Spin-off dari Istri Amnesia Tuan G
Dalam beberapa jam, Axello Alessandro, seorang aktor terkenal yang diidamkan jutaan wanita jatuh ke titik terendahnya.
Dalam beberapa jam, Cassandra Angela, hater garis keras Axel meninggal setelah menyatakan akan menggiring aktor itu sampai pengadilan.
Dua kasus berbeda, namun terikat dengan erat. Axel dituduh membunuh dua wanita dalam sehari, hingga rumah tempatnya bernaung tak bisa dipulangi lagi.
Dalam keadaan terpaksa, pria itu pindah ke sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Tapi rumah itu aneh. Karena tepat pukul 21.45, waktu seakan berubah. Dan gadis itu muncul dengan keadaan sehat tanpa berkekurangan.
Awalnya mereka saling berprasangka. Namun setelah mengetahui masa lalu dan masa kini mereka melebur, keduanya mulai berkerjasama.
Cassie di masa lalu, dan Axel di masa kini. Mencoba menggali dan mencegah petaka yang terjadi.
Mampu kah mereka mengubah takdir? Apakah kali ini Cassie akan selamat? Atau Axel akan bebas dari tuduhan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 ~ Jadi Mataku di Sana
Saat pagi tiba, Axel menggerakkan tubuhnya yang terasa lebih baik. Tadi saat dini hari, ia bangun untuk meminum obat lagi. Kini tubuhnya sudah terasa lebih ringan.
Pria itu menjejakkan kakinya di atas lantai papan yang dingin. Mulai bangkit dan berjalan dengan lancar, ia lalu tersenyum samar setelahnya. Tubuhnya telah sembuh meski kepalanya masih agak pusing.
"Berkat perempuan itu." Pria itu membatin, bagaimana pun ia tidak bisa menyangkal peran Cassie yang telah membuatnya sembuh. Meski ia tahu gadis itu membencinya, ia tetap harus berterima kasih.
"Xel." Axel hampir melompat saat suara seseorang menyambar begitu saja.
"Kak? Pagi-pagi sekali kau udah datang? Memangnya bibi udah sembuh?" tanya Axel yang buru-buru berjalan menghampiri pria yang berdiri di depan pintu kamar.
Pria itu menghela napas, ia berjalan beriringan dengan Axel ke ruang depan. "Ya, ibuku keadaannya udah lebih baik, tapi masih harus dirawat. Eh, kepalamu kenapa? Tangan dan kakimu ... Apa yang terjadi?"
Hugo membalikkan tubuh Axel, lalu menatap pria itu dengan pandangan menuntut penjelasan.
Axel berpikir sejenak sebelum membuka mulut. "Aku sedang jogging kemarin, lalu tidak sengaja jatuh ke bawah bukit."
"Kau kenapa tidak bilang padaku? Astaga, tubuhmu. Kau seorang artis, kau harus menjaga penampilan, Axel!" Hugo menggeram sembari bicara. Pria itu tidak sadar kalau perkataannya telah membuat wajah Axel berubah.
"Memangnya Kakak kira dengan keadaanku sekarang, aku masih bisa kembali ke dunia hiburan? Tidak dipenjara saja, aku udah harus bersyukur."
Melihat wajah sedih pria itu, Hugo sadar telah salah bicara. Ia berdehem pelan, sebelum melunakkan nada bicaranya. "Maaf, aku enggak bermaksud. Aku hanya khawatir denganmu, Xel. Seharusnya kau menghubungiku! Aku akan datang meski sesibuk apa pun."
"Aku enggak mau merepotkan Kakak terus. Lagi pula ... aku sepertinya udah enggak ada harapan. Gaji Kakak bulan ini saja udah enggak sanggup aku bayar. Kakak ... lebih baik cari artis baru saja! Perusahaan juga pasti udah menghubungi Kakak, kan?"
Hugo yang mendengar, menatap tidak percaya. "Kau ini bicara apa? Aku tidak akan meninggalkanmu di saat seperti ini."
"Tapi kau butuh uang, Kak!"
Hugo terdiam, ia tidak bisa menyangkal perkataan Axel satu ini. Ia memang memerlukan uang, apalagi biaya rumah sakit sang ibu yang sudah mulai menguras tabungan.
"Tapi aku enggak mungkin meninggalkanmu di kondisi seperti ini. Kita pasti bisa membuktikan kau tidak bersalah."
"Justru dengan kau kembali ke sana, kau bisa membantuku." Pria itu menatap Hugo lekat, seolah membagi apa yang ada di pikirannya.
Sementara Hugo yang menangkap maksud tersembunyi sang aktor jadi terdiam. "Kau mencurigai agensi?"
Axel menghela napasnya. Mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kemarin. Tentang Darren yang tiba-tiba ada di sekitar sini dan bertindak mencurigakan.
Sementara Hugo yang mendengar dengan seksama akhirnya membuka suara setelah hening beberapa saat. "Apa yang bisa aku lakukan?"
"Jadi mata aku di sana, Kak!"
"Tapi ... kau akan benar-benar sendirian kalau aku pergi."
"Aku enggak sendirian. Kau enggak sepenuhnya meninggalkanku, kan? Maksudku, aku tahu kau selama ini bukan hanya bekerja untukku. Tapi untuk agensi juga. Tapi kali ini, aku membutuhkan bantuanmu. Satu kaki di sana dan satu kaki di sini. Kau bisa, Kak?"
Hugo menghela napas dalam. Ia mengangguk sebagai jawaban. Walau merupakan karyawan agensi, tapi dulu Axel memilihnya seorang yang belum berpengalaman. Tidak mungkin ia mengkhianati orang yang sudah membuatnya memiliki nama besar seperti sekarang.
"Agensi memang terus menghubungiku. Bertanya tentangmu dan tentangku. Juga mengatakan banyak artis baru yang mangkrak."
Mendengarnya Axel tertawa sinis. "Mereka tidak sabar menciptakan investasi yang baru."
"Hem, dan memintaku menghandle mereka. Ada grup idola yang akan segera debut."
Hening.
Selama beberapa saat keduanya terdiam, hingga Hugo kembali membuka suara. "Aku pergi, setelah ini mungkin sulit ke sini lagi."
Axel tersenyum, ia mengangguk ringan.
"Makan yang benar! Jangan nanti makan nanti enggak. Kalau memang mereka yang menjadikanmu kambing hitam, kau baru bisa balas dendam kalau punya kesehatan!"
"Iya, kau seperti ibu-ibu yang berpesan pada anak-anak." Axel sedikit bercanda dengan tawa kecil. Namun Hugo sama sekali tidak tertawa, pria itu tetap menatap dengan serius.
"Jaga diri baik-baik! Kalau membuka ponsel dan menemukan hal baru, jangan terlalu dipikirkan! Aku percaya kau enggak seperti itu."
Setelah banyak berpesan, pria itu akhirnya berbalik dan berjalan pergi dengan mantap. Axel melihat sampai mobil sang manajer tak lagi terjangkau. Ia menutup pintu, lalu memandang bahan makanan di atas meja dan tersenyum kecil.
Tapi yang lebih membuat penasaran adalah pesan terakhir Hugo sebelum pergi. "Apa yang tidak perlu dipikirkan?" gumamnya sembari kembali ke kamar dan meraih ponsel.
Saat membuka media sosial, keningnya langsung berkerut tajam. "Alasan tambahan Axello Alessandro membunuh Cassandra Angela ...."
"AKU MENGHAMILINYA?"
.
.
.