Di desa kandri yang tenang, kedamaian terusik oleh dendam yang membara di hati Riani. karena dikhianati dan ditinggalkan oleh Anton, yang semula adalah sekutunya dalam membalas dendam pada keluarga Rahman, Riani kini merencanakan pembalasan yang lebih kejam dan licik.
Anton, yang terobsesi untuk menguasai keluarga Rahman melalui pernikahan dengan Dinda, putri mereka, diam-diam bekerja sama dengan Ki Sentanu, seorang dukun yang terkenal dengan ilmu hitamnya. Namun, Anton tidak menyadari bahwa Riani telah mengetahui pengkhianatannya dan kini bertekad untuk menghancurkan semua yang telah ia bangun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Marni Dan Rahasia Anton
Setelah malam yang penuh kecemasan, Marni memutuskan untuk bertindak. Ia tidak bisa lagi hanya diam dan melihat Pak Rahman semakin terpuruk dalam keanehan yang mencengkeramnya. Pagi itu, Desa Kandri diselimuti kabut tipis, mentari pagi belum sepenuhnya menghangatkan bumi. Marni memulai aksinya dengan berpura-pura sibuk di dapur, tempat Mbok Yem, juru masak dan pembantu setia keluarga, biasanya menyiapkan makanan dan minuman untuk keluarga. Ia tahu, Anton seringkali ikut campur di dapur dengan alasan membantu, menawarkan diri untuk membuatkan kopi atau sekadar menemani Mbok Yem. Namun, Marni merasakan ada agenda tersembunyi di balik keramahan Anton.
Dapur itu, dengan dinding batiknya yang khas dan aroma rempah yang selalu menguar, terasa lebih dingin dari biasanya. Mbok Yem, dengan kerutan di wajahnya yang semakin dalam, tampak lesu dan tidak bersemangat. Marni tahu, Mbok Yem juga merasakan keanehan yang sama, perubahan yang mencengkeram Pak Rahman dan suasana rumah yang semakin mencekam.
"Marni, lagi ngapain?" sapa Anton tiba-tiba, suaranya memecah keheningan dapur. Anton tersenyum ramah, namun Marni merasa ada sesuatu yang aneh di balik senyum itu, sebuah kalkulasi dingin yang tidak bisa ia pahami.
"Oh, ini, Mas Anton. Mau bantu-bantu Mbok Yem bikin sarapan," jawab Marni berusaha tenang, menyembunyikan kecurigaan yang berkecamuk di benaknya. "Mas Anton sendiri?"
"Mau bikin kopi buat Bapak," jawab Anton sambil membuka lemari dapur, gerakannya tampak tergesa-gesa. "Bapak kan nggak bisa lepas dari kopi buatannya Mbok Yem. Tapi, aku mau kasih kejutan sedikit biar kopinya lebih spesial."
Marni memperhatikan Anton dengan seksama. Ia melihat Anton mengambil sebuah botol kecil dari dalam lemari yang biasanya tidak pernah ia lihat sebelumnya. Lemari itu, yang terletak di sudut paling gelap dapur, biasanya hanya berisi bumbu-bumbu dapur yang jarang digunakan. Botol itu, terbuat dari kaca buram dengan label yang sudah pudar, berisi cairan berwarna cokelat keruh. Aroma yang keluar dari botol itu samar-samar mengingatkan Marni pada bau tanah basah dan rempah-rempah yang tidak dikenal.
"Itu apa, Mas?" tanya Marni pura-pura tidak tahu, berusaha menyembunyikan rasa ingin tahunya yang membuncah.
Anton sedikit tersentak, seolah tertangkap basah, lalu tersenyum. "Oh, ini ramuan herbal dari teman," jawabnya. "Katanya bagus buat kesehatan dan bikin Bapak lebih semangat. Biar Bapak nggak lemes terus."
Marni mengernyitkan dahi. "Tapi, setahu saya, Bapak nggak pernah minum ramuan herbal seperti itu," katanya. "Apalagi, Bapak kan punya alergi terhadap beberapa jenis tanaman. Dulu,, Bapak pernah gatal-gatal parah gara-gara minum jamu yang ada kandungan brotowalinya."
Anton terdiam sejenak, tampak berpikir, lalu menghela napas. "Ya, namanya juga usaha, Marni. Kita kan harus mencoba berbagai cara biar Bapak bisa sehat lagi," jawabnya dengan nada membela diri, namun matanya menghindari tatapan Marni. "Siapa tahu ramuan ini cocok buat Bapak."
Marni tidak menjawab. Ia hanya terus memperhatikan Anton yang menuangkan cairan dari botol kecil itu ke dalam kopi Pak Rahman. Gerakannya tampak hati-hati, seolah takut ketahuan. Setelah selesai, Anton mengaduk kopi itu dengan sendok perak, lalu membawanya ke teras.
Setelah Anton pergi, Marni mendekati lemari dapur dan mencoba mencari botol kecil yang tadi dilihatnya. Namun, botol itu sudah tidak ada di sana. Anton pasti menyembunyikannya. Ia merasa semakin curiga. Apa sebenarnya isi botol itu? Mengapa Anton begitu berhati-hati menyembunyikannya?
Mbok Yem, yang sejak tadi hanya diam, akhirnya angkat bicara. "Marni, aku juga merasa aneh sama Anton," bisiknya. "Sejak dia datang, Bapak jadi berubah. aku takut dia punya niat jahat."
Marni mengangguk. "Saya juga merasa begitu, Mbok," jawabnya. "Kita harus cari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Anton menghampiri Pak Rahman yang duduk di teras, menikmati pemandangan sawah yang menghijau. Pagi itu, Pak Rahman tampak lebih lesu dari biasanya. Wajahnya pucat dan matanya sayu.
"Selamat pagi, Bapak," sapa Anton dengan ramah. "Ini, saya bawakan kopi spesial buat Bapak. Biar Bapak lebih semangat."
Pak Rahman menatap kopi itu dengan ragu. "Saya lagi nggak enak badan, Anton," katanya dengan suara lemah. "Nggak nafsu minum kopi."
"Ah, Bapak jangan begitu," bujuk Anton. "Kopi ini bisa bikin Bapak lebih segar. Coba diminum sedikit saja."
Anton terus membujuk Pak Rahman hingga akhirnya Pak Rahman menyerah. Ia mengambil cangkir kopi itu dan meminumnya sedikit.
"Gimana, Bapak? Enak?" tanya Anton dengan senyum lebar.
Pak Rahman mengangguk. "Lumayan," jawabnya. "Agak beda rasanya dari kopi biasanya."
"Itu karena saya tambahin ramuan herbal spesial," kata Anton dengan bangga. "Ramuan ini bisa bikin Bapak lebih sehat dan kuat."
Pak Rahman hanya tersenyum tipis. Ia merasa sedikit lebih segar setelah meminum kopi itu, tetapi ia juga merasakan sesuatu yang aneh di dalam dirinya.
Beberapa jam kemudian, Pak Rahman merasa semakin aneh. Ia merasa pusing, mual, dan pandangannya menjadi kabur. Ia juga mengalami halusinasi yang sangat nyata. Ia melihat bayangan-bayangan aneh di sekelilingnya dan mendengar suara-suara bisikan yang tidak ia mengerti.
Ia mencoba untuk berdiri, tetapi ia merasa sangat lemah dan tidak berdaya. Ia jatuh
Beberapa jam kemudian, Pak Rahman merasa semakin aneh. Ia merasa pusing, mual, dan pandangannya menjadi kabur. Ia juga mengalami halusinasi yang sangat nyata. Ia melihat bayangan-bayangan aneh di sekelilingnya dan mendengar suara-suara bisikan yang tidak ia mengerti.
Ia mencoba untuk berdiri, tetapi ia merasa sangat lemah dan tidak berdaya. Ia jatuh tersungkur di lantai teras, tidak sadarkan diri.
Anton, yang melihat kejadian itu dari dalam rumah, segera berlari menghampiri Pak Rahman. Ia tampak panik dan khawatir.
"Bapak! Bapak kenapa?" serunya sambil mengguncang-guncang tubuh Pak Rahman.
Bu Rahmi dan Marni, yang mendengar teriakan Anton, segera datang menghampiri mereka. Mereka terkejut melihat Pak Rahman tergeletak di lantai.
"Ya Allah, apa yang terjadi dengan Bapak?" tanya Bu Rahmi dengan panik.
Anton menjelaskan bahwa Pak Rahman tiba-tiba pingsan setelah meminum kopi yang ia buatkan. Bu Rahmi dan Marni saling bertukar pandang curiga.
"Kita harus segera membawa Bapak ke dokter," kata Bu Rahmi dengan cemas.
Anton mengangguk setuju. Ia membantu Bu Rahmi mengangkat Pak Rahman ke dalam rumah dan membaringkannya di tempat tidur.
Setelah diperiksa oleh dokter, diketahui bahwa Pak Rahman mengalami keracunan. Dokter tidak tahu jenis racun apa yang menyebabkan kondisi Pak Rahman, tetapi ia menduga bahwa racun itu berasal dari makanan atau minuman yang dikonsumsi Pak Rahman.
Dokter menyarankan agar Pak Rahman dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif. Bu Rahmi setuju dengan saran dokter dan segera membawa Pak Rahman ke rumah sakit terdekat.
Sementara itu, Marni semakin curiga terhadap Anton. Ia yakin bahwa Anton adalah orang yang bertanggung jawab atas keracunan Pak Rahman. Ia memutuskan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap kebenaran.
Marni merasa semakin yakin bahwa Anton adalah orang yang bersalah. Ia tidak bisa langsung melaporkan kecurigaannya kepada polisi tanpa bukti yang kuat. Ia tahu, menuduh seseorang tanpa bukti bisa berakibat fatal.
Karena Anton satu kamar dengan Dinda tidak mungkin Mbak Marni masuk ke dalam kamar jadi Mbak Marni tidak bisa leluasa masuk dan mencari bukti tanpa menimbulkan kecurigaan. Ia harus mencari cara lain.
Mbak Marni Marni memutuskan untuk fokus mengamati gerak-gerik Anton. Ia memperhatikan setiap tindakan Anton, setiap perkataan yang ia ucapkan, dan setiap orang yang ia temui. Ia berharap bisa menemukan petunjuk yang bisa membuktikan kesalahannya.
Ia mulai dengan lebih sering berada di dekat Anton saat ia berinteraksi dengan Pak Rahman. Ia mencoba mencuri dengar percakapan mereka, meskipun seringkali gagal karena Anton selalu berbicara dengan suara pelan dan berhati-hati.
Suatu sore, Marni melihat Anton pergi ke belakang rumah dengan membawa sebuah tas kecil. Ia merasa curiga dan memutuskan untuk mengikutinya secara diam-diam.
Anton pergi ke sebuah gudang tua yang terletak di ujung halaman belakang. Gudang itu, yang sudah lama tidak digunakan, tampak berdebu dan tidak terawat.
Marni mengintip dari balik jendela gudang. Ia melihat Anton sedang membongkar sebuah kotak kayu yang berisi berbagai macam botol dan ramuan herbal.
Marni berusaha mengingat apa saja yang dilihatnya di dalam kotak itu. Ia melihat botol kecil yang berisi cairan berwarna cokelat keruh, seperti yang digunakan Anton untuk membuat kopi Pak Rahman. Ia juga melihat beberapa botol lain yang berisi cairan berwarna hijau, merah, dan kuning.
Tiba-tiba, Anton menoleh ke arah jendela. Marni terkejut dan segera bersembunyi di balik dinding.
Jantungnya berdebar kencang. Ia takut Anton melihatnya dan menyadari bahwa ia sedang diawasi.
Setelah beberapa saat, Marni memberanikan diri untuk mengintip lagi. Anton sudah tidak ada di dalam gudang.
Marni segera masuk ke dalam gudang dan memeriksa kotak kayu yang tadi dibongkar Anton. Ia mencoba mencari botol kecil yang berisi cairan berwarna cokelat keruh, tetapi botol itu sudah tidak ada di sana.
Ia hanya menemukan beberapa botol lain yang berisi cairan berwarna hijau, merah, dan kuning. Ia merasa bingung dan frustrasi. Apa sebenarnya yang sedang dilakukan Anton?
Marni memutuskan untuk mengambil salah satu botol yang berisi cairan berwarna hijau sebagai bukti. Ia menyembunyikan botol itu di dalam sakunya dan segera meninggalkan gudang.
Ia tahu, ini hanyalah langkah awal dari penyelidikannya. Ia harus terus mencari bukti-bukti lain untuk mengungkap kebenaran
Pagi itu Marni sedang membeli sayuran untuk makan malam, sementara Dinda sedang mencari ramuan herbal untuk mengobati penyakit ibunya.
Mereka saling bertatapan dengan tatapan penuh kecurigaan dan ketakutan. Mereka berdua tahu, mereka berdua sedang menyimpan rahasia yang besar.
Marni memberanikan diri untuk menghampiri Dinda. Ia ingin berbagi informasi tentang kecurigaannya terhadap Anton.
" Mbak Dinda, ada yang ingin saya bicarakan denganmu," kata Marni dengan suara pelan. "Ini tentang Anton dan Pak Rahman."
Dinda menatap Marni dengan tatapan bingung. Ia tidak tahu apa yang ingin dikatakan Marni.
"Saya..." Marni ragu sejenak, lalu melanjutkan, "Saya melihat Anton memberikan sesuatu pada Pak Rahman. Sesuatu yang membuat Bapak sakit."
Dinda terkejut. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara bergetar.
Marni menjelaskan apa yang dilihatnya di dapur dan di gudang belakang rumah. Ia juga menunjukkan botol berisi cairan hijau yang ia ambil dari gudang.
Dinda menatap botol itu dengan tatapan ngeri. Ia merasa seolah dunianya runtuh.
"Saya... saya tidak tahu apa-apa," kata Dinda dengan suara lirih. "Saya harus bicara dengan Anton."
Marni mengangguk. "Kita harus bekerja sama untuk mengungkap kebenaran," katanya. "Kita harus menghentikan Anton sebelum terlambat."
Di tengah keramaian pasar, dua wanita yang berbeda latar belakang itu bersatu demi mengungkap sebuah kebenaran yang mengerikan. Mereka tidak tahu, bahaya besar telah menanti mereka di depan.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*