Arasya Allidra, pria tampan yang akrab dipanggil Rasya memiliki sebuah harapan ingin menikahi cinta pertamanya yang tak lain merupakan sahabat masa kecilnya jika sudah dewasa dan sukses nanti. Keduanya harus terpisah jauh saat keluarganya pindah ke luar negeri.
Rasya yang bertekad untuk meraih cita-citanya dengan belajar dan bekerja keras sampai sukses. Namun disaat tujuannya hampir tercapai sebuah undangan didapatkannya bahwa Qila akan menikah dengan pria lain
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska Dewi Annisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Villa keluarga
Qila hanya bisa menghela nafasnya dalam. Memang tidak mudah meyakinkan Papanya yang memiliki prinsip kuat apalagi jika itu menyangkut keselamatan keluarganya.
Qila juga memaklumi sikap Papanya yang sangat sulit memaafkan Alvian. Karena hal itu Qila pun tak bisa memaksakan keputusan Papanya.
"Baiklah terserah Papa saja, mau mencabut laporan Alvian atau tidak, aku hanya ingin memberitahu saja kalau aku sudah ikhlas atas semua yang terjadi Pa, toh sekarang aku sudah bahagia dan bertemu dengan Mas Rasya, suami yang selalu melindungi dan menyayangiku." Qila tetap menjelaskan tujuannya mencabut tuntutan hukuman Alvian. Urusan hasilnya nanti biar Papanya sendiri yang memikirkannya.
"Kamu memang mirip Umma kamu, terlalu baik." Papa Bagas menghela nafasnya panjang.
"Ya kan dari kecil di didik sama Umma, tapi peran Papa juga luar biasa banget. Pokoknya aku bangga punya Papa sama Umma." Qila tersenyum lebar.
Saat keduanya sedang mengobrol tiba-tiba si kembar bungsu Zidan dan Zaira datang langsung merengek pada Papa Bagas.
"Papa, ini kan sudah hari sabtu, katanya Papa mau ajak ke villa kalau ada Kak Qila sama Kak Rasya, ayo berangkat sekarang saja pa.." Zaira langsung bergelayut manja pada Papa Bagas.
"Iya Pa, kan aku sudah ingin memancing di danau nanti ajakin Kak Rasya." Zidan tak mau kalah.
"Loh, memangnya ada rencana buat ke villa ya Pa?" Qila pun menyahut.
"Iya, papa lupa banget mau kasih tau kamu dan Rasya. Bahkan sebenarnya Papa juga lupa kalau ada janji sama mereka." Papa Bagas sedikit berbisik pada Qila.
"Duh Papa ini, nanti diprotes terus loh sama mereka." Qila pun hanya bisa tersenyum geli, mungkin faktor usia Papanya yang tak lagi muda membuatnya sering lupa.
"Ayo Pa.. berangkat Paa..." duo bungsu itu terus merengek membuat Papa Bagas mau tak mau harus menurutinya.
"Iya-iya, Papa bilang Umma dulu sama Kak Rasya bisa tidak." Akhirnya Papa Bagas pun mau tak mau harus menuruti keinginan dua bungsu kesayangannya.
Qila sendiri kini memberitahu suaminya tentang rencana dadakan sang Papa untuk menginap di villa keluarga.
"Ya nggak apa-apa sayang, lagian aku juga free besok minggu. Kasihan nanti Zidan sama Zaira kalau tidak dituruti jadi sedih."
Setelah itu Qila membantu Umma nya bersiap-siap. Tentu memiliki banyak anggota keluarga jelas membuatnya harus mempersiapkan banyak hal.
"Untung saja ada kamu sayang, Umma jadi terbantu, kebiasaan Papa kamu itu ngajak selalu dadakan." Umma Nizma sambil menggerutu menata barang-barang dan pakaian ganti untuk anak-anaknya.
"Bukannya dadakan tapi Papa aja yang lupa udah janji sama si bungsu." Setelah mempersiapkan semuanya kini mereka bersiap untuk berangkat.
Kebetulan kakek dan nenek, yaitu orang tua Umma Nizma juga ikut sehingga suasana jadi semakin ramai. Mereka berangkat menggunakan tiga mobil yang mana Papa Bagas bersama istri dan kelima anaknya, Qila dan Rasya bersama kakek dan neneknya dan satu mobil dikendarai sopir berisi barang-barang mereka. Rencana di villa mereka akan mengadakan acara barbeque.
Perjalanan yang ditempuh hampir dua jam karena sedikit ada kemacetan akhirnya mengantarkan mereka di Villa keluarga milik Bagas yang berada di kawasan puncak.
Tempat itu memang sangat cocok untuk menghabiskan akhir pekan bersama keluarga karena selain tempatnya yang nyaman juga suasananya yang sejuk dan memiliki pemandangan indah.
Hamparan kebun teh di sekitar Villa membuat suasana semakin asri. Itu sebabnya keluarga mereka sering kali menghabiskan waktu libur bersama di tempat itu.
Qila yang baru turun dari mobil membantu neneknya berjalan memasuki area villa. Faktor usia memang membuat wanita lansia yang wajahnya mirip sekali dengan Umma Nizma itu sering mengeluh lelah.
"Nenek langsung istirahat saja ya, Qila buatkan minuman hangat dulu." Ujar Qila.
"Makasih ya sayang, kamu pengertian sekali sama nenek." meskipun Qila bukan cucu kandungnya namun nenek dan kakeknya tak pernah membedakan bahkan sangat menyayangi dirinya.
Setelah beristirahat seusai perjalanan kini adik-adik Qila sudah sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Sementara para pria menemani anak-anak bermain kini para wanita sibuk mempersiapkan makanan. Qila, Umma Nizma dan juga Zaina memanaskan masakan yang mereka bawa.
"Untung Umma selalu punya banyak cadangan makanan jadi nggak bingung deh kalau mau makan." celetuk Zaina.
"Ya memang harus begitu kalau punya banyak anggota keluarga. Zaina yang rajin belajar masaknya biar nanti gampang kalau mau mempersiapkan untuk acara keluarga." ujar Umma Nizma.
"Nggak ah umma, aku nggak mau punya banyak anak, dua aja biar nggak ribet." Zaina pun langsung menyahut.
"Aduh dek.. sekolah yang bener dulu malah bahas anak. Lagian ya anak itu anugerah, titipan jadi mau banyak atau sedikit disyukuri saja." Qila yang gemas pada adiknya pun ikut menyahut.
"Ya kan buat antisipasi aja. Kalau kak Qila gimana? mau punya banyak anak apa nggak? kalau aku lihat sih Kak Rasya orangnya suka anak kecil ya." Mendengar pertanyaan dari adiknya membuat Qila terdiam beberapa saat.
"Emm.. soal itu sedikasihnya saja. Allah yang Maha Tau seberapa siap kakak menjalaninya." sebetulnya Qila merasa menyesal jika harus membahas tentang anak begini. Hubungannya dengan suaminya bahkan belum sampai ke tahap itu.
****
Suasana malam itu terasa begitu hangat saat keluarga Papa Bagas berkumpul di halaman belakang Villa. Mereka semua sibuk menikmati acara barbeque tersebut.
Hingga tak terasa alam pun semakin larut dan semua orang bergegas masuk untuk beristirahat masing-masing.
Qila yang masih belum mengantuk tampak melamun di balkon kamarnya.
"Sayang nggak istirahat?" Rasya baru masuk ke dalam kamar.
"Belum ngantuk mas." Qila mendekat lalu memeluk pinggang suaminya.
"Hmm.. mau jalan-jalan nggak? Aku juga belum mengantuk."
"Boleh.."
Bukan ide yang buruk sepertinya mereka jalan-jalan berdua. Meskipun dingin tapi keduanya mengenakan jaket an saling berpegangan tangan.
"Dulu disini banyak sekali kunang-kunang. Aku sering minta papa buat nyari. Tapi sekarang sudah tidak ada." Qila bercerita tentang masa kecilnya sambil menyusuri jalanan di sekitar kebun teh.
"Mungkin sekarang kunang-kunangnya sedang menyibukkan diri di tempat lain." Rasya menanggapi obrolan istrinya dengan candaan.
"Mana ada kunang-kunang menyibukkan diri. Itu sih ngarangnya Mas aja." Qila mencubit lengan Rasya karena gemas.
"Jangan cubit dong, cium aja." Rasya memprotes asal.
Namun bukannya menjawab Qila langsung mendekatkan wajahnya dan mengecup bibir Rasya.
"Yaudah begini saja." Qila tersenyum malu-malu.
"Eh dicium beneran." Tentu Rasya sangat senang dengan sikap Qila sekarang.
Mereka pun melanjutkan jalan-jalannya sambil mengobrol hingga tak terasa sampai jauh dari area villa. Langit yang semula cerah dengan taburan bintang perlahan berubah menjadi mendung. Bahkan suara gemuruh petir mulai terdengar.
"Loh kita sudah jauh Mas.. mau hujan juga ini." Ujar Qila saat mereka baru sadar.
"Iya ya.. yaudah balik yuk." Rasya dan Qila pun memutuskan berbalik arah namun saat mereka baru berjalan hujan turun tiba-tiba dengan derasnya.
Jalanan yang luas tanpa ada bangunan sekalipun membuat mereka mau tak mau harus kehujanan karena tidak ada tempat berteduh.
Rasya yang menggenggam tangan Qila mulai merasakan istrinya yang menggigil kedinginan. Dia melihat wajah Qila yang sedikit pucat membuat Rasya semakin khawatir.
"Mas dingin." keluh Qila.
"Sabar sayang ini mau nyampe sebentar lagi. Maaf ya.. mau gendong aja?" Rasya hendak mengendong Qila namun ia menolak.
Sampai akhirnya mereka sampai di villa. Rasya langsung membawa Qila masuk ke kamar. Dia menyuruh Qila untuk mengganti pakaiannya.
Rasya memilih mengganti pakaian di kamar mandi luar sementara Qila di kamar mandi dalam. Setelah itu Rasya langsung membuatkan teh hangat untuk istrinya.
Saat baru memasuki kamar Rasya mendapati Qila juga keluar kamar mandi hanya mengenakan bathrobe.
"Sayang ini tehnya diminum dulu biar nggak kedinginan." Pinta Rasya.
Qila tak menjawab namun langsung memeluk erat tubuh Rasya dan menyembunyikan wajahnya pada dada bidang suaminya.
"Mas, hangatkan aku.." ucap Qila dengan suara sedikit bergetar.
Tanpa pikir panjang Rasya langsung mengangkat tubuh Qila dan membawanya ke atas ranjang. Dia menyelimuti tubuh Qila lalu memeluknya erat.
"Masih dingin?" tanya Rasya lagi.
"Masih.." bibir Qila tampak bergetar.
Rasya jadi semakin khawatir, dia hendak bangun untuk mencari minyak angin namun pelukan Qila semakin erat. Tatapan matanya tampak sendu dengan bibir bawahnya yang dia gigit membuat Rasya ingin sekali melakukannya.
"Aku tahu cara menghangatkanmu, tapi tolong fokus saja denganku jangan pikirkan yang lain." Setelah mendapatkan persetujuan dari Qila kini Rasya mulai melancarkan rencananya.
Dia raih bibir Qila dan mulai menciumnya dengan begitu lembut. Tak ada perlawanan dari istrinya membuat Rasya merasa senang. Pelan tapi pasti ciuman itu semakin lama semakin bergairah dan Rasya ingin sesuatu yang lebih.
"Sayang.." panggil Rasya dengan suara yang mulai serak.
"Hmm.." Qila hanya menjawabnya dengan gumaman.
"Apa boleh?" tanpa mengatakan secara mendetail tentu Qila sudah tahu kemana arah pertanyaannya.
"Hmm.. ya.." Tak ada lagi keraguan di benak Qila. Dia pasrahkan semuanya pada Rasya.
Mendapatkan lampu hijau dari Qila tentu saja membuat Rasya senang bukan kepalang.
"Semoga kali ini berhasil, jika gagal lagi maka aku harus bersabar lagi." Sempat ada keraguan di hati Rasya namun dengan tekat yang bulat dia yakin malam ini apa yang diinginkannya akan terwujud.
...****************...
Rasya kamu harus hati2 dengan Dinar, jangan sampai Dinar memanfaatkan kamu