Ketidakhadiran Cinta Dalam Pernikahan

Lisa tertegun sejenak dan tidak menjawab apa pun.

Seharusnya dengan hubungan suami istri ini tidak mungkin adanya pihak ketiga lagi di antara mereka.

Tapi gadis itu juga tidak berani mengeluarkan keberanian terlebih dahulu karena mungkin apa yang dikatakan ibu mertua.

“Aku juga ingat kemarin kalau di balkon juga Jason bilang begitu ... apakah aku dari awal sudah di selingkuh?” ucap batin Lisa.

Keteguhan hati Lisa menjadi semakin goyah karena merasa memang sudah ada yang tidak beres dari awal.

Memang sebelum-sebelumnya sang suami tidak memberikan jawaban dengan masalah perasaan cinta sebelum pernikahan.

Gadis itu menjadi di ambang ketidakpastian tapi ia tetap berusaha memegang teguh perasaannya.

“Kalau begitu, siapa yang dicintai Rizky sebelum aku masuk ke sini? Coba Ibu kasih tahu.”

Ibu pun sebenarnya sempat terdiam sebentar dan tidak berani menjawab terlebih dahulu.

Matanya terus melihat ke arah lain seolah-olah menghindari pertanyaan yang diajukan.

Ia juga mengetahui kalau anaknya sendiri bukanlah penggila wanita dari dulu.

“A-ada Shella, ada Vania teman SMA yang pernah lagi cinta monyet. Asal kamu tahu ya, mereka pernah pacaran begitu lama.”

Lisa tetap berpura-pura tegar dan hanya berkata, “Oh. Aku sudah menjadi istrinya. Ibu berkata hal ini juga tidak ada pengaruhnya.”

Gadis itu langsung membalikkan badan di hadapan ibu mertuanya dan lanjut bersih-bersih.

Sementara ibu mertua hanya menahan kesal dan berlaga gigi tanpa bisa berkata-kata lagi.

Mungkin saja benar yang dikatakan Lisa kalau ibu mertua merasa tidak dapat berkata-kata lagi karena tidak ada serangan lain.

Waktu pun terus berlalu hingga ke sore hari dan kini Lisa tengah beristirahat di anak tangga.

“Apa benar ya kalau Mas ada perasaan sama cewek lain? Tapi kan seharusnya itu tidak usah dipikirkan lagi kan kalau sudah menjadi suami istri?”

Gadis itu sampai menyangga kepalanya dengan telapak tangannya sambil melamun.

Ia saja sudah tidak berdaya ditambah lagi ia tak punya kuasa apa pun untuk mengatur segala hal sesuai keinginannya.

Bahkan semuanya terasa lelah beberapa hari ini dimulai dari hari pertama menikah langsung digedor pintu, di sindir dan diperbudak oleh mertua terus menerus dan kini suaminya juga sudah mulai curiga.

Satu-satunya tempat yang dapat ia berlindung dan bersandar hanyalah sang suami meski ia tidak berpengaruh di keluarga ini.

Tetapi sekarang sandarannya sudah mulai terasa hancur dan tiada setelah mengetahui hal itu.

“Apa benar Mas selingkuh tanpa sepengetahuanku? Aku harus pergi kemana lagi?” pikir Lisa dengan sedih.

Semua air mata terasa ingin mengalir keluar dengan beberapa hari yang telah ia lalui di pernikahan ini.

Memang benar kalau inilah sesungguhnya derita pernikahan yang tidak diketahui oleh orang luar.

Orang-orang hanya dapat melihat kalau pernikahan adalah momen yang paling didambakan dimana rasanya segala nafsu keinginan terpenuhi.

Masalah pun sudah tidak terasa lagi setelah hidup bersama antara suami dan istri.

“Memang benar, orang yang sedang pacaran akan melihat kalau menikah itu pasti sangat enak. Tapi nyatanya? Biaya pernikahan, masalah mertua, dan masalah kesetiaan itu bagaimana untuk ditindaklanjuti agar hubungan tetap baik?”

Air mata pun menetes di keadaan yang senyap sunyi.

Inilah rasa yang sesungguhnya dari pernikahan dan bukanlah memamerkan keromantisan pasangan.

“Aku sebagai pengantin baru saja tidak pergi honey moon. Semua keindahan pernikahan itu hanyalah bohong! Itu hanya kebohongan belaka yang tidak diketahui. Nyatanya tanpa uang dan status, aku hanya dapat menjadi menantu rendahan,” ucap batin Lisa.

Sangat sakit dan pedih rasanya pernikahan ini dan hanya dapat dilewati dengan air mata.

Tangan Lisa pun sudah menjadi kasar dan gemetaran karena tidak sanggup dan tidak terbiasa.

Pakaian indah dan wangi bagai semerbak juga tidak ada lagi di tubuhnya.

Hanya ada pakaian kotor penuh debu dan bau keringat yang tersisa sekarang.

“Tetap di rumah sendiri yang paling baik. Aku jadi rindu dengan Ayah dan Ibu ... .”

Malangnya Lisa datang ke pernikahan ini hanya diibaratkan menjual badan tanpa ada apa-apa.

Tidak ada pulsa yang mencukupi dan tidak ada uang yang tertinggal di saku.

Untuk menelepon saja membutuhkan biaya sedangkan dirinya saja tidak mampu.

Tapi tampaknya takdir membantu sedikit alur cerita Lisa.

“Kring kring! Kring kring!”

Lisa pun mengangkat teleponnya terlebih dahulu sebelum diberikan kepada mertua.

“Halo? Halo?” ucap Lisa.

“Hallo, Nak. Bagaimana kabarmu di sana?”

Suara lembut merdu yang menenangkan hati ini membuat air mata Lisa terus menetes.

“Hallo, Bu. Lisa baik kok di sini. Lisa rindu Ibu dan Ayah.”

“Ahahaha, baru nikah beberapa hari langsung rindu? Apa Lisa ada masalah? Bagi tahu Ibu saja.”

Tapi Lisa tidak bisa mengatakan kepahitan ini dan hanya dapat menutupnya rapat-rapat agar tidak dibuat khawatir oleh mereka.

Setelah perbincangan beberapa saat, rasa pun menjadi lebih tenang dan napas menjadi lega.

Setelah menutup telepon dengan wajah bahagia, datanglah masalah baru.

“HEI! BERANI-BERANINYA KAMU PEGANG TELEPON? BAHKAN TIDAK ADA IZIN DARIKU?”

Lisa pun sontak terkejut sampai ketakutan karena melanggar aturan.

“Pelayan! Ambilkan rotanku!” ucap ibu mertua sambil berjalan cepat menuju arah Lisa.

“Maaf, Bu! Lisa tidak sengaja, Maaf!” ucapnya sambil tangan memohon meminta pengampunan.

“PIAK! PIAK!”

Satu pukulan terkena di bagian betis dan satu pukulan terkena di bagian lengan.

Suara gadis itu pun sudah tidak bisa dikeluarkan lagi karena sakitnya sudah tidak bisa mengeluarkan suara lagi.

“Sekali lagi ya kalau kamu berani macam-macam, nyawamu yang akan melayang!”

Ibu mertua pun membanting rotannya di lantai dan berjalan kembali ke arah lain sedangkan Lisa tengah meringis kesakitan sampai membungkuk parah.

Setelah beberapa saat, salah seorang pelayan yang baik hati pun membawa kotak P3K kepada gadis itu sebagai bentuk empati lalu segera meninggalkannya.

Gadis itu pun pelan-pelan memberi obat pada lengan dan betisnya sendiri sambil menahan sakit dan air mata.

Setelah selesai dan waktu sudah mulai larut, suaminya pun sudah mulai pulang kerja.

“Sayang! Sayang! Hari ini Mas dapat cuan lumayan!” ucapnya sambil mengeluarkan uang segepok.

Lisa pun memberi senyuman seperti biasa seolah-olah tidak terjadi apa-apa dengan dirinya.

“Wah, sebanyak itu? Baguslah!” ucap Lisa dengan wajah bahagia.

“Karena modal Mas belum kuat, Mas mau Lisa ikut bantu usaha ini biar meminimalkan biaya ... .”

Gadis itu pun membelai kepalanya dengan lembut dan memberikan kecupan di pipi.

“Lisa dengan senang hati kok, Mas.”

Rizky pun kegirangan hingga mencoba mengendong Lisa.

Tapi sayangnya, “AW!”