Marsya adalah seorang dokter umum yang memiliki masa lalu kelam. Bahkan akibat kejadian masa lalu, Marsya memiliki trauma akan ketakutannya kepada pria tua.
Hingga suatu malam, Marsya mendapatkan pasien yang memaksa masuk ke dalam kliniknya dengan luka tembak di tangannya. Marsya tidak tahu jika pria itu adalah ketua mafia yang paling kejam.
Marsya tidak menyangka jika pertemuan mereka adalah awal dari perjalanan baru Marsya. Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata ketua mafia yang bernama King itu ada kaitannya dengan masa lalu Marsya.
Akankan Marsya bisa membalaskan dendam masa lalunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon poppy susan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24 Identitas King Sebenarnya
Pagi itu, Raja dan Tessa yang mengantar Arsy dan juga Ratu ke sekolah. King sama sekali tidak tahu karena dia langsung pergi dari meja makan. Menjelang siang, King mencari-cari keberadaan Tessa.
"Andrew, kamu lihat Tessa tidak?" tanya King.
"Nyonya Tessa pergi bersama Tuan Raja antar anak-anak sekolah," sahut Andrew.
"Apa?" King begitu sangat terkejut.
King mengepalkan tangannya dan segera menyuruh Andrew untuk menyalakan mobilnya. "Kita pergi ke sekolah anak-anak," ucap King.
"Baik, Tuan."
Andrew mulai melajukan mobilnya menuju sekolahan Arsy dan juga Ratu. Selama dalam perjalanan, King tampak sangat marah. "Aneh sekali, kemarin aku ajak Tessa untuk mengantar anak-anak tidak mau tapi sekarang dia justru antar anak-anak dengan Raja," batin King.
King mulai ingat kepada ucapan Marsya tapi dia selalu menyangkalnya dan tidak mempercayai ucapan Marsya. Cinta memang buta, King sangat mencintai Tessa sampai-sampai dia tidak mempercayai siapa pun kecuali Tessa. Tidak membutuhkan waktu lama, Andrew pun menghentikan mobilnya di seberang sekolah karena King yang memerintahkannya.
Dari kejauhan King melihat Tessa dan Raja sedang makan bersama di pinggir jalan, keduanya terlihat sangat akrab dan tertawa bersama. King kembali mengepalkan kedua tangannya. "Apa benar mereka menjalin hubungan di belakang aku? rasanya tidak mungkin Raja mengkhianatiku seperti ini," batin King.
Andrew melihat dari spion. "Wah, Tuan sepertinya marah sekali," batin Andrew.
"Kita kembali ke rumah," titah King.
"Baik."
Andrew pun kembali melajukan mobilnya menuju rumah King. Selama dalam perjalanan King terlihat sangat emosi, bahkan napas King sudah naik turun menahan amarah di dalam hatinya. Sesampainya di rumah, King langsung menuju ruangan bawah tanah untuk melihat keadaan Marsya.
Pintu ruangan itu terbuka, Marsya menyipitkan matanya karena merasa silau. Darah yang ada di keningnya mulai mengering, tapi kepalanya masih terasa pusing. Andrew merasa sangat kasihan kepada Marsya.
"Bangun kamu!" bentak King.
"Bunuh saja aku, jangan buat aku menderita seperti ini. Tapi sebelum Tuan membunuhku, Tuan harus menepati janji Tuan untuk membantu aku membalaskan dendam aku kepada tua bangka itu," lirih Marsya.
"Bawa dia ke kamarnya dan obati lukanya," ucap King.
Andrew membantu Marsya untuk bangun, Marsya merasa aneh dengan sikap King. Andrew pun memapah Marsya untuk masuk ke dalam kamarnya. Andrew mengambil kotak obat, berniat ingin mengobati Marsya tapi Marsya menolaknya.
"Aku bisa obati sendiri," ucap Marsya.
"Tidak, biar aku bantu kamu," sahut Andrew.
"Keluar kamu dari sini, kamu lupa kalau aku adalah dokter? jangan pura-pura baik, padahal kamu dan Tuan kamu sama-sama kejam," geram Marsya.
Andrew tahu jika saat ini Marsya sedang marah, Andrew pun mengikuti keinginan Marsya dan keluar dari kamar Marsya. Marsya benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikirnya King, padahal sebelumnya dia begitu marah dan sekarang dia justru melepaskannya. "Sebenarnya mau dia apa?" batin Marsya.
Menjelang siang, kondisi Marsya sudah sedikit membaik. Dia merasakan perutnya sangat lapar, dia pun memutuskan untuk turun ke bawah dan membuat makanan sendiri. "Bu dokter sedang apa?" tanya Berta.
"Mau buat makanan Bi, aku lapar," sahut Marsya.
"Ya, sudah biar bibi buatkan makanan untuk Bu dokter," ucap Berta.
"Tidak apa-apa Bi, aku bisa masak sendiri," tolak Marsya.
"Jangan, Bu dokter duduk saja sepertinya kondisi Bu dokter belum stabil," ucap Berta.
Akhirnya Marsya menurut, lagipula kepalanya masih sedikit pusing. "Bu dokter yang sabar ya, jika ingin selamat lebih baik Bu dokter diam saja jangan banyak melawan kepada Tuan King dan juga Tuan Raja," celetuk Berta.
"Bibi betah tinggal di sini?" tanya Marsya.
"Bibi punya anak yang sedang sakit Bu dokter, butuh biaya yang tidak sedikit dan Tuan King membayar Bibi dengan bayaran tinggi, malahan selama ini Tuan King juga yang membantu pengobatan anak Bibi, jadi mau tidak mau Bibi harus mengabdi di rumah ini," sahut Berta dengan senyumannya.
"Sebenarnya apa pekerjaan mereka? kenapa mereka sepertinya mudah sekali mendapatkan uang, apa mereka seorang pengusaha? tapi kalau pengusaha, kenapa mereka tidak berangkat bekerja?" tanya Marsya penasaran.
Berta menghentikan gerakan tangannya untuk beberapa detik, lalu Berta segera menyelesaikan masakannya. Setelah itu menghidangkannya ke hadapan Marsya. "Terima kasih, bi."
"Sama-sama."
"Bibi belum jawab pertanyaan aku," ucap Marsya.
Berta akhirnya duduk di hadapan Marsya, dia menghembuskan napasnya dengan kasar. "Bu dokter jangan tanya apa pekerjaan Tuan King dan Tuan Raja, lebih baik Bu dokter menurut saja kepada mereka dan jangan buat mereka marah," sahut Berta.
"Kenapa wajah Bibi terlihat ketakutan seperti itu, apa mereka seorang penjahat?" tanya Marsya semakin penasaran.
"Maaf Bu dokter, Bibi tidak bisa memberitahukannya kepada Bu dokter, Bibi takut mereka tahu," sahut Berta dengan wajah paniknya.
Marsya semakin penasaran dengan identitas King dan Raja sebenarnya. Marsya tidak mau memaksa lagi, dia pun memutuskan untuk makan dan segera menghabiskannya. Setelah selesai, dia pun berniat untuk kembali ke kamarnya namun dia penasaran dan dia pun kembali nekad masuk ke dalam kamar King.
Dia tahu jika King sedang berada di ruangan kerjanya bersama Andrew dan yang lainnya. Kamar King tidak dipasang CCTV jadi Marsya tidak akan takut ketahuan oleh King. Perlahan dia membuka pintu kamar King, Marsya langsung membelalakkan matanya kala melihat isi di dalam kamar King.
"Apa dia seorang penjahat?" batin Marsya.
Senjata berjejer dengan rapi, Marsya semakin masuk dan melihat foto-foto yang berjejer di dinding kamar King. Lagi-lagi Marsya membelalakkan matanya, melihat siapa King sebenarnya. "Tuan King seorang Mafia?" batin Marsya.
Tangan Marsya bergetar, dia tidak menyangka dengan apa yang dia lihat. Foto yang berjejer itu ternyata isinya foto-foto King dengan beberapa orang yang sedang bertukar senjata. Bahkan beberapa foto lagi terlihat King yang sedang bersama beberapa orang yang diperkirakan itu adalah tawanan karena kondisinya sangat mengerikan.
Sementara itu di kediaman Takeda...
"Kalian harus cari tahu anak-anak yang kemarin sedang bermain di Mall, saya menginginkan anak itu," titah Takeda.
"Baik, Tuan."
Beberapa anak buah Takeda segera melaksanakan perintah Takeda. "Kita cari anak itu di mana? kota ini luas," ucap si A.
"Entahlah, apa-apa saja. Kok ada ya, orang yang suka sama anak kecil padahal wanita dewasa lebih menggiurkan," sahut si B.
"Jangan keras-keras, nanti Tuan Takeda dengar bisa-bisa kamu dibunuh," bisik si C.
Akhirnya ketiga anak buah Takeda pun pergi untuk mencari anak-anak yang diinginkan Tuannya itu. Mereka bingung harus cari ke mana, hingga mereka pun memutuskan untuk menemui rekan mereka yang lain yang saat ini sedang berada di sekolah Arsy dan Ratu. Takeda memang meminta anak-anak setiap harinya, mau tidak mau anak buahnya harus mencari ke sekolah-sekolah dan menculik anak-anak yang dirasa tidak dijemput oleh orang tuanya.