Trauma, Ex

"Kamu cuma kasihan?"

Liam mencoba memberikan pengertian kepada wanita berkursi roda itu. "Aku mau memperjuangkan anak dan wanita yang seharusnya aku perjuangkan dari dulu, Billy..."

"Huaaaa!" Billy berteriak. Dia memutar kursi rodanya, ingin melompat saat ini juga.

"Jangan seperti ini!"

Liam mencegah, bukan hanya atas nama kemanusiaan. Liam juga menyayangi wanita yang selama ini menjadi sahabatnya. Selain itu, Liam tak ingin menjadi tersangka.

Berurusan dengan polisi akan membuatnya semakin sulit mendapat hak asuh Maurin, sekaligus cinta Flory.

Liam meraih tubuh Billy untuk dimasukkan ke dalam kamarnya. Mendudukkan wanita itu di atas ranjang king size. "Cukup Billy!"

"Flory tidak pantas dicintai. Dia yang membuat aku dipenjara, dia yang buat aku harus mendekam di penjara!" Billy teriak.

Liam menggeleng, dia kondisikan gerak tubuh Billy yang lemas kemudian. "Aku mau kamu terima. Cukup aku menutup perasaan yang menyiksa ku bertahun tahun lamanya, Billy!"

"Aku mau mati saja," lirih Billy. Wanita itu mulai menangis lemas karena sepertinya sudah mulai kehabisan tenaga.

"Aku minta maaf." Liam menatap dalam mata Billy penuh harap. "Aku menyayangimu, Billy. Tapi soal cinta dan kasih sayang seorang pasangan, aku bisa pastikan semua itu hanya untuk Flory."

Billy masih menangis terisak. "Nggak ada yang bisa mempedulikan aku selain kamu."

"Dan aku masih peduli meskipun aku tidak akan menikahi mu," sergah Liam.

Billy tergugu-gugu kecil. "Jadi ini alasan kamu terus undur pernikahan kita? Karena Flory?"

Liam mengangguk mengiyakan. "Yang benar, aku tidak yakin dengan perasaan ku sendiri. Aku tidak yakin bisa menyentuh wanita lain selain Flory. Sumpah, aku mencintainya."

"Mana Liam yang dulu?" lirih Billy. "Aku bisa terima King dengan yang lain karena mu Liam. Tapi kamu tega memutuskan aku!"

"Maaf." Liam mengusap pucuk kepala Billy untuk yang terakhir kali sebelum dia pergi meninggalkan kamar itu.

"Tolong jaga Nona kalian." Liam berikan titah pada beberapa pelayan. Dan dijawab dengan anggukan kepala orang-orang itu.

Liam lega, setidaknya dia pada akhirnya berani bicara. Berani lepas, dan tak lagi terkungkung dalam hubungan toxic ini.

Masalah Billy biarkan sampai sini. Liam masih perlu perjuangkan Flory sampai kembali padanya lagi.

...➿➿➿➿...

Flory berjalan mondar mandir, menggigiti kuku miliknya dengan raut cemas. Liam tadi mengebut di jalanan, bahkan melewatinya.

Apa yang membuat Liam seburu-buru itu? Apa karena dia menolaknya hari ini? Atau ada hal yang lain? "Tuhan, seharusnya aku tidak perlu lagi memikirkannya."

Flory menggeleng geleng kepalanya, dia tidak mau kembali ke masa lalu, sudah cukup Liam menyakitinya, Flory tak ingin memberi secuil pun kesempatan pada Liam.

📤 "Bisa temui aku, Hyun?" tulisnya di chat lalu dikirim ke nomor milik Hyun Jay.

Flory masih berharap. Mungkin, Hyun Jay benar, dengan mencobanya bersama Hyun Jay, dia bisa lupa akan sentuhan candu Liam.

📥 "Datang saja, aku masih di hotel," balas Hyun Jay.

Sebelum pergi Flory meraih tasnya, dia sempat mengusap lembut kepala Maurin yang sudah lelap tertidur di ranjang. Ada sus Erie yang siaga menjaga Maurin.

Flory harus menemui Hyun Jay. Detik ini juga, tepatnya sore hari disaat senja mulai menampakkan semburat jingganya.

Tak ada satu jam Flory sampai di hotel di mana Hyun Jay menginap. Calon pewaris tahta JM company itu sudah sambut di sofa kamarnya.

"Minum?" Hyun Jay mengulur tangannya, menawarkan jus strawberry pada Flory.

"Tidak terima kasih!" Flory berdiri menatap pria imut itu dari dekat. Hyun Jay hanya tersenyum kecil melihatnya.

"Coba sentuh aku!" Flory tiba-tiba menawarkan tubuhnya untuk Hyun Jay.

"Kau gila?"

Flory meraih tangan Hyun, menuntunnya menuju ke dadanya. "Sentuh ini ... Dan ini."

Hyun terdiam terpaku menatap wajah cantik wanita itu. Sekilas tak ada yang aneh, tapi jika melihat tawarannya ini sungguh aneh.

"Ayok sentuh!" titah Flory.

Hyun menepis, dia lebih suka gelas jus strawberry miliknya. "Bercerai dulu dari Elang! Kau akan dapatkan yang kau mau."

"Kenapa lama sekali?" sergah Flory.

Hyun menatap lekat jus miliknya yang sudah tinggal separuh. "Aku tidak mau menyentuh wanita bersuami."

"Aku hanya mau memastikan, aku bisa merasakan sentuhan mu atau tidak!" decak Flory gusar. "Aku tidak mau setelah kita menikah, aku masih tidak bisa menerima rangsangan dari orang selain Liam saja!"

"Dan kau kecewa!" tambahnya.

"Ck!" Hyun meletakan gelasnya, dia berdiri menghadap Flory. "Aku bukan kelinci percobaan!"

"Tapi aku butuh bantuan mu, Hyun!" Flory menghiba. "Aku mau sembuh, aku mau lupakan Liam, aku tidak sudi kembali meski seberapa pun aku masih memikirkannya."

"Aku hanya mau menyentuh wanita yang mau menjadi istriku!"

"Kau hidup di zaman apa sih?"

Hyun memang terlahir di Korea, tapi masih beragama muslim, sebab kakeknya mualaf karena menikahi neneknya. "Mom ku yang ajari aku begitu!"

"Aku frustrasi Hyun!" Flory terduduk di sofa. Hyun meraih segelas air putih, dia berikan pada Flory yang lekas meneguknya.

"Kenapa lagi?"

Flory menghela napas dalam. "Barusan aku berhasrat lagi, Hyun. Liam menyentuh ku..."

"Kau mau saja lagi!" tangkis Hyun ketus. "Kau masih mencintainya atau terobsesi padanya?"

"Aku ingin menggantinya dengan yang lain, aku malu padaku sendiri kalau sampai harus kembali padanya lagi!"

Hyun manggut-manggut. "Kalau begitu segera proses perceraian mu. Dan ayok kita menikah. Aku akan berusaha sembuhkan kamu dari penyakit aneh yang di luar nalar."

Sebenarnya bukan penyakit di luar nalar, tapi ini seperti kesetiaan. Di mana Flory hanya menyukai tubuh Liam saja untuk dinikmati.

"Aku menunggu status baru mu!" ujar Hyun kembali. "Jadilah janda dulu, baru setelah itu aku mau menyentuh mu, bahkan tidur dengan mu."

Flory mendengus, bagaimana caranya memiliki suami lagi tapi tidak terlibat hati? Dia ingin menyewa lelaki saja kalau ada.

Sekedar untuk membuktikan bahwa dia tidak akan pernah lagi memberikan kesempatan kepada Liam Bagaskara. "Bagaimana kalau kita menikah pura-pura?"

"Aku mencintaimu sungguh-sungguh. Bukan pura-pura, kau tahu?" pekik Hyun.

"Aku tahu, tapi aku tidak bisa membalas perasaan mu, Hyun. Aku hanya butuh status baru supaya Liam tidak pernah lagi mengganggu ku dan Maurin," rengek Flory.

Hyun hanya bisa menghela napas berat, jika bisa dia memilih dia lebih suka pergi dan tak pernah mengharapkan Flory lagi.