MY SUGAR

Dengan tergesa, Hanan segera masuk ke dalam mobilnya dan duduk di kursi kemudi. Ia tak peduli, pada wajah Lora yang tersenyum lebar menatap kearahnya.

Tanpa babibu, Hanan segera melaju dan memasuki jalan raya. Tak lama, ia menepi ditempat yang cukup ramai.

"Turun!" ucap Hanan dingin tanpa menoleh sedikitpun pada sang istri.

Mendengar itu, Lora ternganga. Tidak menyangka kata-kata itu keluar dengan begitu gampangnya.

"Jangan bercanda kamu Mas, aku tidak mau," jawab Lora kesal. Ia menatap kesal pada sang suami.

"Turunlah atau ku blokir semua kartu-kartumu," ancam Hanan geram, bersama Lora hanya menghabislan waktunya saja. Ia ingin segera menemui Sena. Hanan yakin, Sena masih menunggunya. Ingin menghubungi namun daya ponselnya habis.

"Kamu benar-benar jahat Mas," geram Lora lalu turun dengan kasar. Wanit hamil besar ini berdiri dipinggir jalan untuk mencari taksi.

Sementara mobil sang suami sudah melesat jauh entah kemana.

"Cih, mau kemana kamu? jalangmu itu sudah jadi buruk rupa!" kesal Lora, ia menghentakkan kakinya meluapkan amarah.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Jam 11 malam, Hanan sampai di apartemen. Sebagian lampu sudah mati, menandakan sang pemilik sudah beristirahat.

Tanpa mengulur waktu, Hanan langsung menuju kamar. Membuka secara perlahan pintu yang tak terkunci itu.

Dilihatnya Sena yang tertidur dengan meringkuk.

Tersenyum, Hanan lalu mengganti bajunya sendiri. Mencuci muka lalu ikut berbaring disebelah sang kekasih.

Ia mendekat dan memeluk Sena dari belakang.

"Sayang?" panggil Hanan pelan.

"Hem, ku pikir sayang tidak akan pulang," jawab Sena, ia sudah terbangun semenjak Hanan berada di dalam kamar mandi tadi. Gemiricik air itu mengganggu tidurnya.

"Besok kita temui mamaku," jawab Hanan tidak nyambung.

Mendengar itu, Sena tersenyum seraya membuka matanya. Tapi masih betah membelakangi sang kekasih.

"Benarkah?" tanya Sena memastikan.

"Iya," jawab Hanan singkat. Tangannya merayap masuk menudu dada, ia mengeram kesal saat Sena masih memaki bra.

"Kenapa dipakai?" tanya Hanan kesal, sedangkan Sena malah terkekeh.

"Ku pikir kan sayang tidak pulang," jawab Sena apa adanya. Lalu membiarkan saat Hanan melepaskan pengaitnya dibelakang sana.

"Buka bajumu juga, sebagai hukuman," titah Hanan mencari-cari kesempatan.

Tapi Sena tak melawan, ia menurut saat Hanan melucuti baju bagian atasnya. Hingga kedua pucuk itu bergantung sempurna.

"Begini baru bagus."

"Mesum."

"Memang," balas Hanan cepat, senyumnya makin mengembang tak bisa ditahan.

"Aku mencintaimu," ucap Hanan dan Sena membalas dengan kalimat yang sama.

"Aku mencintaimu."

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Kembali ke rutinitas semula.

Sena bekerja seperti biasa, seolah kemarin-kemarin tak terjadi apa-apa. Sama halnya seperti Sena, Hanan pun mulai berkutat dengan pekerjaannya.

5 hari lagi, perusahaan Exstrafood akan mengadakan ulang tahun yang ke 45 tahun.

Serangkaian acara digelar untuk memeriahkan hari itu. Bahkan mulai sekarang pun para petinggi sudah banyak memberikan bantuan-bantuan kepada berbagai yayasan.

Acara puncaknya, akan diadakan pesta dansa di ballroom perusahaan itu.

Tak hanya karyawan elit, karyawan biasapun bisa menikmati meriahnya ulang tahun perusahaan ini.

Termasuk Rara yang super heboh membayangkan pesta dansa kelak. Apalagi saat mengetahui, tiap karyawan diwajibkan untuk menggunakan topeng.

"Sen, malam besok kita harus jadi orang lain, buat semua orang tidak mengenali kita lagi," semangat Rara.

Sepulang kerja, Rara mengajak Sena untuk membeli sebuah gaun. Gaun persiapan untuk pesta dansa.

"Tidak usah jadi orang lain, orang-orang tetap tidak akan mengenali kita malam besok, kita kan pakai topeng," jawab Sena dengan terkekeh.

Dan Rara cemberut, bibirnya mengerucut.

Cukup lama mereka berkeliling, hingga akhirnya mendapatkan semua barang yang mereka inginkan.

Gaun indah lengkap dengan sepatu kaca, seperti cinderella.

Rara dan Sena berpisah didepan supermarket itu, pulang menuju tujuannya masing-masing.

Tin!

Suara klakson mobil mengagetkan Sena, dilihatnya seorang pria melambai.

"Pak Bagas," gumam Sena pelan.

"Masuklah, ku antar pulang," ucap Bagas tanpa turun dari mobil, sedari tadi ia sudah menguntit Sena.

"Tidak usah Pak, saya naik ojek saja," balas Sena cepat, sumpah demi apapun ia merasa tak enak hati jika pulang diantar Bagas.

Selain tak nyaman, ia juga takut Hanan akan marah.

"Permisi Pak," ucap Sena kemudian, lalu berlari menjauh.

Melihat itu, Bagas hanya terkekeh seraya menggelengkan kepalanya pelan.

"Sena, calon istrinya pak Bos," gumam Bagas, lalu mulai memelajukan mobilnya kembali.