Dendam Membawa Bencana
Seorang gadis duduk di kamarnya, di sebuah rumah yang berdiri kokoh di tengah desa Arjosari yang tenang. Jemarinya yang lentik dengan telaten menyisir rambutnya yang hitam dan lembut, rambut yang selalu menjadi kebanggaannya. Namun, di balik keindahan itu, tersimpan sebuah kesedihan yang mendalam. Setiap tarikan sisir diikuti desahan panjang, seolah beban berat tersimpan di setiap helaan napasnya. Dyah, nama gadis itu, tidak bisa berjalan sejak lahir. Kakinya lumpuh, memaksanya untuk menghabiskan sebagian besar waktunya di atas kursi roda.
Namun, meski memiliki kekurangan fisik, keluarganya bisa menerimanya apa adanya. Ayahnya, Pak Rahman, adalah seorang pengusaha sukses yang disegani di desa itu. Ibunya, Bu Lestari, adalah seorang wanita yang lembut dan penyayang. Mereka berdua selalu memberikan kasih sayang dan perhatian yang sama kepada Dyah dan adiknya, Dinda Kirana. Dyah tidak tahu menahu tentang dunia luar, ia hanya fokus pada dirinya dan keluarganya. Baginya, kebahagiaan keluarga adalah yang utama.
Rumah mereka adalah rumah yang penuh dengan cinta dan kehangatan. Setiap pagi, mereka selalu sarapan bersama, saling berbagi cerita dan canda tawa. Setiap malam, mereka selalu berkumpul di ruang keluarga, menonton televisi atau membaca buku bersama. Dyah merasa sangat beruntung memiliki keluarga seperti mereka.
Kebahagiaan itu perlahan memudar setelah kedatangan tetangga baru yang membeli tanah pekarangan di samping rumah mereka dan membangun rumah di sana. Keluarga baru itu berjumlah lima orang, terdiri dari bapak, ibu, dan tiga anak. Anak pertama perempuan bernama Riani Irianti, anak kedua perempuan bernama Rina Ariana, dan yang bungsu laki-laki bernama Roni Pratama.
Awalnya, keluarga itu ramah pada orang-orang sekitar. Mereka sering menyapa dan tersenyum kepada Dyah dan keluarganya. Namun, Dyah merasa ada sesuatu yang aneh dengan keluarga baru itu. Ia merasa ada tatapan yang berbeda dari Riani, tatapan yang seolah-olah menyimpan sesuatu yang tersembunyi.
Suatu sore, saat Anton, teman Riani, berkunjung, mereka melihat Dyah sedang duduk di teras rumahnya. Anton adalah seorang pemuda yang hidupnya tidak jelas. Ia suka mabuk-mabukan, rambutnya gondrong, dan penampilannya urakan. Namun, ia memiliki daya tarik tersendiri yang membuat banyak wanita terpikat padanya.
"Ri, itu siapa?" tanya Anton sambil menunjuk ke arah Dyah.
"Yang mana?" jawab Riani dengan nada acuh tak acuh.
"Itu, duduk di teras rumah sebelah."
"Oh, itu namanya Dyah, anak pertamanya Pak Rahman."
"Lumayan manis!" kata Anton dengan nada penuh makna. Ia menatap Dyah dengan tatapan yang sulit diartikan.
Riani tersenyum aneh mendengar perkataan Anton. Ia tahu apa yang ada di pikiran Anton. Ia tahu bahwa Anton tertarik pada Dyah karena ia adalah anak orang kaya. "Kenapa kamu tersenyum seperti itu, Ri? Memangnya ada yang aneh?" tanya Anton heran.
"Kamu naksir dia?" tanya Riani masih dengan senyum misterius.
"Dia lumayan manis," ucap Anton sambil menatap ke teras rumah Pak Rahman.
"Manis sih manis, tapi dia cacat!" kata Riani dengan nada merendahkan. Ia sengaja mengatakan itu untuk meruntuhkan minat Anton pada Dyah.
"Cacat maksudmu?" tanya Anton bingung.
"Dia itu nggak bisa berjalan, kemana-mana dia pakai kursi roda. Tapi, dia anak orang terkaya di desa Arjosari ini. Memang keluarga Pak Rahman yang cukup terhormat dan terpandang di desa Arjosari ini," jelas Riani. Ia menambahkan informasi tentang kekayaan keluarga Pak Rahman untuk membangkitkan minat Anton pada adiknya, Dinda.
Anton menghela napas. Sepertinya ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. Ia menimbang-nimbang antara mengejar Dyah yang cacat namun kaya, atau mengejar adiknya yang sehat namun mungkin tidak sekaya Dyah. "Kalau kamu bisa jadi menantu orang kaya dan terhormat seperti Pak Rahman, ya adiknya saja yang kamu pacari. Jangan Dyah!" saran Riani. Ia berusaha meyakinkan Anton bahwa Dinda adalah pilihan yang lebih baik.
"Memangnya dia punya adik perempuan?" tanya Anton penasaran. Ia mulai tertarik dengan ide Riani.
"Punya, namanya Dinda Kirana. Kamu pacari dan kamu nikahi adiknya itu agar bisa menjadi menantu orang kaya, biar hidupmu tidak lontang-lantung seperti itu. Apalagi kalau kamu bisa menyingkirkan Dyah, kamu dan Dinda akan menjadi pewaris satu-satunya semua harta milik Pak Rahman!" Riani melanjutkan dengan nada licik. Ia menjelaskan keuntungan yang akan didapatkan Anton jika berhasil menikahi Dinda dan menyingkirkan Dyah.
Anton terdiam, menimbang-nimbang saran Riani. Ia membayangkan dirinya hidup mewah dengan harta kekayaan Pak Rahman. Ia membayangkan dirinya memiliki segalanya yang selama ini hanya bisa ia impikan. Kalau dipikir-pikir, ada benarnya juga. Dia sudah bosan hidup miskin. Ide Riani terdengar sangat cemerlang. Tapi, bagaimana caranya mendekati Dinda? Pikirannya buntu karena dia belum menemukan cara untuk bisa kenal dengan adik Dyah yang ternyata bernama Dinda Kirana itu.
"Tapi, bagaimana caranya agar bisa kenal adiknya Dyah yang bernama Dinda Kirana itu?" tanya Anton pada Riani. Ia merasa tidak mungkin bisa mendekati Dinda tanpa bantuan Riani.
"Tenang saja, aku akan membantumu. Aku akan mengatur pertemuan antara kamu dan Dinda," jawab Riani dengan senyum licik. Ia sudah memiliki rencana untuk menjebak Anton dan Dinda dalam sebuah permainan yang akan menguntungkannya. "Kebetulan sekali, Dinda sering main ke rumahku. Nanti, aku akan menghubungimu saat Dinda ada di sini."
"Benarkah? Wah, terima kasih banyak, Ri!" kata Anton dengan wajah berbinar. "Kamu memang teman terbaikku." Ia merasa sangat beruntung memiliki teman seperti Riani yang selalu siap membantunya.
"Sudah seharusnya aku membantumu. Aku juga ingin melihatmu sukses dan kaya raya," balas Riani. Ia mengatakan itu hanya untuk menyenangkan hati Anton, padahal ia memiliki motif tersembunyi. "Tapi ingat, Anton, kamu harus berhati-hati. Pak Rahman itu orang yang keras kepala dan tidak mudah ditipu."
"Aku tahu, Ri. Aku akan berhati-hati. Aku akan melakukan apa saja untuk mendapatkan Dinda dan hartanya," kata Anton dengan nada penuh tekad. Ia siap melakukan apa saja, bahkan jika itu berarti harus mengkhianati temannya sendiri.
Riani tersenyum puas mendengar perkataan Anton. Ia tahu bahwa Anton adalah orang yang ambisius dan mudah dimanipulasi. Ia akan memanfaatkan Anton untuk mencapai tujuannya sendiri. Ia ingin menghancurkan keluarga Pak Rahman karena ia merasa iri dengan kekayaan dan kebahagiaan mereka.
"Baiklah, Anton. Kalau begitu, kamu tunggu saja kabar dariku. Aku akan segera menghubungimu saat Dinda ada di rumahku," kata Riani.
"Siap, Ri! Aku akan menunggu dengan sabar," jawab Anton.
Anton lalu pamit pulang dengan hati yang penuh harapan. Ia tidak sabar untuk bertemu dengan Dinda dan memulai rencananya. Di benaknya, sudah terbayang kehidupan mewah yang akan ia nikmati bersama Dinda. Ia akan memiliki rumah mewah, mobil mewah, dan semua yang ia inginkan.
Sementara itu, Riani tersenyum licik melihat Anton pergi. Ia sudah merencanakan sesuatu yang jahat untuk menghancurkan keluarga Pak Rahman. Ia akan memanfaatkan Anton dan Dinda untuk mencapai tujuannya sendiri. Ia ingin melihat keluarga Pak Rahman menderita dan kehilangan segalanya.
"Tunggu saja, Pak Rahman. Sebentar lagi, kau akan merasakan pembalasanku," gumam Riani dalam hati. Ia merasa senang karena rencananya berjalan dengan lancar.
Beberapa hari kemudian, Riani melihat Dinda sedang berjalan menuju rumahnya. Ia segera menghubungi Anton dan memberitahunya bahwa Dinda ada di rumahnya.
"Anton, cepat datang ke rumahku! Dinda ada di sini!" kata Riani dengan nada bersemangat. Ia tidak sabar untuk melihat Anton dan Dinda bertemu.
"Benarkah? Aku segera ke sana!" jawab Anton dengan antusias. Ia merasa sangat senang karena akhirnya bisa bertemu dengan Dinda.
Anton lalu bergegas menuju rumah Riani dengan hati yang berdebar-debar. Ia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Dinda dan memulai aksinya. Ia akan melakukan apa saja untuk mendapatkan hati Dinda.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments