Siapa sangka putri tertua perdana menteri yang sangat disayang dan dimanja oleh perdana menteri malah membuat aib bagi keluarga Bai.
Bai Yu Jie, gadis manja yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri atas perbuatan yang tidak dia lakukan. Dalam keadaan kritis, Yu Jie menyimpan dendam.
"Aku akan membalas semua perbuatan kalian. Sabarlah untuk menunggu pembalasanku, ibu dan adikku tersayang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 24
Fang Li berjalan mendekati Li Jing. Mungkin ada sesuatu yang penting yang ingin dia sampaikan.
"Pengawal utusan keluarga Bai telah tiba," jawab Li Jing.
"Hebat juga dia," ucap Fang Li.
"Pengawal yang ini berbeda, nona," ujar Li Jing.
"Berbeda bagaimana maksudmu?" tanya Fang Li penasaran.
"Kakak, ada apa?" tanya Fang Hua.
"Tidak penting. Kau dan adik ketiga pergilah dulu menemui ibu," jawab Fang Li.
"Baik," ucap Fang Hua.
"Sebaiknya kau segera menyusul kak," ucap Yu Jie sebelum berlalu pergi.
"Mmm," jawab Fang Li.
Melihat kedua adiknya sudah cukup jauh dari jangkauan, Fang Li meminta Li Jing untuk melanjutkan laporannya.
"Pengawal yang lama jatuh sakit sehingga tidak bisa melanjutkan tugas. Pengawal itu pulang dalam keadaan terluka parah," lapor Li Jing.
Fang Li tersenyum mendengarnya. Pantas saja jika pengawal utusan keluarga Bai tiba lebih cepat dari perkiraannya. Jebakan yang dia buat cukup menyulitkan. Wajar jika pengawal itu tiba lebih cepat.
"Antar dia ke kamar tamu. Aku akan menemuinya besok," ucap Fang Li.
"Baik nona."
Li Jing segera berlalu untuk melaksanakan perintah nona pertamanya. Fang Ling juga bergegas meninggalkan halaman samping. Dia harus menyusul dan berkumpul bersama ibu dan ketiga saudarinya. Menikmati camilan sore sambil berdiskusi tentang perjalanan nanti juga bukan ide yang buruk.
Sementara itu di kediaman keluarga Bai. Mei Yin berusaha membujuk ibunya agar dapat menahan emosi. Bisa gawat jika ibunya emosi dan gegabah dalam bertindak. Bisa-bisa rencananya gagal.
"Ibu, aku mohon ibu lebih bersabar!" pinta Mei Yin.
"Tabib Lin itu tidak menghormati kita yang sudah susah payah mengundangnya untuk tinggal. Aku tidak masalah dengan syarat yang dia berikan. Aku bisa merubahnya kapanpun aku mau, tapi membuat pengawal terbaikku sampai terluka parah begitu bukankah artinya tidak menghormati keluarga besar Bai," ucap Fang Yin.
"Aish, ibu! Belum tentu juga pihak keluarga Lin yang menyerang Liu Kang. Bukankah dia terluka karena kecerobohannya sendiri yang tidak hati-hati. Lagipula luka-luka yang dia dapat dari tempat yang berbeda. Mana mungkin keluarga Lin memiliki banyak pengawal atau pembunuh bayaran," jelas Mei Yin.
Melihat ibunya masih setia dalam diam, Mei Yin memilih duduk di samping ibunya.
"Ibu, tabib Lin itu hanya memiliki tiga saudari dan seorang ibu. Pelayan yang dia miliki juga kebanyakan wanita. Ada pun pekerja pria hanya mengurusi peternakan. Jadi, buang jauh-jauh pikiran ibu jika keluarga tabib Lin yang sengaja melukai Liu Kang untuk menghambatnya kembali ke ibu kota," timpal Mei Yin.
"Baiklah, ibu percaya padamu," ucap Fang Yin sambil membelai lembut wajah cantik putrinya.
"Terima kasih ibu," ucap Mei Yin senang.
"Kau sangat bermulut manis."
"Tapi kita tetap harus waspada. Ibu tidak ingin terjadi sesuatu menjelang hari pernikahanmu," ujar Fang Yin.
"Aku mengerti ibu."
Untuk sementara Fang Yin memilih mengalah dari putrinya. Sifat keras kepala putri kesayangannya itu sangat menurun darinya. Jika ingin mendapatkan sesuatu maka dia harus mendapatkannya. Tidak peduli dengan rintangan apa pun.
Bukan tanpa alasan Fang Yin curiga akan campur tangan keluarga Lin terhadap kepulangan Liu Kang. Pria itu pergi dalam keadaan baik dan tidak ada halangan selama perjalanan.
Jalan yang dia lalui juga jalur yang biasa dilalui oleh kebanyakan orang, tapi mengapa ketika dia pulang dalam keadaan terluka parah.
Wajar saja jika dia menaruh curiga. Menurut putrinya, tabib Lin sangat sulit bahkan tidak pernah menerima undangan dari keluarga bangsawan, tapi mengapa sekarang tabib Lin mau menerima undangan mereka dengan syarat yang mudah.
Meski begitu dia juga penasaran seperti apa rupa tabib Lin dan mengapa memilih tinggal di kediaman bagian barat keluarga Bai. Seolah telah mengenal kediaman ini.
"Mei Yin, kau kembalilah ke kamarmu! Ibu ingin istirahat," ucap Fang Yin.
Mei Yin mendongak lalu mengangguk setuju, "Baiklah ibu. Ibu istirahatlah yang baik."
Sepeninggal Mei Yin, Fang Yin menyuruh pelayan setianya, Ji Heng, untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk menyambut kedatangan tabib Lin.
"Ji Heng, suruh beberapa pelayan untuk membersihkan kediaman bagian barat! Jangan lupa pilih beberapa pelayan untuk mengamati dan melaporkan keadaan selama tabib itu tinggal di sini!"
"Baik nyonya," jawab Ji Heng tanpa berlalu hingga membuat Fang Yin sedikit tidak suka.
"Mengapa kau belum pergi?" tanya Fang Yin kesal.
Biasanya pelayan pribadinya itu langsung mengerjakan perintahnya.
"Nyonya, maafkan hamba jika hamba lancang," ucap Ji Heng sambil menunduk.
Fang Yin tahu bahwa ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh pelayan setianya itu. Dia menyuruh tiga orang pelayan yang berada di dalam kamarnya untuk keluar.
Usai ketiga pelayan itu keluar, barulah Ji Heng berani bersuara setelah mendapat kode persetujuan dari nyonya besarnya.
"Nyonya, hamba telah melakukan perintah nyonya untuk mencari informasi tentang tabib Lin. Nona muda benar tentang keahlian yang dimiliki oleh tabib Lin. Tabib itu sangat terkenal dan tidak mau terikat hubungan dengan keluarga kaya manapun. Hanya saja ketika hamba mengetahui nama tabib Lin, hamba sedikit bimbang."
"Apa yang membuatmu bimbang?" tanya Fang Yin penasaran.
"Nama tabib Lin yang sebenarnya adalah Lin Yu Jie. Namanya mirip dengan nama nona tertua," jawab Ji Heng lancar.
Brak
"Lancang! Tidak ada nona lain selain Mei Yin. Apa kau sudah lupa?" berang Fang Yin sambil menggebrak meja.
"Maafkan hamba nyonya. Hamba tidak bermaksud untuk menyebutnya lagi, tapi kegelisahan hamba cukup mendasar," jawab Ji Heng tenang.
Pelayan wanita itu sudah paham bagaimana menghadapi dan mengatasi nyonya besarnya. Sudah sepuluh tabuh Ji Heng melayani Fang Yin hingga membuatnya menjadi pelayan utama di sisinya.
"Katakan!" ucap Fang Yin tegas.
Sebenarnya dia sangat malas harus mengingat masa lalu, tapi rasa penasaran berhasil membuatnya mengalah.
"Selain namanya mirip, dia hanya memiliki seorang ibu dan tiga saudari. Bukankah sangat kebetulan," jelas Ji Heng.
Fang Yin diam sesaat untuk berpikir. Berusaha mengingat siapa saja yang turut serta saat malam itu.
"Bukankah hanya Nuan yang mengikutinya."
"Nyonya, selain Nuan, ada Li Hua, Ling Mei, dan Xing Lian yang mengikuti gadis buangan itu."
Ji Heng memilih tidak menyebut kalimat nona pertama lagi lalu menggantinya dengan sebutan gadis buangan. Toh, memang benar gadis itu adalah gadis buangan dari keluarga Bai.
"Anak buangan itu tidak mungkin menjadi seorang tabib. Dari kecil dia senang bermain. Guru yang ku pilihkan untuknya hanya sekedar mengajarinya membaca dan menulis saja. Selebihnya, aku tidak memberikan guru dalam bidang lain. Aku sengaja memanjakannya hingga dia lupa daratan, tapi tidak ada salahnya kita berjaga-jaga. Lagipula bukannya kereta kuda yang mereka naiki mengalami kecelakaan dan menyebabkan nyawa mereka hilang,"
"Tapi nyonya mengapa dia memilih tinggal di bagian barat kediaman Bai? Bukankah kediaman itu bekas kediaman gadis buangan," sanggah Ji Heng.
"Kau benar, Ji Heng. Kita harus lebih waspada."
lanjut up lagi thor
lanjut up lagi thor