Menikah sekali seumur hidup hingga sesurga menjadi impian untuk setiap orang. Tapi karena berawal dari perjodohan, semua itu hanya sebatas impian bagi Maryam.
Di hari pertama pernikahannya, Maryam dan Ibrahim telah sepakat untuk menjalani pernikahan ini selama setahun. Bukan tanpa alasan Maryam mengajukan hal itu, dia sadar diri jika kehadirannya sebagai istri bagi seorang Ibrahim jauh dari kata dikehendaki.
Maryam dapat melihat ketidaknyamanan yang dialami Ibrahim menikah dengannya. Oleh karena itu, sebelum semuanya lebih jauh, Inayah mengajukan agar mereka bertahan untuk satu tahun ke depan dalam pernikahan itu.
Bagaimana kelanjutan pernikahan mereka selanjutnya?
Ikuti kisah Maryam dan Ibra di novel terbaru "Mantan Terindah".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebentar Lagi
Perjalanan berikutnya yang ditempuh Maryam menjelang Ramadan yaitu menuju rumah mertuanya di Jakarta. Beberapa makanan khas Garut sudah disiapkan Ambu untuk oleh-oleh sang besan. Dodol, dorokdok dan jeruk Garut sudah rapi dikemas dan sedang dimasukan ke dalam bagasi oleh Ibra.
"Abah dan Ambu titip salam buat kedua orang tuamu ya, Nak. Mohon maaf lahir batin, semoga sehat dan diberi kemudahan menjalankan ibadah di bulan Ramadannya." Abah menepuk bahu sang menantu setelah Ibra mencium punggung tangan Abah dengan takzim.
"Iya Abah, Insya Alloh nanti saya sampaikan." Ibra pun berlanjut menyalami Ambu dan kakak-kakak iparnya diikuti Maryam. Tidak lupa angpau buat keponakan-keponakannya sudah Maryam siapkan.
"Alhamdulillah, makasih Ateu ... Sehat-sehat selalu, makin banyak rezekinya." Kompak, kumpulan bocah di bawah komando Syaqilla sebagai keponakan Maryam yang paling besar mengucapkan terima kasih dengan gaya khas mereka membuat siapapun gemas melihat aksi lima bocah itu.
Perjalanan Garut Jakarta pun dimulai. Usai lafal do'a diucapkan Ibra melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumah mertuanya.
"Itu di belakang bawa apa aja? Banyak banget." Setelah sepuluh menit perjalanan Ibra mulai berbicara.
"Makanan khas Garut." jawab Maryam tanpa mengalihkan tatapannya yang lurus ke jalanan.
"Banyak banget."
"Macem-macem."
"Oh."
Tak ada lagi obrolan antara suami istri itu hingga mereka berhenti di rest area untuk melaksanakan salat dzuhur.
"Kita istirahat dulu di sini sambil salat "
"Iya." jawab Maryam singkat.
Tepat pukul dua siang mobil yang dikendarai Ibra sudah sampai di kediaman kedua orang tuanya. Tampak ada mobil lain yang terparkir di halaman rumah mewah itu.
"Assalamu'alaikum." Ibra dan Maryam kompak mengucapkan salam saat pintu utama dibuka oleh ART di rumah itu.
"Wa'alaikumsalam." Mama Ibra menjawab dengan riang, beliau sudah tahu yang datang pasti anak dan menantunya.
"Kalian pasti capek ya, belum makan kan? Kebetulan hari ini Mama masak makanan kesukaan Ibra. Ayo!" Mama Ibra menggandeng lengan menantunya mengajak langsung ke ruang makan setelah Maryam dan Ibra mencium tangannya dengan takzim.
"Papa kemana Ma?" Ibra mengekori dua wanita yang merupakan mahromnya itu.
"Di belakang, nanti Mama panggil. Kita makan bersama."
"Di luar ada mobil siapa Ma?" Ibra yang sejak tiba merasa penasaran akhirnya bertanya perihal mobil yang terparkir di halaman rumahnya.
"Itu mobil aku." suara seseorang yang tidak asing bagi Ibra maupun Maryam menghentikan langkah sepasang suami istri itu saat sudah sampai di ruang makan.
Deg
"Tasya, kamu di sini?" Ibra melirik sang istri melihat responnya.
"Iya, aku kebetulan lagi ada urusan di Jakarta. Kemarin gak sengaja ketemu sama Tante Amel di supermarket, lagi belanja. Katanya kamu mau datang. Aku bantuin Tante Amel masak."
"Hai Maryam, apa kabar?" Tasya dengan ramahnya menyapa Maryam setelah menjelaskan perihal keberadaannya di rumah itu.
"Alhamdulillah baik." jawab Maryam dari balik cadarnya.
Makan siang pun dimulai setelah hadir Papa Ibra, Pak Harjono. Dengan senyum ramahnya beliau mengusap kepala Maryam saat Maryam mencium tangannya.
"Akang, aku izin buka cadar ya." ucap Maryam saat sudah duduk tepat di samping suaminya, sementara di seberangnya ada Tasya yang juga turut makan siang bersama.
"Iya." jawab Ibra irit.
"Masya Allah cantiknya mantu Mama ..." Puji Mama Ibra dengan tulus, Pak Harjono pun turut menatap sang menantu dengan tersenyum.
"Mama bisa aja, sudah bisa kita mulai makannya, Ma." Maryam yang bawaannya memang mudah akrab dengan siapapun tidak sungkan terhadap kedua mertuanya, walaupun mereka jarang bertemu tetapi Maryam tidak pernah absen mengirim pesan pada kedua mertuanya sekedar menanyakan kabar.
"Tasya ini teman Ibra waktu kuliah di Mesir Iam, kalau Mama dan Papa berkunjung ke sana kita sering pergi bareng teman-teman Ibra salah satunya Tasya ini."
"Ouh ..." tanggapan Maryam sembari mengangguk-anggukan kepalanya, dia tetap fokus pada makanannya sambil sesekali menatap sang mama mertua yang sedang berbicara.
"Kebetulan kemarin kita bertemu di supermarket, eh gak nyangka hari ini Tasya main ke sini."
"Iya Tante, kebetulan lagi free, mumpung lagi di Jakarta jadi sekalian silaturahmi ke sini." jawab Tasya dengan lemah lembut.
"Alhamdulillah, terima kasih Tasya sudah mengunjungi Tante dan Omm di sini." balas Mama Amel tak kalah ramah, sementara Papa Jono tak acuh dan fokus pada makanannya.
"Tambah lagi, Nak." Papa Jono justru lebih memerhatikan sang menantu dengan mendekatkan piring udang jamur asam manis ke arah Maryam.
"Terima kasih, Pa." sejenak perlakuan Papa Jono membuat Ibra, Tasya bahkan Mama Amel terpaku.
"Iya Nak, ayo tambah lagi. Semuanya ayo tambah lagi." Mama Amel mencairkan kembali suasana.
"Maaf ya kalau kehadiran aku membuat kamu tidak nyaman." Makan siang telah usai, semua orang berpindah ke ruang tengah. Maryam yang sedang mencuci tangan setelah membantu Bibi membereskan bekas makan siang menghentikan gerakannya ketika tiba-tiba Tasya sudah berada di sampingnya.
"Hah, tidak nyaman? Kenapa harus tidak nyaman? Biasa aja kok." jawab Maryam santai, dia mengelap kedua tangannya dengan tissue yang ada di meja makan.
"Dari dulu aku memang sudah sangat dekat dengan keluarga Ibra, Tante Amel bahkan sudah menganggap aku seperti putrinya sendiri."
Maryam memilih diam, dia menunggu kemana arah pembicaraan Tasya.
"Dulu waktu masih di Mesir aku dan Ibra sangat sering dikunjungi Om dan Tante. Kita selalu menghabiskan waktu bersama, sampai-sampai orang-orang sudah tidak aneh lagi dengan kebersamaan kami hingga mereka menyebut aku dan Ibra adalah pasangan yang serasi."
Deg
"Ternyata ini arah pembicaraannya." batin Maryam.
"Alhamdulillah, seneng mendengarnya. Yuuk kita ke depan." balas Maryam dengan senyuman manisnya.
Tasya tersenyum getir, cerita indahnya hanya ditanggapi seperti itu oleh Maryam.
Ibra menatap dua wanita yang berjalan berdampingan menuju ruang tengah dengan tatapan yang sulit diartikan. Sejenak tatapannya beradu tatap dengan Maryam, ada kekhawatiran terlihat di mata Ibra dan Maryam melihat itu sangat jelas, dia hanya melemparkan senyuman penuh makna pada suaminya itu.
"Bertahanlah sebentar lagi, Kang. Nanti tiba waktunya hanya dia yang Akang lihat di rumah ini." batin Maryam, dia memilih duduk di sofa yang ada Ibu mertuanya.
makin nyut2tan hati ini,gmn ibra perasaan mu stlh tau semua yg kau lakukan tak dpt d sembunyikan dr istri,krn perasaan istri itu sangat peka.....
maryam semangat😭💪