Perasaan mereka seolah terlarang, padahal untuk apa mereka bersama jika tidak bersatu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Flaseona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Can We? Episode 24.
...« Bertemu Teman »...
Arasya sedang sendirian di taman komplek rumahnya. Bermain ayunan sambil bersenandung ria. Ia bosan hanya di rumah saja, Mami sedang arisan dengan ibu-ibu komplek. Awalnya Arasya di ajak, tetapi ia menolak dan pamit pergi sendiri ke taman. Yang untungnya diperbolehkan Mami dengan syarat langsung pulang, tidak boleh ke mana-mana lagi.
Sedangkan Gavan, Devan dan Senaza pergi bekerja. Ketiganya tadi naik mobil bersamaan. Tidak mengajak Arasya karena berangkat pagi-pagi sekali.
Saat asyik-asyiknya mengayun, Arasya dikejutkan karena tiba-tiba ia hanya melihat kegelapan. Arasya memberhentikan ayunannya, kemudian meraba tangan siapa yang menutup matanya.
“Mas?” gumam Arasya, tetapi sepertinya bukan. Tangan Gavan ataupun Devan tidak seperti ini.
“Ih siapa sih?! Aku aduin Mami ya kalau ganggu aku!” ancamnya yang membuat si pengganggu itu terkekeh.
“Hai, Arasya.” Laki-laki itu melepaskan tangannya, lalu memilih duduk di ayunan sebelah Arasya. “Masih inget aku gak nih?”
Arasya menoleh ke samping. “Enggak.” Jawabnya singkat. Tetapi dirinya masih berusaha mengingat siapa gerangan lelaki itu dengan fokus meneliti wajahnya.
Laki-laki itu terkekeh lagi. “Cewek secantik kamu mana inget aku yang jelek gini.” Katanya merendah diri.
“Apa deh. Kamu ganteng kok. Cuma akunya aja yang gak inget. Siapa, ya? Temen sekolah yang mana?” tanya Arasya, merasa clueless. Ia kembali berayun, walaupun masih menatap lelaki asing itu.
“Dayon Fantazo. Dulu sekelas waktu SMA. Aku tetanggaan sama Voni itu lho. Kamu masih temenan sama dia, ya? Kemarin liburan bareng, ‘kan? Aku lihat dari postingan Voni.”
Arasya mengangguk-anggukkan kepalanya, meskipun ia tetap tidak mengingat sosok lelaki itu. “Halo, Dayon. Maaf aku gak inget kamu.”
Dayon selalu mengeluarkan tawanya saat Arasya selesai berbicara. Kemungkinan merasa gemas dengan tingkah gadis tersebut di usianya yang terbilang sudah bukan anak kecil lagi.
“Gapapa kok, aku ngerti. Kamu dari dulu bergaulnya cuma sama Voni dan kawan-kawannya. Jadi ya mungkin temen yang lain cuma figuran.”
Arasya menghendikkan bahunya. “Mungkin. Aku gak bisa inget banyak-banyak. Bikin pusing.”
Sejenak, suasana menjadi hening. Arasya kembali melamun dan sibuk berayun. Tidak mengindahkan lagi kehadiran Dayon, yang mengatakan bahwa teman sekolah Arasya.
Dulu Arasya terbilang sangat pendiam. Mempunyai tiga teman yaitu Dina, Elsa, dan Voni saja karena mereka lebih dulu mengajak Arasya berteman. Tidak banyak yang dilakukan Arasya selama masa sekolah, hanya berangkat lalu pulang. Begitu terus sampai lulus.
“Kenapa sendirian aja di sini?” Dayon membuka suara.
“Enggak sendiri, sekarang ada kamu.” Jawab Arasya, acuh. Sedikit merasa terganggu, dan... Takut.
“Hahaha, bener sih.” Dayon tertawa lagi. “Aku lagi ada kunjungan ke sini. Cuma orang yang aku cari masih ada kerjaan. Makanya singgah dulu ke taman ini, eh, dari kejauhan lihat kamu kayak kenal.” Ujarnya tidak menyerah.
Arasya hanya ber-oh ria, membatin bahwa dirinya bahkan tidak bertanya dan tidak peduli. Yang Arasya inginkan hanya satu, lelaki itu pergi dari sekitarnya.
“Oh, iya. Sampe lupa gak tanya kabar kamu. Apa kabarnya, Ra?”
“Baik, kok. Kamu?”
Dayon tersenyum tipis. “Puji Tuhan, aku juga baik nih. Lulus SMA langsung cari kerja. Kalau kamu gimana, Ra? Kuliah atau kerja juga?”
Arasya menoleh ke samping, memastikan Dayon yang ternyata sedang menatapnya dengan senyuman lebar. Membuatnya menghela nafas, tidak mungkin Arasya tega mengabaikan lelaki tersebut. Yang bahkan tidak menyerah mengajaknya bicara, padahal sepertinya Arasya sudah membuat gerakan terganggu dan cuek.
“Aku di rumah aja. Gak ngapa-ngapain. Ke sini karena bosen sama nungguin Mami pulang arisan komplek. Kamu kunjungan apa? Kerja?”
Senyum Dayon semakin lebar mendengar Arasya bertanya balik padanya. Arasya sampai ngilu melihat senyum lelaki tersebut yang tak redup.
“Iya, kerja. Ada klien yang butuh jasa pekerjaanku. Minta ketemu di rumah, katanya sih biar sekalian tanya adiknya maunya apa. Keren sih. Kebanyakan klienku justru serahin semuanya ke aku, dari desain rumah sampai furnitur rumah. Menurutku, malah gak ada kesan ‘rumah’ kalau pekerjanya aja yang desain tanpa campur tangan pemilik.” Cerocos Dayon panjang lebar.
Tidak tahu bahwa Arasya kesulitan mencerna informasi panjang. “Oh, jadi kamu kerjanya bikin rumah?” hanya itu yang bisa Arasya mengerti.
Dayon menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. “Desain rumah lebih tepatnya.”
Hening lagi. Arasya tidak tahu harus berkata apa. Ini baru pertama kalinya ia mengobrol bersama orang asing tanpa ditemani. Melirik sekilas ke arah Dayon yang ternyata sedang sibuk dengan ponselnya, Arasya memutuskan untuk kembali bersenandung dan berayun lebih kencang.
“Klienku udah di jalan pulang, Ra. Kamu mau aku anter pulang sekalian?”
Arasya menggeleng, tetapi Dayon tidak bisa melihatnya karena Arasya memainkan ayunannya sangat cepat. “Gimana, Ra?” tanyanya lagi, memastikan.
“Enggak, Dayon. Aku nunggu Mamiku.” Jawab Arasya dengan nada yang sedikit meninggi. “Kamu duluan aja.”
Dayon beranjak dari ayunannya, lalu dengan cekatan menangkap dua sisi pegangan milik ayunan yang Arasya pakai. Menghentikan lajunya secara paksa.
“Hati-hati, Ra. Jangan kenceng-kenceng. Ngeri lihatnya.”
Arasya mendongak menatap Dayon, lalu tertawa melihat ekspresi panik Dayon.
Di sisi lain, Gavan, Devan dan Senaza sedang dalam perjalanan pulang. Hampir memasuki komplek perumahan mereka, Gavan yang duduk di kursi belakang hanya melamun menatap luar.
“Dev, berhenti!” perintah Gavan secara mendadak. Mata tajamnya melihat siluet Arasya di taman komplek bersama laki-laki asing yang belum pernah Gavan ketahui. Posisi yang sedikit ambigu membuat Gavan buru-buru keluar dari mobil setelah Devan berhenti sembari mengomel.
“ADEK!” suara seraknya meninggi, memanggil Arasya yang langsung menoleh ke arahnya.
Si empunya kegirangan, tidak tahu bahwa Gavan tengah memancarkan aura tak bersahabat pada laki-laki yang baru saja di dorong Arasya agar menjauh dari posisi si kecil.
“Mas! Hehehehe!” Arasya berlari kecil menghampiri Gavan dan langsung memeluknya. “Gendong.” Pintanya, tanpa basa-basi melingkarkan tangannya pada leher Gavan.
Yang lebih tua tidak keberatan, segera menopang sepenuhnya bobot Arasya dalam satu hentakan. “Siapa, Dek? Dia ganggu kamu?” tanya Gavan menyelidik.
Arasya menggeleng. “Dia temenku kok. Katanya ada kerjaan di sini. Mas, ayo pulang. Aku capek.” Keluhnya. Posisi Arasya yang membelakangi Dayon, membuat gadis itu tidak tahu bahwa temannya merasa terancam.
“Kakak!” Arasya melambaikan tangannya menyapa saat mobil yang berhenti sembarangan membuka jendela bagian depan.
“Heh! Kamu ngapain di taman sendirian?! Bahaya!” Devan muncul dari belakang istrinya, berteriak dan memasang wajah garang setelah paham situasi.
Ekspresi ceria Arasya tergantikan dalam hitungan detik saat Devan muncul. Ia mendengus, lalu mengejek dengan menjulurkan lidahnya.
Dayon yang tercampakkan memberanikan diri untuk mendekat, masih dalam pengawasan ketat dari pria yang menggendong Arasya, tentunya.
“Halo, Mas. Saya Dayon, teman SMA Arasya. Kebetulan tadi lihat Arasya sendirian, makanya saya samperin.” Dayon memperkenalkan diri.
Meski begitu, kecurigaan Gavan tidak meleleh sedikitpun.
...« Terima kasih sudah membaca »...