NovelToon NovelToon
Berbagi Cinta: Kisah Pilu Istri Pertama

Berbagi Cinta: Kisah Pilu Istri Pertama

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Poligami / patahhati / Konflik Rumah Tangga-Konflik Etika / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah / Konflik Rumah Tangga-Pernikahan Angst
Popularitas:21.7M
Nilai: 5
Nama Author: Nadziroh

JUARA 1 LOMBA BERBAGI CINTA


Sabrina Salsabila, gadis yatim piatu yang di besarkan di panti asuhan itu harus menanggung beban lebih berat daripada kehilangan orang tuanya, di umur dua puluh tahun, musibah kembali menimpanya, ia kehilangan kehormatannya dan hamil di luar nikah.

Untuk menutupi aibnya, Ibu panti menjodohkannya dengan Mahesa Rahardjo, putra tunggal Yudi Rahardjo, itu adalah awal penderitaannya, di hari pernikahan Mahesa melampirkan surat penjanjian yang sangat menyakitkan. Demi putra yang di kandungnya, Sabrina rela menjalani pernikahan tanpa cinta dari suaminya.

Sampai pada suatu hari kenyataan pahit kembali menamparnya saat Mahesa memutuskan menikah lagi dengan pacar yang dicintainya. Lagi lagi ia harus mengalah daripada harus melahirkan bayinya tanpa seorang suami.

Merasa tak sanggup menyaksikan Mahesa yang selalu memamerkan kemesraannya dengan istri keduanya, Sabrina memilih pergi dari rumah, disaat itulah Mahesa merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadziroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Senjata makan tuan

"Kamu tahu kan peraturan di sini? Bahwa setiap karyawan tidak boleh seenaknya sendiri. Berapa tahun kamu kerja di tempat ini?" ucap Randu dengan lantang. Kesalahan Arum benar-benar tak bisa ditoleransi,  dan menunjukkan contoh yang tidak baik bagi yang lain. 

"Ti… tiga tahun, Pak," jawab Arum dengan gugup, wajahnya nampak pucat, nyalinya menciut, seluruh organ tubuhnya bergetar hebat saat Randu memarahinya. Tak seperti biasanya yang langsung mendapat maaf pagi yang sangat cerah itu Arum mendapat intimidasi dengan keras. 

Arum menundukkan kepalanya menatap lantai yang di pijaknya, memvisualisasikan wajah Randu yang saat itu bertanduk dengan gigi bertaring, pasti menyeramkan seperti suaranya yang bagaikan sambaran petir. 

"Apa selama tiga tahun kamu nggak pernah baca prosedur?" tanya Randu,  entah pertanyaan yang keberapa kali,  yang pastinya Arum sudah tak kuat dan ingin lenyap dari ruangan panas tersebut. 

"Pernah, Pak,"  jawab Arum masih dengan nada yang begitu sopan dan ramah. 

Cih

Randu berdecih lalu beranjak dari duduknya, membenarkan jas dan rambutnya, lalu melihat jam yang melingkar di tangannya. 

"Kenapa kemarin kamu tidak masuk?" 

Apa dia mau membunuhku pelan pelan, kenapa begitu banyak pertanyaan, aku kan cuma sekali, kenapa harus seperti ini, batinnya.

Arum meraih pucuk hijabnya dan mengelap keningnya yang di penuhi dengan keringat dingin, hatinya kacau,  dan tak ingin mengulangi hal yang sama. 

"Kemarin Devan Aqiqah, jadi saya ikut bantu di sana."

Arum mulai tenang saat Randu memelankan suaranya. 

Randu menatap lekat wajah Arum dari samping.

"Apa dia anak Sabrina?" tanya Randu antusias.

"Iya, Pak," jawab Arum,  sedikitpun tak ingin menatap wajah tampan Randu yang menurutnya sangat menyebalkan. 

"Keluar!" titah Randu. 

Tanpa aba aba Arum berlari kecil dan hengkang dari ruangan itu. 

Setibanya di depan pintu,  Arum bernapas dengan lega. Meskipun masih jengkel dengan Randu, setidaknya ia tidak menjadi santapan pria itu. 

"Dasar sok kaya, sok tampan, awas aja kamu," gerutu Arum seraya menendang ke arah pintu. 

Setelah meluapkan kekesalannya dengan pintu yang tertutup rapat, Arum kembali dengan tugasnya yang sudah melambai lambai di bawah. 

Tak seperti biasanya yang murah senyum saat melayani pelanggan, hari itu Arum terus merengut dan menutup mulutnya dengan rapat. Suara Randu masih terngiang ngiang di telinganya, seakan akan itu adalah sebuah hantaman yang meninggalkan bekas luka. 

"Kamu kenapa, Rum?" tanya Bagus, salah satu sahabat seprofesinya. 

Arum menoleh celingukan menatap ke segala arah lalu mendekatkan kepalanya di telinga Bagus. 

"Tadi aku habis kena marah gara gara kemarin gak masuk," ucap Arum sedikit berbisik, takut jika mengulangi kesalahan yang akan berakibat fatal. 

"Biasanya pak Randu cuek dengan pegawainya, tapi kenapa dia begitu perhitungan ya?"

Aruma hanya mengangkat kedua bahunya, sekian lama bekerja, itu kali pertamanya harus berhadapan dengan Randu, dan itupun tak pernah terbesit di otaknya.

"Arum,  kamu dipanggil pak Randu." 

Di saat suasana hatinya mulai dingin panggilan itu kembali membuat darahnya mendidih. 

Meskipun tak ikhlas, Arum tetap memenuhi panggilan seseorang yang kini bagaikan musuh baginya. 

"Selamat pagi menjelang siang, Pak," sapa Arum seraya mengetuk pintu yang sedikit terbuka. 

Dengan memasang wajah yang lebih berani Arum masuk ke ruangan Randu setelah mendapat kode dari sang bos.

"Buatkan aku kopi!" mengucap tanpa menyapa. 

Arum mengeratkan giginya dan mengepalkan kedua tangannya. 

"Kenapa nggak bilang dari tadi?"

 Lagi lagi Arum hanya bisa menggerutu. 

"Apa kamu bilang?" Randu meletakkan map yang ada di tangannya dan menatap Arum. 

"Baik, silahkan tunggu!"

Dengan langkah lebar Arum keluar menuju  dapur. 

Seperti permintaan Randu,  Arum meracik kopi hitam,  saat tangannya memegang toples gula,  tiba tiba saja otaknya traveling saat melihat tulisan di sebelahnya. 

"Kalau dikasih garam gimana reaksi pak Randu yang sombong itu?"

Sembari menunggu air mendidih, Arum mengambil toples garam dan membukanya.

"Biar kapok tu orang."

Saking sebelnya, Arum memberikan dua sendok garam di atas kopi yang sudah ada di dalam cangkir. 

Sebelum membawa kopi pesanan Randu, Arum menyiapkan jiwa dan raganya serta penampilannya, bersiap akan menerima resiko dengan apa yang diperbuat. 

Saking tak sabarnya melihat ekspresi Randu saat minum kopi buatannya Arum langsung masuk tanpa permisi. 

"Ini kopinya, Pak, Saya harap bapak suka dengan kopi buatan saya," jelas Arum.

Randu hanya melirik ke arah minuman hitam pekat kesukaannya lalu mantap Arum yang masih mematung di seberang meja. 

"Kamu nungguin apa lagi?" cetus Randu. 

Nungguin bapak minum, dan menyemburkannya, nyatanya Arum hanya bisa mengucapkannya dalam hati. 

"Permisi pak," membungkuk ramah. 

Setelah punggung Arum menghilang bersamaan dengan pintu yang tertutup rapat, Randu mengambil kopinya.

Baru saja menyeruput,  tiba tiba saja Randu menyemburkannya saat rasa aneh mulai menjalar di lidahnya. Pria itu berlari dan mengambil air putih yang ada di meja kerjanya, tanpa menunggu waktu Randu segera meneguk airnya hingga kandas

"Sialan. Dia mau ngerjain aku."

Brak,  Randu menggebrak meja dengan keras, tak terima dengan ulah Arum. 

Randu yang sudah diliputi emosi mengeluarkan ponsel lalu diletakkan di telinganya.

"Suruh Arum ke ruanganku!"

Para pelayan sampai bingung dengan tingkah Randu yang entah berapa kali memanggil Arum untuk ke ruangannya. Dan menurut mereka itu tak wajar. 

Dengan mengumpulkan segala keberaniannya, Arum masuk ke ruang Randu yang sudah terbuka lebar. 

"Bapak panggil saya?" 

Sedikitpun Randu tak bergeming dan tetap pada pandangannya ke arah luar jendela. 

"Habiskan kopi yang kamu buat!"

Arum mengernyitkan dahinya lalu menelan ludahnya dengan susah payah. Bagaimana bisa semua itu berbalik menyerangnya. 

"Saya nggak pernah minum kopi, Pak," kilahnya. 

Srrrring 

Tatapan mata elang Randu begitu tajam bagaikan hunusan pedang yang siap menggores dari segala arah. 

"Kamu minum atau aku pecat, " ancam Randu.

Arum berpikir keras dengan dua pilihan yang sama sama ia benci. 

Itu kan asin, bagaimana bisa aku meminumnya, tapi jika aku tidak minum, itu artinya aku harus siap-siap keluar dari sini dan mencari pekerjaan lagi,  aku tidak sanggup. 

"Pak,___"

"Cepat!" cecar Randu tanpa ingin berpindah dari tempat nya. 

Terpaksa Arum meraih cangkir tersebut. 

Semoga ada malaikat yang lewat dan mengubah rasa kopi ini menjadi manis, doa Arum dalam hati. 

Arum memejamkan matanya dan mulai minum kopi itu, sama seperti Randu,  Arum pun menyemburkan minumannya ke segala arah, ternyata apa yang dibayangkan tak sama dengan apa yang di rasakan, kopi itu terasa sangat pahit dan asin melebihi dosis.

"Kenapa?" tanya Randu menyeringai. 

"Panas,"  jawab Arum berkilah. 

"Jangan bohong!" bentak Randu tak mau kalah. 

Pria itu tampak senang saat melihat senjata makan tuannya. 

"Beneran pak, ini panas," jawab Arum lagi.  Kepalanya terasa mengecil saat Randu terus mengawasinya.

"Jujur,  atau aku pecat dari sini?"

Arum menangkupkan kedua tangannya, "Maaf pak, saya khilaf,  saya pikir itu tadi gula nggak tahunya garam."

Shiit

Umpat Randu dalam hati. 

1
Jamaliah
so sweet banget 😂😂😂😂😂👍👍👍👍👍👍👍
Jamaliah
sabar Mahesa semua butuh proses
Enung Nurlaela Noenkandenk
Luar biasa
Jamaliah
😭😭😭😭😭😭😭
Jamaliah
Camelia egois banget
Jamaliah
tes DNA anaknya Camelia dan anaknya Sabrina supaya lebih jelas yg mana anaknya mahesa
Jamaliah
berarti anak Camelia anaknya andre
Jamaliah
pergi yang jauh Sabrina biar Mahesa tau rasa😭😭😭😭😭😭
Jamaliah
kasihan Sabrina 😭😭😭😭😭😭
Ayanih
Luar biasa
Nethy Sunny
semoga yg d kandung camelia anak andre
Nethy Sunny
berani beraniny arum bangunin macan yg lg tidur 😆
Nethy Sunny
udahlah sabrina kamu g ada kewajiban berbakti sama suami kaya gitu minim akhlak 😤
Nethy Sunny
c arum sampe ngibrit gitu galak2 gitu juga ganteng 😆
Nethy Sunny
nyesek bgt jd sabrina 😭
Erna Wati
⭐⭐⭐⭐⭐🌹🌹🌹
Dwi Setyaningrum
Krn penjelasannya kurang lengkap dan Sabrina menolak utk penjelasan lengkapnya keburu esmosi jdnya ya gt deh..huhhh😏😒
Dwi Setyaningrum
walah critanya yg bodo ya Sabrina sih sdh ngerti bawa uang ga langsung plg mampir2 lg malahan..hadeh sdh tau jarak bank dg rmh panti jauh sdh gt mendung ehh malah mampir k toko utk liat2 baju..
tri kutmiati
sebenernya org yg pintar tdk akan mudah terpengaruh ..aplg dlm cerita ini posisi cinta segi tiga...tp outhor lbh membodohkn tokoh mahesa
tri kutmiati
mau maunya sdh tau suami ky gitu....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!