya...
tetap semangat
Amelia
jangan begitu ibu tetap ibu😞😞
Amelia
waduh pasti muyer" tuh 😀😀
Teteh Lia
sangkar emas yang merebut kebebasan raya.
Teteh Lia
tak mampu berkata kata aku sama kelakuan Sam
Teteh Lia
sombongnya....
ckckck..
Teteh Lia
sudah berbuat, ga mau tanggung jawab.
Teteh Lia
nyeselnya belakangan ya. diawal manis doank yang dirasa. itulah...
Teteh Lia
bahaya ini. aq ikut bayangin 🙈🙈🙈
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!