Moza merasakan hari pertama magang seperti sebuah bencana karena harus berurusan dengan atasannya. Tugas yang dia terima terkadang tidak masuk akal dan logika membuatnya emosi jiwa. Sadewa, produser Go TV. Dikenal sebagai playboy karena pesonanya membuat banyak wanita berada di sekitar hidupnya.
===
“Jangan suka mengumpat di belakangku, mana tahu besok malah jatuh cinta.” Sadewa Putra Yasa.
=====
Kelanjutan dari Bosku Duda Arogan dan Bosku Perawan Tua.
Follow IG : dtyas-dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24 ~ I'm comming
Dewa bukan hanya harus menaklukan moza, tapi juga Mada. Dari ucapan pria itu menyiratkan kalau perjuangannya akan berat. Namun, hal itu tidak menyurutkan perasaannya. Malah semakin yakin kalau Moza adalah gadis yang tepat.
“Kamu akan tahu kalau sudah jatuh cinta seperti saya. Lagi pula cinta dan nafsu memang jalan beriringan. Kalau cinta saya tidak diiringi dengan nafsu, ketika menikah tentu saja pernikahan itu akan hambar.”
“Umur Moza memang masih muda dan bisa dibilang agak jauh dengan saya, tapi cinta tidak pandang usia.”
“Bisa aja lo bang. Punya adik perempuan?”
“Punya, tapi sudah menikah dan saya pernah berada di posisimu Mada. Sangat protektif pada calon adik ipar.”
“Belum tentu juga lo bakalan jadi kakak ipar gue,” sahut Mada dan disambut Dewa dengan terkekeh.
Cukup lama obrolan kedua pria itu dan Dewa akhirnya pamit pulang karena Moza sepertinya memang butuh istirahat. Berjanji akan datang esok, kalau gadis itu masih terbaring tidak berdaya.
Arya memutuskan memanggil dokter, bahkan Mada tidur di kamar Moza meskipun hanya di sofa. Khawatir kalau gadis itu butuh sesuatu. Ponsel Moza berkali-kali bergetar, tapi ia tidak tertarik untuk melihat pesan atau menjawab panggilan yang masuk. Hanya berusaha untuk segera lebih sehat.
“Mau ke mana?” tanya Mada sambil mengucek mata melihat Moza perlahan beranjak dari ranjangnya.
“Toilet.”
“Mau gue bantu?”
“Aku bisa sendiri.”
Mada menunggu di depan pintu toilet, bahkan mengetuk pintu merasa Moza terlalu lama di dalam.
“Gue takut lo pingsan,” ujar Mada ketika pintu toilet terbuka.
“Kayaknya aku izin magang, kepala aku masih pusing.”
“Ya iyalah, lagian Dewa juga tahu kalau lo sakit.”
“Tahu dari mana?” tanya Moza kembali membaringkan tubuhnya di ranjang dan menarik selimut.
“Dia kemari cari lo, ketemu Mama sama Papa juga,” jawab Mada lalu kembali ke sofa. “Udah tidur, jangan dipikirin nanti kegeeran si Dewa.”
Melihat Mada yang sudah kembali terpejam, Moza mengambil ponselnya. Ternyata ada beberapa panggilan tidak terjawab dan beberapa pesan. Tentu saja didominasi oleh Dewa.
[Pagi cinta, aku ke kerumah kamu ya. Kayaknya nggak sanggup kalau harus tunggu hari senin]
Sepertinya pesan itu dikirimkan sebelum Dewa datang.
[Za, kamu sakit apa? Bilang aja kalau rindu, aku siap dua puluh empat jam menuntaskan kerinduan kamu]
“Ish lebay, udah kayak pom bensin aja dua puluh empat jam.”
Moza mengirimkan pesan pada Ema kalau besok ia tidak berangkat magang. Juga pesan untuk … Dewa.
[Pak Dewa, saya izin ya. Belum fit untuk beraktivitas]
***
Seharian ini Dewa seperti kehilangan moodnya. Bahkan Fabian menyadari hal itu saat mereka berdiskusi.
“Kamu kenapa Wa, sakit?”
“Iya, belahan jiwaku lagi sakit.”
Fabian mengernyitkan dahi mendengar jawaban putra Gentala. Siapa pula belahan jiwa Dewa, yang ia tahu Moza belum resmi menjadi kekasih pria itu.
“Ah iya Om. Ibu Sarah mengusulkan tanda tangan kontrak kerja sama di akhir pekan ini.”
“Kamu serius?”
“Hm, calon mertua aku sendiri yang bilang.”
“Calon mertua?” tanya Fabian kembali dibuat heran
“Pak Arya dan Ibu Sarah, mereka ‘kan calon mertua aku. Moza, calon nyonya Sadewa,” tutur Dewa sambil menepuk dadanya.
“Astaga, Dewa. Kamu serius?”
“Seriuslah. Untungnya keluarga mereka tidak mempersoalkan masalah kejadian di pesta, ulah Ana sempat bikin aku malu setengah hidup. Kita lanjut besok ya Om, aku mau jenguk yayang Moza.” Fabian hanya menggelengkan kepala melihat tingkah Dewa.
Saat keluar dari ruangan Fabian, sudah ada April menunggunya.
“Dewa, aku tadi hubungi kamu.”
“Oh, ada masalah apa?” tanya Dewa sambil berjalan menuju lift.
April adalah putri rekan bisnis Gentala, mereka pernah dikenalkan. Mungkin dalam usaha siapa tahu berjodoh, tapi April sangat percaya diri dengan terus mendekati Dewa. Dewa yang pada dasarnya memang player, hanya memanfaatkan kesempatan yang ada. Tidak ada kucing yang mengabaikan ikan di depannya.
Namun, kejadian itu sudah dua tahun yang lalu dan tidak ada yang terjadi diantara mereka hanya dekat dan beberapa kali makan bersama dan kencan tanpa ada kata cinta terucap dari mulut Dewa. Terpisah karena ada pekerjaan di luar dan sekarang April kembali lagi.
“Kapan kamu bicarakan masalah kita?”
“Kita?” tanya Dewa menatap April dan tangannya terulur menekan tombol lift. “Ada apa dengan kita?”
“Dewa, aku serius.”
“Aku sedang tidak bercanda April.” Kalau dulu Dewa membiarkan para wanita ini mengaku atau berada disekitarnya, kali ini berbeda. Dia harus meyakinkan Moza dengan menghempas dan meyakinkan kalau cintanya memang hanya untuk gadis itu.
“Orangtua kita sudah menjodohkan kita Dewa, masa kamu lupa.”
“Sepertinya kamu lupa, mereka hanya mengenalkan dan tidak ada rencana itu.”
April masih gigih bahkan ikut masuk ke dalam lift, tapi obrolan mereka terhenti karena ada orang lain di dalam lift. Sampai akhirnya pintu lift terbuka di lantai dasar dan melangkah keluar.
“Dewa,” panggil April lagi.
Dewa berdecak, apalagi ulah April cukup membuat perhatian. Lobby Go Tv selalu ramai dan dia tidak ingin menjadi teka ghibah satu gedung karena ulah April.
“April, jangan merendahkan harga diri kamu. Kita pernah dekat, tapi itu masa lalu. Aku akan menikah dan itu bukan dengan kamu.”
“Tapi … Dewa.”
“Sttt, jangan berulah atau ulahmu selama di luar aku sampaikan pada orangtuamu dan aku tidak main-main.”
Salah satu keuntungan memiliki kuasa, dia bisa mencari tahu siapa jati diri dan menyelidiki tentang seseorang, termasuk April.
Dewa meninggalkan April dengan penuh percaya diri. Sikapnya barusan adalah salah satu pembuktian cinta pada … Moza.
“Moza, I’m coming.”