DIRIKU Bukan IBU Tiri Yang Kejam

"Aku tidak apa-apa Mely" Sherina tentu baik-baik saja, karna yang tidak baik-baik saja adalah Nenek Sarah beserta anak menantu serta cucunya.

Setelah memastikan keadaan Sherina beserta ke lima anak-anak tirinya baik-baik saja Mely segera kembali ke rumah nya.

Begitu juga dengan para warga desa, mereka bergegas kembali ke rumah masing-masing, karna hari pun akan beranjak menuju malam.

"Kalian masuk lah, segera cuci wajah, tangan juga kaki kalian.. kita makan malam nya makan makanan yang di beli dari kota kecil saja.. maaf Ibu belum bisa memasak, karna Ibu merasa lelah" ketika di kota kecil Sherina sengaja membeli makanan dan di bungkus nya untuk di bawa ke rumah, jadi sekarang mereka tinggal makan saja.

"Tidak apa-apa Ibu.. kami mengerti, ini cucilah wajah Ibu, dan kita segera makan nersama agar bisa dengan cepat untuk beristirahat" Zivan memberikan air bersih itu pada Sherina terlebih dahulu.

"Terimakasih Zivan" rasa lelah Sherina terasa hilang, karna dia merasa beruntung memiliki anak-anak tiri baik seperti mereka.

Setelah semua nya mencuci wajah, tangan serta kaki masing-masing, mereka segera bergegas untuk makan.

Di meja makan yang tak lagi utuh, kehangatan keluarga di rasakan oleh Zevan dan empat adik nya.

Dalam hati mereka masing-masing mengungkapkan rasa syukur serta rasa bahagia atas semua perubahan sikap Sherina kepada mereka semua.

Mereka semua makan dengan damai, dengan penuh kasih sayang serta cinta.

"Ibu aku sudah selesai" Zivan selesai terlebih dahulu.

"Kalau begitu kamu segera lah beristirahat" Sherina tak ingin anak-anak tirinya kelelahan, dan mulai sekarang Sherina akan mengubah pola hidup untuk mereka.

"Aku mau bantu Ibu untuk membereskan dulu belanjaan tadi" Zevan tak ingin Sherina beres-beres sendiri.

"Kalian harus mendengarkan Ibu.. kalau Ibu bilang kalian tidur kalian harus tidur, masalah pekerjaan ini Ibu masih sanggup" dengan tegas Sherina menolak keinginan Zivan.

"Tapi Bu.. Ibu juga kan sama lelah nya dengan kami" Alena ikut memberikan pendapat.

"Alena.. " Sherina menakut-nakuti anak-anak tirinya dengan tatapan tajam.

"Baik lah Ibu.. kita akan segera beristirahat" Zovan tak mau jika Sherina marah, maka dengan cepat Zovan mengajak kakak serta adik-adik nya untuk segera tidur.

Setelah menunggu selama setengah jam akhirnya Zevan beserta adik-adik nya itu tertidur, dan kini Sherina dapat dengan leluasa untuk berbicara dengan sistem.

"Sistem, apa kau bisa membantu ku untuk menata semua barang belanjaan ku?" jika harus menyelesaikan nya seorang diri itu sangat tak mungkin untuk Sherina.

"Tentu saja Nona" sistem menjawab Sherina dengan cepat.

(Kita ganti panggilan sistem ke Sherina ya, soalnya Mak dapat komen, masa cewek di sebut Tuan, saran nya dia nyuruh Mak buat manggil Sherina itu Nyonya, tapi Mak agak kurang cocok 😅 jadi biar sistem panggil Sherina Nona aja ya)

"Untung lah kamu bisa membantu, jika tidak.. aku tak tau pekerjaan ini akan selesai nya kapan" Sherina benar-benar bersyukur memiliki sistem, karna sistem selalu siap siaga membantu nya.

"Saya disini memang khusus untuk membantu Nona" keberadaan sistem memang di program untuk Sherina.

"Syukurlah kalau begitu, setidaknya aku tidak akan terlalu kesulitan disini.. kau tau sistem, tekad ku begitu kuat aku akan merubah semua alur di novel ini, aku juga tak mau berakhir mati dengan sia-sia" Sherina mengajak sistem terus berbicara layak nya seorang teman.

"Ohh iya sistem.. Nenek Sarah pasti akan datang kembali kesini, untuk jaga-jaga tolong.. " Sherina memerintah kan sistem untuk melakukan semua yang Sherina suruh, setelah di rasa semua nya cukup Sherina tidur dengan nyenyak.

……………………………………………

"Kurang ajar.. wanita itu, wanita bodoh itu kenapa sekarang tampak begitu berani?? dia tak lagi takut padaku, bahkan dia berani mengancam ku" Nenek Sarah terus saja marah-marah dari sore tadi.

Semenjak pulang dari rumah Sherina Nenek Sarah tak berhenti mengomel, bahkan Nenek Sarah tak segan-segan untuk memukul anak menantu nya sebagai pelampiasan kemarahan nya.

"Ibu berhenti lah marah-marah" Dias merasa telinga nya panas karna terus menerus mendengar sang ibu mengoceh.

"Kamu menyuruh ku diam?? dasar anak kurang aja" Nenek Sarah malah makin menjadi kemarahan nya.

"Ya Tuhan.. berhenti lah Ibu.. sekarang lebih baik kita pikirkan cara untuk membalas perlakuan nya, dia sudah membuat kita malu, dan dia juga sangat pelit.. kita harus merencanakan sesuatu untuk membuat dia merasakan apa yang kita rasakan" Dias memandang ke luar dengan penuh kilatan kemarahan.

"Tumben sekali otak mu berjalan" setelah mendengar ucapan Dias Nenek Sarah tak terlalu mengoceh lagi.

"Jadi apa Ibu punya rencana?" Dias mendekati sang ibu.

Plak.. satu pukulan tepat mengenai kepala Dias, siapa lagi pelaku nya jika bukan Nenek Sarah.

"Aku pikir kamu berbicara seperti itu karna sudah mempunyai rencana" Nenek Sarah bersungut-sungut merasa di permainkan oleh putra nya.

"Kan biasa nya juga Ibu yang selalu membuat rencana.. kina hanya mengikuti semua perintah Ibu" Dias, Dion beserta anak istri nya memang selalu mengikuti setiap perintah Nenek Sarah.

Mereka dengan patuh mengikuti semua ucapan Nenek Sarah, meski mereka tau jika itu salah, mereka tak perduli.

Bagi mereka perintah Nenek Sarah adalah segala nya, karna mereka juga selalu mendapat kan untung ketika mengikuti kata-kata Nenek Sarah.

"Sudah tau dari tadi aku pusing memikirkan nya, kamu malah mengira aku sudah mempunyai rencana.. apa tidak bisa sekali saja kalian yang menyusun rencana?" Nenek Sarah terkadang merasa kesal akan kelakuan anak menantu nya itu.

"Ibu bagaimana kalau kita curi saja barang-barang yang Sherina beli tadi?" tiba-tiba saja Lela angkat bicara.

Nenek Sarah terdiam mendengar ucapan sang menantu, dia seperti menimbang-nimbang ucapan Lela.

"Tapi nanti bagaimana kalau ada setan lagi?" Dania tak ingin suaminya terkena serangan seperti kemarin.

"Aku rasa tidak akan lagi Kakak ipar.. buktinya tadi pagi saat Ibu di sana tak ada yang terjadi" Lela mencoba meyakinkan agar Nenek Sarah mau mengikuti saran nya.

"Benar juga apa kata kamu Adik ipar.. " Dania mulai setuju dengan ide Lela.

Nenek Sarah kembali merenung, dia mondar-mandir seperti setrika berjalan.

"Kalau begitu tiga jam lagi kita kesana" dapat di pastikan mereka akan pergi, karna perintah Nenek Sarah telah keluar.

Malam semakin larut, keadaan di desa semakin sunyi.. orang-orang telah pergi mengarungi mimpi indah masing-masing.

namun berbeda dengan keluarga Nenek Sarah, mereka masih terjadi dan kini telah mengenakan pakaian malam.

"Bagaimana? apa kalian sudah siap??" Nenek Sarah bertanya pada anak menantu nya, cucu-cucunya tidak Nenek Sarah bawa, karna menurut Nenek Sarah akan berisik jika membawa mereka.

"Ayo kita berangkat.. "

Bersambung.. semoga kita ketemu lagi di bab selanjutnya👋👋.