"Tolong, lepaskan aku Anthonio. Kau tak seharusnya ada disini." Maria Ozawa
"Tidak, sampai kapanpun aku tak akan melepaskan mu. Aku tak akan membiarkan mu terluka lagi, Maria." Anthonio Vanders
"Apa yang mereka lakukan di dalam sana?" Marimar Ozawa
Tujuh tahun lamanya menikah, namun tak membuat hati Anthonio tergerak sama sekali. Bahkan hanya sekedar membuka hati pun, tak dapat lelaki itu lakukan. Hatinya benar-benar membeku, menciptakan sikap dinginnya yang kian meledak. Sementara Marimar yang sangat mencintai suaminya, Anthonio. Merasa lelah tatkala mendengar sebuah fakta yang begitu menusuk hatinya.
Lantas, fakta seperti apakah yang membuat sikap Marimar berubah tak hangat seperti dulu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sidang Pertama
"Marimar, Mommy pulang sayang. Apa kau mau pulang sekarang bersama dengan Mommy, hm?" Sebelum pulang, Nyonya Ozawa berpamitan pada putri kesayangannya sembari menawarkan untuk tinggal bersama di mansion miliknya.
"Tidak perlu, Mom. Sementara aku tinggal disini, masih ada hal yang perlu aku selesaikan." Marimar menggelengkan kepalanya sebagai tanda jawaban dari pertanyaan Mommy nya.
Hembusan napas terdengar dari bibir Nyonya Ozawa ketika mendengar jawaban putrinya. Tak ada yang bisa dia lakukan, memaksa pun tak akan membuat Marimar mengiyakan keinginannya. Mengingat saat ini bahwa Marimar ingin lebih mandiri daripada sebelumnya yang selalu merepotkan semua orang.
"Baiklah, kalau begitu Mommy pulang dulu. Ingat tetap jaga kesehatan." Nyonya Ozawa mengusap lembut bahu putrinya, kemudian menghambur memeluk Marimar dengan begitu erat. Sementara Marimar pun membalas pelukan hangat Mommy nya.
Entah kenapa mendadak hati Ozawa merasa tidak tenang, meninggalkan putri kesayangannya seorang diri di mansion pemberiannya. Tentu saja rasa khawatir mulai menyeruak ke dalam relung hatinya, mengingat Marimar yang dilanda kesedihan. Membuat Nyonya Ozawa berpikiran negatif, takut bila Marimar melakukan hal aneh yang dapat membahayakan dirinya sendiri.
Namun, sebisa mungkin dia menepis segala pikiran negatif itu dari kepalanya. Kini, dia yakin bahwa putrinya sekarang lebih dewasa tidak seperti dulu yang selalu manja pada dirinya.
"Mom ...." panggil Marimar setelah mengurai pelukannya dari tubuh sang Mommy.
"Ya ...." Nyonya Ozawa mendongakkan wajah menatap lekat wajah cantik putrinya itu.
"Tolong, jangan sakiti Maria lagi. Dia tidak bersalah, Mom. Dan satu hal lagi, jangan campur adukkan masalah pribadi pada bisnis Mom," pinta Marimar pada Mommy nya berharap wanita paruh baya itu mau mengabulkan keinginannya.
Ucapan Marimar sukses membuat Nyonya Ozawa terdiam membisu, tak ada sepatah katapun yang terlontar dari bibirnya. Terlihat jelas bahwa wanita paruh baya itu masih tidak terima atas apa yang telah dilakukan Anthonio dan Maria pada putrinya. Terlebih, Anthonio yang dengan beraninya telah menyakiti hati Marimar secara terang-terangan. Begitu juga dengan Maria yang telah berani menusuk putrinya dari belakang. Bahkan tidak ada rasa terima kasih pada Marimar yang selama ini telah banyak berkorban untuknya.
Marimar menghela napas beratnya kemudian menghembuskannya secara perlahan.
"Tak apa bila Mommy tidak bisa menjawabnya. Tapi aku yakin Mommy akan melakukan apapun untukku, termasuk hal yang ku minta barusan." Marimar tersenyum berusaha menetralkan perasaannya saat ini.
"Mommy, jalan dulu." Setelah mengatakan hal itu, segera mungkin Nyonya Ozawa pun berjalan meninggalkan Marimar seorang diri di lantai atas. Mata dark hazel itu menatap lurus pada Nyonya Ozawa yang kini tengah menuruni anak tangga menuju pintu utama.
Tiba-tiba hati Marimar terasa begitu sesak seolah ada batu besar yang menghimpit dadanya. Malam ini dia mungkin keterlaluan karena telah berani dan juga membentak sang Mommy. sungguh hatinya begitu sakit kala mengingat moment itu.
"Kak, aku pulang. Kakak jaga kesehatan ya, jangan telat makan." Maria menghambur memeluk sang kakak yang begitu dia sayangi.
Terasa erat sekali dekapan Maria seolah wanita cantik itu tidak ingin meninggalkan kakaknya. Namun, sebisa mungkin dia harus pulang karena bagaimana pun sang kakak harus segera beristirahat usai perdebatan hebat beberapa jam lalu.
"Hati-hati di jalan. Jangan kau masukkan hati ya omongan nya Mommy. Dia memang seperti itu, tapi dalam hatinya dia sangat menyayangimu, Maria seperti dia yang menyayangiku.
Maria pun mengurai pelukan Marimar kemudian mengangguk paham sebagai tanda jawaban dari ucapan sang kakak.
Sementara itu tak jauh dari tempatnya tampak Anthonio menatap lekat wajah Marimar. Sempat keduanya saling beradu aondnag, sebelum akhirnya Marimar lah yang terlebih dulu memutus kontak mata dengan Anthonio.
Marimar yang hendak turun ke lantai bawah, tiba-tiba langkahnya terhenti seketika.
"Tunggu, Marimar! Kau mau kemana?" Suara Anthonio terdengar begitu lembut, tidak seperti biasanya yang selalu datar dan juga dingin pada Marimar. Tentu saja hal itu membuat Marimar terkejut mendengar ucapan Anthonio. Baru kali ini lelaki itu memanggil namanya dengan nada yang begitu lembut.
"Ada apa Anthonio? Cepat katakan!" Suara datar itu terdengar menusuk di ulu hati Anthonio. Rasanya begitu sakit seolah ribuan anak panah yang melesat ke jantungnya.
"E i- itu ada hal penting yang ingin ku katakan padamu." Akhirnya setelah lama terdiam, lelaki itu melontarkan apa yang menjadi keinginannya. Terlihat jelas kegugupan di raut wajah Anthonio.
"Aku mau istirahat. Kalau ada hal penting, temui saja pengacaraku besok. Katakan apa yang kau inginkan," sahut Marimar ketus tanpa menoleh sedikitpun.
"Ingat Anthonio, besok sidang pertama kita. Bicarakan apapun yang ada dalam benakmu." Secepat kilat Marimar melangkahkan kakinya menuruni setiap undakan yang ada disana.
🥕🥕🥕
Pagi pun tiba, tampak Anthonio yang telah siap dengan setelan jas yang membalut tubuh kekarnya. Berjalan menuruni anak tangga menuju ruang makan. Pagi ini, dia ingin sekali dapat melihat Marimar yang telah membuatnya semalam susah tidur. Bahkan jam 4 subuh lah dia baru bisa terlelap setelah beberapa macam pikiran menggelayuti kepalanya.
"Dimana Marimar, Bi?" tanya Anthonio yang baru saja tiba di ruang makan.
"Nyonya, a anu Tuan ...."
"Jawab yang benar Bi. Dimana Marimar?" Anthonio mengulang pertanyaan nya kembali dengan nada yang lebih tinggi. Terlihat kekesalan di raut wajahnya.
"I- itu Tuan, Nyonya .... Nyonya pergi," jawab Bi Asih terbata.
"Apa? Pergi?" Seketika mata Anthonio membulat sempurna kala mendengar ucapan Bi Asih barusan mengenai istrinya.
"Apa dia sudah berangkat ke pengadilan?" gumam Anthonio dengan pikiran yang berkecamuk di kepalanya.
Tanpa berpikir lama, segera mungkin Anthonio beranjak dari tempatnya kemudian berjalan keluar menuju pintu utama. Hari ini merupakan sidang pertama Anthonio dengan Marimar, jauh di dalam lubuk hatinya ingin sekali dia tidak datang ke sidang pertamanya.
Namun, ada hal penting yang harus dia katakan pada Marimar mengingat istrinya yang tidak ingin bicara empat mata dengannya. Yang ada menyuruh Anthonio bicara dengan pengacaranya.
🥕🥕🥕
Mobil mewah Anthonio terparkir sempurna di halaman gedung yang bertuliskan Pengadilan Agama. Dengan langkah lebar Anthonio pun segera turun dari mobil dan berjalan menuju ke sebuah ruangan yang akan menjadi tempat berlangsungnya mediasi antara dirinya dan Marimar.
"Selamat pagi semuanya. Maaf, saya datang terlambat," sapa Anthonio pada semua orang yang ada di ruangan tersebut.
Semua orang pun beralih menatap ke arahnya, tapi satu hal yang aneh dia tidak dapat menemukan sosok yang memenuhi pikirannya. Kini, bola matanya terus menyapu pandang ruangan itu, mencari sosok yang sedari tadi ingin dia temui. Siapa lagi kalau bukan Marimar yang menjadi tujuan utamanya datang ke tempat itu.
Tak butuh waktu lama, Anthonio pun dapat melihat Marimar yang tengah duduk di sebuah kursi paling depan bersama seorang pengacara yang menemaninya.
Anthonio tidak menyangka bila Marimar sama sekali tidak melihat ke arahnya saat dia telah duduk di kursi depan seberang kursi Marimar. Pun saat pihak mediator mengajukan beberapa pertanyaan pada Marimar. Setiap ucapan yang terlontar dari bibir Marimar hanya mengarah pada satu kesimpulan yaitu Marimar tetap ingin bercerai darinya secepatnya.
Sungguh hal itu begitu mengejutkan bagi Anthonio yang sama sekali tidak menginginkan hal itu.
"Saya tidak ingin bercerai!"
.
.
.
🥕Bersambung🥕
📌Dimohon untuk tidak tabung bab yah, tiap di up baca satu persatu biar Author nya tetap semangat. Tetap konsisten update 2x sehari kalau tidak ada halangan 😊🙏
kenapa dengan Antonio bukanya kemarin mau mengatakan semua rasa di hati ko jadi belok