Gita yang gagal menikah karena dikhianati sahabat dan kekasihnya, menganggap pemecahan masalahnya adalah bunuh diri dengan melompat ke sungai.
Bukannya langsung berpindah alam, jiwa Gita malah terjebak dalam tubuh seorang asisten rumah tangga bernama Mar. Yang mana bisa dibilang masalah Mar puluhan kali lipat beratnya dibanding masalah Gita.
Dalam kebingungannya menjalani kehidupan sebagai seorang Mar, Gita yang sedang berwujud tidak menarik membuat kekacauan dengan jatuh cinta pada majikan Mar bernama Harris Gunawan; duda ganteng yang memiliki seorang anak perempuan.
Perjalanan Gita mensyukuri hidup untuk kembali merebut raga sendiri dan menyadarkan Harris soal keberadaannya.
***
Cover by Canva Premium
Instagram : juskelapa_
Facebook : Anda Juskelapa
Contact : uwicuwi@gmail.com
Nover ini belum rampung. Disarankan untuk membacanya setelah TAMAT.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon juskelapa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
024. Pencarian Dimulai
Meninggalkan Harris diam-diam dan tanpa banyak bicara adalah pilihan bijak malam itu. Mar meminta Jaya dan Hasan menunggunya di kamar Surti sementara ia meminta Agung mengeluarkan dua matras nomor empat yang lebarnya tidak sampai satu meter. Sementara Surti kebagian merentangkan permadani sebagai alas dua matras yang disatukan agar Hasan lebih leluasa berbaring ke sana kemari.
“Pakai corak permadani apa, Mar? Ada beberapa di gudang. Corak permadani Dinasti Mamluk, Dinasti Safawiyah, ada juga Dinasti Umayyah Spanyol….”
“Ribet amat dah …. Udah malem, Sur. Terserah Dinasti apa. Dinasti Ming atau Dinasti Banten juga nggak masalah. Anakku udah ngantuk. Buruan ….” Mar mengisi baterai remote AC dan mencobanya beberapa kali. “AC berfungsi. Beres. Tinggal mindahin bed sheet dan bed cover.”
Satu jam lebih membuat tempat tidur darurat sebagai lokasi bermalam Jaya dan Hasan membuat Mar menghempaskan diri kelelahan. Mar memiliki waktu menerawang langit-langit sementara pikirannya terus bekerja. Jaya dan Hasan masih berada di kamar Surti. Ia masih leluasa ‘berenang’ di kasurnya yang rapi.
“Mulai sekarang kamar yang paling luas ini milik Mar, Jaya dan Hasan. Jelas?” Mar berdiri menepuk-nepuk ambang pintu kamar. Surti dan Agung kompak mengangguk.
“Milik kamu maksudnya? Mar itu kamu. Harusnya mulai sekarang kamar yang luas ini milik aku dan anakku. Itu lebih cocok,” kata Surti.
“Aku itu siapa?” Mar bertanya balik.
“Mar,” jawab Surti.
“Ya udah. Itu aku. Jelas ya. Jangan ada yang ganggu gugat kedua anak-anak ini. Semua harus melalui persetujuan aku atau Pak Harris.” Mar merasa dirinya sedang di awang-awang. Harris saja barusan menyerah, apalagi Surti dan Agung. “Selain kamar mandi di sini? Kamar mandi yang di lantai satu di mana lagi?” Mar mengabaikan tatapan heran Surti.
“Bener nggak tau?” Surti menyipitkan mata. “Ada kamar mandi di kamar paling depan. Ada juga kamar mandi tamu di dekat ruang tamu. Kenapa?”
“Aku nggak bisa di kamar mandi yang WC-nya jongkok. Pegel,” jawab Mar.
“Kamar mandi di depan cuma buat tamu,” kata Surti memberi peringatan.
Mar mengangkat bahu. “Aku juga tamu,” jawabnya.
Aman … aman semuanya. Jaya seneng dengan kamar barunya. Dan Hasan langsung tidur karena ada AC. Tinggal gimana aku besok pagi ngatur waktu buat ngurus Chika dan dua anak ini. Sekolahnya Jaya gimana, ya?
Mar menggaruk-garuk rambutnya yang kasar dan keras. Sebuah cermin meja yang dipindahkan dari kamar Surti memperjelas penampilannya saat itu. Rambutnya yang kasar sulit diatur. Ia harus melakukan sesuatu untuk rambut itu.
Karena sudah tidak demam lagi Chika harus sekolah. Info itu didapat Mar dari Surti. Merasa penampilanya perlu perbaikan, Mar bangun lebih pagi dari yang seharusnya. Ayam pun belum berkokok saat Mar mulai menggosok tubuhnya sambil berdendang di kamar mandi. Usai mandi ia membaluri rambutnya dengan vitamin rambut murahan yang didapatnya dari perlengkapan Mar.
Bukannya mengilap sehat, rambutku malah kayak dikasih minyak kelapa. Jadi kayak basah kuyup kena ujan. Apa diiket aja ya? Atau dijepit?
Mar keluar kamar setelah berdandan tipis dan memakai seragamnya dengan rapi.
Aku bakal minta Mar manjangin rambutnya, beli sampo untuk rambut kering, sunscreen, pelembab, jepitan rambut polos, lipstik merah muda, losion, juga parfum. Pasti Jaya seneng liat ibunya makin cantik.
Benar saja. Jaya baru selesai mandi ketika Mar merapikan bagian depan seragamnya. Jaya memutari Mar sambil berdecak-decak.
“Ibu juga pasti nggak kenal dirinya sendiri kalau begini.” Jaya masih berdecak.
“Cepat pakai seragam dan ambil sarapan di dapur. Aku udah ngomong ke Surti. Jangan masuk ruang makan. Ambil uang di meja buat jajan dan naik ojek dari depan komplek ke sekolah. Hasan masih tidur jadi kamu nggak boleh berisik. Gimana? Ngerti?”
Begitulah cara Gita memerintah bawahannya di kantor. Ia adalah sales manager yang pernah meraih penghargaan best selling selama dua tahun berturut-turut. Ia tangkas dan sigap. Tapi juga mudah luluh dan jatuh kasihan pada alasan-alasan bawahannya.
Jaya yang selalu kagum dengan seorang Mar yang baru merasa apa yang dilakukan wanita itu semua demi kebaikannya. Jaya tak mau mengecewakan Mar dan berusaha menjalankan apa yang dipinta Mar sebaik mungkin. Dalam lima belas menit saja Jaya sudah memakai seragam dan pergi ke dapur mengambil sarapannya. Pelan-pelan ia membawa senampan nasi goreng, teh manis, buah pisang dan sekotak bekal beserta air mineral yang disiapkan Surti atas permintaan Mar menuju meja makan kecil yang terletak di lorong kamar para asisten rumah tangga.
“Ada bekal juga!” Jaya memekik girang dan langsung memasukkan bekal dan air mineral ke ranselnya.
Pada pagi yang masih gelap itu Mar sudah makan selembar roti dengan selai kacang favoritnya dan segelas campuran jus apel hijau, wortel dan tomat. Ia menemukan dengan mudah semua bahan yang diperlukannya di dapur Harris. Sedangkan Surti yang biasa menguasai dapur tidak bisa berkomentar apa pun selain menunjukkan tempat benda yang ditanya oleh Mar. Ia bingung dan ingin bertanya pada Mar. Tapi ia juga takut dengan sorot mata Mar yang sangat berbeda.
“Chika … wakeup …! Yuhuu … wakeup, Dear!” Dari pintu Mar sudah berseru sambil mengetuk pintu berkali-kali. Sangat gaduh sampai-sampai Chika langsung duduk karena kebingungan. Biasa Mar yang dikenalnya datang dan mengusap pipi atau menepuk-nepuk punggungnya untuk bangun. Ia jarang langsung merespon. Malah menggunakan waktu beberapa menit untuk kembali tidur dan menikmati tepukan tangan Mar layaknya dibuai.
“Udah pagi ya? Kok, kayaknya cuma tidur sebentar?” Chika memandang Mar yang berjalan ke jendela dan membuka tirai ya lebar-lebar.
“Semua hal yang kita sukai akan terasa singkat. Ketemu orang yang kita sukai rasanya sebentar banget meski sebenarnya kita udah ngobrol berjam-jam. Ngerti? Ngerti dong …. Ayo, mandi.” Mar mengangkat Chika ke kamar mandi.
Chika menurut saja tanpa drama. Ia memperhatikan bagaimana Mar yang sekarang berbeda dengan Mar yang biasa ia temui. Sangat jauh perbedaannya. Seakan ingin mengetahui kemampuan Mar yang berada di hadapannya, Chika membuka laci dan mengeluarkan sekotak karet rambut dan berbagai macam pita.
“Aku mau rambutku digaya-gayain, Mbak. Pake ini.” Chika menunjuk kotak aksesorisnya.
“Noted! Kamu duduk di depan kaca. Ayo, biar jangan kelamaan. Hari ini kita enggak boleh terlambat karena ada Hasan yang nunggu ibunya di rumah.” Saat mengatakan itu Mar tertawa dalam hati. Di mana pula babysitter bisa sekalian menjaga anaknya sendiri. Ia sudah punya rencana akan bicara pada guru Chika untuk jaga-jaga andai ia terlambat menjemput atau ada hal yang perlu ia ketahui. Ia akan memberi nomor ponselnya pada guru anak perempuan itu.
Dalam sepuluh menit saja rambut Chika sudah dijalin rapi dan dihias pita dengan cantiknya.
“Mbak Mar udah jago!” Chika berteriak saking senangnya.
“Kalau kamu mau disanggul Jawa buat pergi sekolah, Mbak juga bisa. Bikin paes juga bisa,” jelas Mar sambil membereskan meja rias Chika dan mengangkat gadis kecil itu untuk dicek tampilannya sebelum ia ajak turun buat sarapan.
Enam tahun kerja di perusahaan retail kosmetik dan jamu bikin aku kenyang dengan segala macam bentuk beauty class. Kalau cuma urusan rambut anak TK, sih, kecil ….
“Kita turun sarapan sekarang.” Mar menggandeng Chika menuju ruang makan.
Mar berusaha tidak peduli dengan tatapan Harris yang menyimpan sejuta pertanyaan. Selama ia mengurus dan bisa mengambil hati Chika dengan baik maka Harris kemungkinan besar akan menurutinya. Chika adalah kunci agar Harris baik. Itu aja.
Dengan kehidupan aneh yang sedang dijalaninya sekarang, Gita merasa tak ada pilihan selain menjalani kehidupan seorang Mas sambil menunggu jawaban. Ia tidak peduli kalau ada orang yang menyadari perbedaan antara Mar yang sekarang dan Mar yang sebelumnya. Ia tak peduli.
Pelan-pelan aku pasti bisa nyari jawaban apa yang terjadi. Sambil menunggu jawaban, yang bisa aku lakukan adalah menjadi Mar dalam versi terbaik yang aku bisa.
Dalam perjalanan menuju kantor tadinya Harris berpikir menemui Yunita di kantornya Tapi melihat tingkah Mar pagi itu membuat ia semakin tak sabar mendatangi perusahaan kosmetik dan mencari informasi wanita bernama Gita. Akhirnya ia menelepon Yunita dan memintanya langsung datang ke gedung perusahaan. Mereka akan bertemu di lobi.
Jarak antara kantornya dan perusahaan kosmetik itu sebenarnya tidak terlalu jauh. Tapi letaknya di dua arah yang berlawanan yang membuat ia harus mengambil jalan berputar cukup jauh sebelum tiba di sana.
Harris tiba di lobi gedung yang mewah dan sepi sampai-sampai ia bisa mendengar ketukan sepatunya sendiri.
“Pak Harris,” panggil Yunita. “Mari ikut saya ke lantai delapan. Saya sudah membuat janji dengan seorang wanita yang jabatannya sama dengan wanita yang Bapak cari.” Yunita menjajari langkah Harris yang panjang-panjang.
“Siapa namanya?” Harris menengadahkan tangan dan Yunita meletakkan selembar kartu nama di tangannya. Harris membaca kartu nama itu. “Monica Melania? Hmmm …. Mari kita cari apa yang sebenarnya terjadi.”
To be Continued
Si Samsul wajib mempertanggung jawabkan perbuatannya di hukum seumur hidup biar Mar dan anak2nya hidupnya tenang TDK mengalami KDRT lagi
semua novel karya ka njus sudah aku babat habis kaa,tinggal ini yg on going...🥰🥰
se amazing itu..trslh berkrya yg akn ta prnh lekang oleh masa