NovelToon NovelToon
Si PHYSICAL TOUCH

Si PHYSICAL TOUCH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Beda Usia / Teen School/College / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Harem
Popularitas:983
Nilai: 5
Nama Author: gadisin

Edam Bhalendra mempunyai misi— menaklukkan pacar kecil yang di paksa menjadi pacarnya.

"Saya juga ingin menyentuh, Merzi." Katanya kala nona kecil yang menjadi kekasihnya terus menciumi lehernya.

"Ebha tahu jika Merzi tidak suka di sentuh." - Marjeta Ziti Oldrich si punya love language, yaitu : PHYSICAL TOUCH.

Dan itulah misi Ebha, sapaan semua orang padanya.

Misi menggenggam, mengelus, mencium, dan apapun itu yang berhubungan dengan keinginan menyentuh Merzi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gadisin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Mobil

Beberapa hari kemudian masih di pekan yang sama.

Merzi berjalan didepan sedangkan Ebha dibelakangnya, mengekori. Mereka sedang berjalan menuju parkiran kendaraan di sekolah.

Selangkah lagi mendekati mobil, Ebha mengambil langkah lebar dan segera membukakan pintu untuk Merzi. Tangannya menahan diatas kepala Merzi saat gadis itu masuk ke dalam.

"Terima kasih, Ebha."

"Kembali kasih, Nona." Ebha memutari mobil dan duduk disamping Merzi.

Hari ini mereka kembali semobil setelah beberapa hari sebelumnya paman Lym terus mengantar dan menjemput Merzi dan Ebha ikut serta didalam mobil itu.

"Nona ingin membeli atau pergi ke suatu tempat dulu sebelum kembali ke rumah?" Tanya Ebha seraya memundurkan mobil.

"Ada. Kita keluarlah dulu dari sekolah. Nanti berhenti dipinggir jalan. Merzi mau menelpon ayah."

"Baik, Nona."

Dengan kecepatan sedang Ebha melaju. Dia melirik Merzi yang sibuk dengan ponsel. Tak lama menepikan mobilnya di pinggir jalan bebas parkir.

"Disini, Nona?"

Merzi mengangkat kepalanya memeriksa ke depan lalu mengangguk. "Ya. Tunggu sebentar."

Ebha tak menjawab hanya memegang setir mobil. Sesekali melirik Merzi yang asyik mengetik sesuatu di ponselnya.

Merzi mendongak lagi dan memutar tubuhnya ke samping menghadap Ebha. "Ebha," panggilnya dan lelaki itu menoleh, "Merzi ingin pergi ke suatu tempat bersama teman-teman."

"Kemana, Nona? Saya akan ikut kemanapun nona pergi."

Merzi menarik tangan Ebha untuk dimainkan, dipilin-pilin sesekali dikecup. Si pemilik tangan hanya bisa membiarkan.

"Mall." Telapak Ebha yang lebar Merzi bawa ke pipinya untuk di elus-elus di pipinya. "Tapi Ebha bantu Merzi untuk meminta ijin pada ayah."

"Baik, Nona, saya akan membantu. Sampai jam bermain?"

Merzi diam sejenak untuk mengecupi tangan Ebha lalu mencondongkan kepalanya dan menarik leher Ebha. "Malam," ucap Merzi didepan wajah Ebha, "dan Ebha harus bisa meyakinkan ayah untuk mengijinkan Merzi main sampai malam."

Ebha memicing, sedikit curiga. Jiwa detektifnya keluar dan menatap ke dalam sorot mata Merzi. "Mall mana yang akan nona dan teman-teman nona datangi?"

Merzi menyebut sebuah mall yang cukup terkenal di kota tempatnya tinggal. Dan Ebha juga tahu mall itu.

"Nona Merzi tidak sedang mengelabui saya, kan?"

Seperti ketangkap basah, Merzi melarikan matanya tak berani membalas tatapan Ebha. Dia memang tahu bahwa insting Ebha sangatlah kuat.

"Jangan banyak berkata lagi. Ebha sudah berjanji akan membantu Merzi meminta ijin pada ayah."

"Tidak, saya—"

"—sstt! Jangan berbicara sebelum Merzi minta atau Merzi akan mencium bibir Ebha." Ancam Merzi menutup mulut Ebha dengan telapak tangan kecilnya.

Mendengar kata 'cium bibir' Ebha mengingat sesuatu yang terjadi tadi malam. Tapi sekarang mari lihat bagaimana Merzi meminta ijin pada ayahnya.

"Mengerti tidak?!" Merzi melotot marah. Tapi bagai Ebha gadis ini seperti anak kucing yang sedang merajuk. Dia mengangguk sekali dan Merzi menurunkan tangannya. "Sekarang Merzi akan menelepon ayah."

Jemarinya langsung menelepon tuan Oldrich Jay yang sudah dicarinya tadi. Cukup lama dia menunggu dan panggilan pertama gagal. Merzi kembali menekan tombol telepon dan langsung diangkat.

"Hallo, Nak?"

Merzi melirik Ebha dulu sebelum menjawab, "ayah."

"Ya kenapa, Merzi? Apakah kamu sudah pulang?"

"Belum, Yah. Eumm saya ingin … meminta ijin untuk keluar bersama teman-teman."

"Baiklah …. Ebha ikut bersamamu, oke?"

"Oke, Ayah."

"Jangan pulang terlalu malam. Dan jangan usir Ebha menjauh darimu. Dia harus selalu ada didekat Merzi. Paham putri ayah?"

Merzi tanpa sadar menganggukkan kepala. Tangannya yang dipangku bergerak gelisah karena menyembunyikan sesuatu dari ayahnya. Dan ini adalah pertama kali.

"Saya paham, Ayah."

"Berikan ponselmu pada Ebha. Saya ingin berbicara padanya sebentar."

Merzi menoleh pada Ebha dan berkata tanpa suara, "ayah ingin berbicara. Ingat yang Merzi bilang sama Ebha tadi. Oke?" Dibalas anggukan saja oleh Ebha.

Ponsel berpindah tangan.

"Ini saya, Tuan. Ebha."

"Kemana Merzi dan teman-temannya akan bermain, Ebha?"

"Mall X, Tuan." Ketika menyebut nama Mall yang akan Merzi tuju, pahanya dicubit kecil sang nona. Wajah gadis itu berkerut kesal seakan mengucapkan lewat ekspresinya kenapa kau sebut nama Mall itu?! 

"Tetap bersamanya, Ebha. Jangan kau alihkan perhatianmu sedetik dari putriku."

"Saya mengerti, Tuan. Saya akan menjaga nona Merzi dengan nyawa saya."

Ebha mendengar helaan napas dari tuannya. "Satu lagi. Seperti yang saya katakan tadi malam. Jangan mengambil kesempatan untuk berlaku kurang ajar pada Merzi. Saya menyanggupi permintaan Merzi karena saya sayang padanya. Jaga dia, Ebha."

"Tuan tak perlu khawatir. Nona Merzi akan selalu saya lindungi."

Setelah itu panggilan berakhir dan Ebha mengembalikan ponsel pada Merzi. Gadis itu menyimpan ponselnya sambil bergumam, "banyak sekali pesan ayah pada Ebha." Kepalanya menoleh pada Ebha. "Apa saja yang ayah katakan, Ebha? Ayah tidak curiga kan Merzi menyembunyikan sedikit hal darinya?"

Ebha ikut melirik Merzi, tangannya kembali memegang setir. "Nona menyembunyikan sesuatu dari Tuan Oldrich? Apa itu? Bolehkah saya tahu?"

"Boleh!" Balas Merzi cepat, tapi netranya berganti melemparkan tatapan genit pada Ebha. "Boleh. Asalkan ...," tubuhnya dia condongkan ke dekat Ebha, "I kiss your lips first."

Tangan Ebha mendorong bahu Merzi agar kembali duduk dengan benar. "Kita pergi sekarang, Nona?" Lebih dia tak mengusik Merzi lebih jauh untuk keingintahuannya.

Senyum genit Merzi tak luntur. Meski Ebha menolaknya untuk kesekian kali, gadis itu tetap terus berusaha. Memegang-megang tubuh Ebha tak pernah absen.

"Hu'um. Ayo." Balas Merzi mengambil satu tangan Ebha untuk di pegang-pegang. di usap-usap, di cium-cium bahkan sesekali di gigitnya.

Mobil melaju dengan kecepatan normal. Perjalanan mereka diiringi dengan instrumen menenangkan, menutupi keheningan yang tercipta. Ebha sesekali memeriksa Merzi di sampingnya. Menikmati air muka Merzi yang selalu menyejukkan.

" Nona Merzi." Panggil Ebha sambil membalikkan genggaman Merzi ditangannya menjadi dia yang menggenggam tangan putih gadis itu.

Pertama Merzi tak langsung menoleh dan menjawab karena kembali sibuk dengan ponselnya. Ebha diam tetap menunggu, tidak memanggil untuk kedua kalinya.

Sedangkan dalam kegiatannya, Merzi samar-samar mendengar Ebha seperti memanggilnya. Lalu dia menoleh pada bodyguard-nya itu. "Ebha memanggil Merzi tidak?" Dan pandangannya jatuh ke bawah. Pada tangannya yang ditautkan lelaki itu dalam genggamannya. Merzi berusaha melepaskan tapi seperti pura-pura tak tahu dengan mengeratkan pegangannya.

"Ya, Nona."

"Apa? Hmm, biar Merzi saja yang pegang tangan Ebha. Merzi tidak nyaman seperti ini." Ucap Merzi mulai bergerak gelisah. Rasanya, cara Ebha menyentuhnya kali ini sedikit berbeda.

"Oh, baiklah." Ebha melepaskan tangan Merzi dan menatap ke depan. "Kita sudah sampai, Nona."

"Sudah sampai? Oke- eh sudah sampai?! Benarkah?" Merzi segera menoleh ke depan juga dan matanya semakin melotot. Sebegitu sibukkah dia dengan ponsel sampai mengabaikan perjalanannya bersama Ebha.

"Benar, Nona. Saya akan membukakan pintu mobil untuk nona."

"Tidak-" Kalimatnya terhenti karena Ebha langsung keluar sebelum Merzi menyelesaikan ucapannya. Matanya mengikuti Ebha yang memutari mobil menuju jok penumpang samping sopir.

Pintu mobil terbuka dengan Ebha yang berdiri di ujung pintu menunggunya keluar.

"Ebha ... tunggu dulu."

Ebha menoleh kala namanya dipanggil. "Ya, Nona?"

"Masuklah kembali. Kenapa Ebha sudah keluar sebelum Merzi selesai berbicara?"

Ebha menunduk, "maaf, Nona Merzi," pintu kembali ditutup dan Ebha kembali ke tempat.

Setelah Ebha kembali masuk, Merzi sibuk menjangkau tas kertas di jok belakang, dan Ebha tanpa diperintah otak segera membantu sang nona. "Terima kasih, Ebha"

"Sama-sama, Nona."

Dua isi tas kertas itu Merzi bongkar dan diletakkan diatas pahanya. Ebha diam memperhatikan kain berwarna hitam dan merah. Satu kelihatan tebal dan satunya tipis.

Senyum Merzi merekah. Isi tas kertas itu adalah gaun mini dan dia ingin meminta penilaian dari Ebha. "Nah, sekarang Ebha lihat, dari dua dress-nya ini, mana yang lebih cocok untuk Merzi? Hitam atau merah?"

Kening Ebha berkerut banyak. Baru kali ini dia keheranan untuk menilai pakaian-pakaian Merzi. "Baju itu akan nona pakai untuk bermain di Mall?" Dan Merzi mengangguk tanpa beban. "Dari mana anda mendapatkan baju-baju itu, Nona Merzi?"

"Kenapa Ebha malah bertanya? Ini hanya baju. Ebha bisa membantu Merzi seperti biasanya."

"Saya tahu baju-baju itu hanya baju, dan saya tahu baju seperti itu tak layak untuk dipakai di depan banyak orang, Nona." Ebha memutar tubuhnya demi melihat Merzi lebih jelas. "Saya bertanya sekali lagi. Bermain bersama teman-teman yang nona maksud, apakah di club yang berada dilantai empat Mall ini?"

"Ck, ayolah, Ebha, Merzi sudah tujuh belas tahun. Usia Merzi legal untuk masuk kesana. Tidak ada yang salah. Lagian ada Ebha yang menjaga Merzi, bukan?"

Ebha menggeleng. "Sebaiknya kita pulang saja." Putusnya bersiap menghidupkan kembali mesin mobil. Tapi Merzi melempar protes.

"APA-APAAN EBHA MEMUTUSKAN SEPERTI ITU?!" Tangan kecil Merzi menarik tangan Ebha dan dipegang erat agar tak menyentuh setir. "Merzi tidak mau, Ebha. Pun ayah sudah mengijinkan."

"Mengijinkan nona untuk ke club? Saya akan menghubungi tuan Oldrich untuk bertanya langsung."

"TIDAK!" Wajah Merzi memerah, dan tampangnya memelas pada Ebha, berusaha menarik simpati lelaki itu. "Sekali ini saja, Ebha. Merzi akan menjadi anak yang baik didalam nanti. Ya?" Mulutnya melengkung ke bawah dan matanya berkedip-kedip bagai anak anjing.

Hampir seluruh permintaannya selalu dikabuli. Dan mari lihat, akankah Ebha luluh begitu saja?

1
_senpai_kim
Gemes banget, deh!
Diana
Aduh, kelar baca cerita ini berasa kaya kelar perang. Keren banget! 👏🏼
ASH
Saya merasa seperti telah menjalani petualangan sendiri.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!