Rubiana Adams, seorang perempuan jenius teknologi dan hacker anonim dengan nama samaran Cipher, terjebak dalam pernikahan palsu setelah dipaksa menggantikan saudari kembarnya, Vivian Adams, di altar.
Pernikahan itu dijodohkan dengan Elias Spencer, CEO muda perusahaan teknologi terbesar di kota, pria berusia 34 tahun yang dikenal dingin, cerdas, dan tak kenal ampun. Vivian menolak menikah karena mengira Elias adalah pria tua dan membosankan, lalu kabur di hari pernikahan. Demi menyelamatkan reputasi keluarga, Rubiana dipaksa menggantikannya tanpa sepengetahuan Elias.
Namun Elias berniat menikahi Vivian Adams untuk membalas luka masa lalu karena Vivian telah menghancurkan hidup adik Elias saat kuliah. Tapi siapa sangka, pengantin yang ia nikahi bukan Vivian melainkan saudari kembarnya.
Dalam kehidupan nyata, Elias memandang istrinya dengan kebencian.
Namun dalam dunia maya, ia mempercayai Cipher sepenuhnya.
Apa yang terjadi jika Elias mengetahui kebenaran dari Rubiana sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24. BANTUAN?
Sekitar pukul satu siang, suasana kantor mulai kembali sibuk. Para staf membawa berkas-berkas, telepon berdering tanpa henti, dan di luar ruangan, para wartawan masih mencoba menerobos masuk ke lobi utama Spencer Dynamic. Satpam sudah menutup akses sejak pagi, tapi tekanan media tetap saja meningkat.
Raven baru saja menerima panggilan dari tim hukum ketika sesuatu membuatnya menghentikan langkah. Ia menatap layar komputernya lekat-lekat.
"Elias?" panggil Raven cepat. "Kau harus lihat ini."
Elias yang sedang menandatangani beberapa dokumen menoleh. "Ada apa?"
Raven mengetuk layar, memperlihatkan laman portal berita yang beberapa menit lalu masih memuat headline buruk tentang Elias. Sekarang, laman itu kosong.
Bukan hanya satu situs.
Semua portal besar seperti Boston Daily, GlobeNet, NewsPoint. Bahkan situs gosip bisnis internasional seperti BIZWorld dan MarketBeat, semuanya tiba-tiba tidak menampilkan satu pun berita tentang kasus Edward Adams atau tuduhan terhadap Elias.
Laman mereka kosong, atau dialihkan ke artikel lain. Beberapa bahkan menampilkan pesan error: 404 Not Found.
"Ini tidak mungkin," ujar Raven, alisnya bertaut. Ia mengetik cepat, membuka arsip-arsip digital, cached files, bahkan tangkapan layar yang sempat ia simpan pagi tadi, semuanya hilang.
Elias berdiri, mendekat ke meja Raven. "Berapa lama ini terjadi?"
"Baru saja," jawab Raven. "Sekitar lima menit terakhir. Aku memantau terus situs mereka sejak pagi. Lalu tiba-tiba semuanya menghilang."
Elias menatap layar itu lama, lalu berkata pelan, "Seseorang menghapusnya."
"Pertanyaannya," ujar Raven, "siapa?"
Mereka saling bertukar pandang. Ada sesuatu yang aneh, bukan sekadar kebetulan atau kesalahan sistem. Ini tampak seperti tindakan terencana dan sangat cepat.
Raven membuka laptop cadangan, mengakses jaringan VPN pribadinya, mencoba menelusuri jejak digital dari artikel-artikel yang hilang itu. Tapi setiap kali ia mencoba mengakses kembali, alamat IP-nya otomatis terblokir.
"Semua akses ke berita itu dihapus dari server pusat," gumamnya. "Bahkan salinan arsipnya dihapus dari web cache." Ia berhenti sejenak, matanya menyipit. "Ini bukan kerjaan orang biasa. Ini pekerjaan seseorang yang tahu betul cara memutus jejak informasi."
Elias menatap layar itu dengan wajah yang sulit dibaca. "Atau seseorang yang punya alasan untuk melindungi kita," ujarnya lirih.
Raven menoleh cepat. "Maksudmu?"
"Tidak usah disimpulkan dulu," potong Elias pelan. "Tapi ini bukan sesuatu yang dilakukan tanpa motif."
Raven menyandarkan tubuhnya di kursi, menarik napas panjang. "Ini gila. Dalam dunia digital, bahkan informasi mati masih meninggalkan bayangan. Tapi ini seolah-olah berita itu tidak pernah ada,” lanjut Elias pelan, menatap layar kosong di hadapan mereka.
Keheningan merayap lagi. Uap dari cangkir kopi yang tadi sudah dingin perlahan menghilang.
Sore menjelang. Ruangan itu kini diterangi sinar jingga yang menembus tirai, membuat bayangan Elias dan Raven terpantul di dinding kaca.
"Raven," kata Elias pelan setelah beberapa lama. "Kau masih punya salinan rekaman rapat direksi minggu lalu?"
"Ada, tapi kenapa?" tanya Raven.
"Aku ingin tahu apakah Edward punya seseorang di antara mereka"
Raven mengangkat alis. "Kau curiga ada kebocoran internal?"
"Aku tahu ada," jawab Elias tenang. "Tidak mungkin semua berita itu keluar secepat itu kalau tidak ada yang membocorkan dokumen ke pihak luar."
Raven membuka file di komputernya, memutar rekaman. Suara-suara para anggota dewan terdengar: beberapa menentang, beberapa menekan Elias untuk menarik laporan terhadap Edward. Dan satu suara terdengar agak berbeda, tenang, sopan, tapi menyiratkan ketidaktulusan yang halus.
Elias mengenal suara itu.
"Jonathan Pierce. Dia sudah duduk di dewan terlalu lama. Terlalu dekat dengan Edward sejak dulu," beritahu Raven.
Pandangan Elias berubah ketika melihat pria bernama Jonathan Pierce itu.
Raven menatapnya. "Kau mau aku menyelidikinya?"
"Ya. Tapi lakukan diam-diam," jawab Elias.
Raven mengangguk. "Akan kulakukan. Tapi jujur, Elias ... aku masih belum mengerti siapa yang menolongmu tadi. Menghapus semua berita itu. Itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan tanpa akses besar."
Elias tidak menjawab segera. Ia berjalan ke arah jendela lagi, memandangi kota yang mulai menyala dengan lampu-lampu sore. Suara Raven di belakangnya samar-samar terdengar, tapi pikirannya sudah melayang ke arah lain.
Ada nama yang terlintas di benaknya.
Seseorang yang ia kenal, tapi tidak sepenuhnya bisa ia pahami. Karena orang ini biasanya selalu bergerak jika ada uang yanh memuaskannya, tapi kenapa setelah dia kembali dari menghilang tiba-tiba justru orang ini selalu bertindak di luar prediksi Elias. Bahkan anehnya setelah semua bantuan yang diberikan, orang ini tidak pernah membahas uang yang menjadi kesukaannya.
"Chiper. Siapa lagi yang membantu kita dalam dunia maya kecuali dia," kata Elias.
"Ah," Raven paham sekarang. Dan benar memang yang dikatakan oleh Elias ini.
"Raven," ujar Elias, suaranya tenang. "Untuk saat ini, jangan ungkapkan ini pada siapa pun. Katakan pada tim hukum bahwa kita tetap melanjutkan laporan terhadap Edward. Aku tidak peduli berapa banyak media yang akan mencoba menyerang lagi, kita tetap maju."
Raven berdiri. "Kau sadar keputusan ini akan memicu perang yang lebih besar, kan?"
Elias menatap keluar jendela, menatap pantulan dirinya sendiri. "Aku sudah di tengah medan perang, Raven. Tidak ada gunanya mundur."
Raven mengangguk pelan. Ia tahu, di balik ketenangan itu, Elias sedang menyiapkan langkah baru. Ia tidak tahu siapa yang ada di balik hilangnya berita-berita itu, tapi satu hal pasti, sesuatu sedang bergerak di balik layar.
Ketika Raven keluar dari ruangan, Elias masih berdiri di tempatnya. Ia menatap layar ponsel di tangan, tidak ada pesan baru, tapi ia tahu ... entah bagaimana, seseorang sudah bergerak lebih dulu darinya.
Elias menekan kontak di ponselnya, menatap nama di layar: Chiper.
Jemarinya berhenti di atas tombol call, tapi ia tidak menekan. Ia tahu kalau Chiper benci ditelepon atau menelepon.
Elias hanya diam, dan tersenyum samar.
"Terima kasih," bisiknya pelan, untuk hacker yang selalu membantunya walau ia tidak tahu entah ada dimana.
Malam itu, kantor sudah sepi. Hanya lampu di ruang Elias yang masih menyala. Di mejanya, tumpukan berkas menanti, tapi pikirannya tidak di situ. Ia membuka laptopnya, menatap layar kosong, lalu mengetik cepat pada sebuah file yang diperuntukkan untuk Chiper.
Ia lalu menyimpan catatan itu di folder terenkripsi milik dan Chiper, lalu mematikan layar.
Di luar, hujan mulai turun perlahan, menetes di kaca jendela, membawa aroma dingin yang samar.
Elias duduk bersandar, menatap ke langit malam Boston yang tertutup awan. Ada sesuatu di matanya yang tidak bisa diartikan: ketenangan, curiga, dan sedikit kagum.
Dan malam itu, untuk pertama kalinya sejak semuanya berantakan, Elias merasa bukan hanya bertahan, tapi juga mulai membaca arah angin permainan ini.
Seseorang telah menolongnya. Dan ia tahu, cepat atau lambat, ia akan bertemu dengan hacker misterius itu.
Namun hingga saat itu tiba, Elias Spencer hanya duduk diam di ruangannya, mendengarkan suara hujan dan menyadari satu hal sederhana yang paling menenangkan di tengah badai:
Aku ingin pulang dan bertemu kelinciku, pikirnya.
Sementara itu, jauh di rumah, Ruby menatap layar laptopnya yang kembali menyala.
Sebuah pesan baru muncul di sistem pribadinya:
Elias: Terima kasih sudah membantuku hari ini dengan melindungi nama baikku dari media yang menggila.
Ruby menatap layar itu dengan mata melebar, napasnya tercekat. Bagaimana Elias tahu kalau Chiper yang menolongnya hari ini dengan menghapus semua berita tentang scandal tanpa sisa.
Jantungnya berdetak begitu cepat hingga terasa menyakitkan. Ada senyum melengkung di wajahnya ketika ia membaca pesan itu. Perasaan senang karena usahanya diapresiasi dengan sangat baik.
Sementara Elias menghadapi dunia luar, Ruby mulai menyadari bahwa ancaman sebenarnya datang dari sesuatu yang jauh lebih dalam, dan kali ini tidak ada perlindungan yang bisa melindunginya kecuali diri sendiri.
antara kasian n seneng liat ekspresi Rubi.
kasian karena d bohongin kondisi Elias,seneng karena akhirnya Elias tau siapa Rubi sebenarnya.
😄
hemmmm....kira kira Ruby mo di kasih
" HADIAH ' apa ya sama Elias....😁🔥
tapi tak kirain tadi Elies pura² terluka ternyata enggak 😁
Elias tau Rubi adalah chiper,,hm
apa yg akan Rubi katakan setelah ini semua
Rubiiii tolong jujurlah sama Elias,apa susahnya sh.
biar xan jadi punya planning lebih untuk menghadapi si adams family itu,,hadeeeh
syusah banget sh Rubi 🥺
makin penasaran dgn lanjutannya