"Bagaimana aku jadi makmum kamu kalau kamu tak sujud pada tuhanku"
"Namun kupilih jalur langit untuk membuat kita bisa bersatu"
Sulit untuk Inayah atau biasa di panggil Naya untuk bisa bersatu dengan laki-laki yang telah mengisi hatinya, bahkan semakin Naya berusaha untuk menghilangkan perasaannya, perasaan itu justru semakin dalam.
Bisakah keduanya bersama?
Atau justru memang perpisahan jalan terbaik untuk keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hafizoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
"Nak Naya umurnya berapa sekarang?" tanya Uminya Pak Azka dengan lembut
"24 tahun, Bu"
"Wah seumuran dengan Anisa ya" ucap Uminya Pak Azka
"Iya, Bu"
"Harusnya Anisa juga sudah harus di Carikan jodoh juga, Mi" canda Pak Azka
Naya langsung menoleh ke arah Pak Azka ketika mendengar beliau bercanda, pikir Naya keseharian hidup Pak Azka selalu serius ternyata bisa juga bercanda, bahkan hari ini Naya akui Pak Azka terlihat berbeda.
Pantas kedua orang tuanya ingin menjadikan silahturahmi ini sebagai syarat untuk Naya menerima tugas menjadi pembina asrama, mungkin pikir mereka agar Naya berubah pikiran dan melanjutkan perjodohan ini.
"Aku kan jadi pembina asrama jadi tiga tahun ke depan masih aman" jawab Anisa yang masih belum berkeinginan untuk menikah
"Jangan percaya, Naya. Anisa menjadi pembina asrama tanpa kontrak, dia di sana hanya menunggu seseorang yang bisa Bapak percaya untuk mengelola asrama. Nanti akan di jodohkan juga, jika waktu tiba" jelas Ustad Ilyas
Naya hanya tersenyum, dirinya tetap ingin menahan diri agar tak langsung setuju dengan perjodohan ini. Naya tetap ingin menunggu Samuel, karena memulai hubungan tanpa perasaan itu sulit.
Apalagi pertemuan dirinya dan Samuel meninggalkan kenangan yang indah, karena jatuh cinta pada pandangan pertama sehingga dulu jantung Naya langsung deg-degan tak karuan.
Sangat berbeda pertemuannya dengan Pak Azka ini, walaupun keduanya sama-sama tampan tapi tetap saja rasanya sangat berbeda, apalagi nama Samuel masih tertata indah di hati Naya hingga detik ini.
"Tetapi Naya berniat untuk menjadi pembina asrama, Bi. Jadi apa salahnya kita mendukung niat baiknya, dia juga ingin mencari amal jariyah"
Pak Azka masang badan buat Naya, sesuai dengan perkataannya kemarin akan membiarkan Naya menjadi pembina asrama. Agar keduanya terhindar dari perjodohan ini, karena beliau belum berniat menikah.
"Ya gak apa-apa jika Naya mau mengambil tugas menjadi pembina asrama, nanti kontraknya bisa di selesaikan secara kekeluargaan"
Ustad Ilyas memberi solusi dan hal itu tentu langsung di sambut oleh kedua orang tua Naya dengan baik, mungkin hal itu memang yang terbaik mana tahu kita soal jodoh yang datang kapan seperti sebuah ajal kematian.
Mungkin saja Samuel kembali untuk Naya atau mungkin Pak Azka memang jodohnya Naya, semuanya tak tau apalagi nanti Naya akan terus bertemu dengan Pak Azka selama di pondok pesantren.
Kalau saja tiba-tiba perasaan itu muncul seiring berjalannya waktu, waktu berjalan begitu cepat. Keseruan dua keluarga itu seperti besan terlihat seru, setelah puas ngobrol mereka pun makan siang bersama.
Lalu sholat berjamaah yang di imami oleh Pak Azka, setelah itu keluarga Ustad Ilyas pamit pulang. Ketika mobil mereka pergi meninggalkan halaman rumah Naya, uminya langsung menghampiri Naya.
"Naya!! MasyaAllah tampan sekali ternyata anak Pak Ilyas, ya. Soleh dan imam yang baik, Nduk. Jika kamu melewatkan kesempatan ini, kamu tak akan bisa mendapatkan calon suami sebaik dia" jelas Erisa pada sang anak
"Maaf, Umi. Naya tidak tertarik" jawab Naya berbohong, padahal ada sedikit rasa ketertarikan pada Pak Azka
Meski sebenarnya Naya juga membenarkan apa yang di katakan uminya, jika memang Pak Azka mau dengan dirinya. Tentu sangat rugi untuk menolaknya, tapi hati tak bisa bohong kalau Naya masih mengharapkan Samuel.
"Jadi kamu akan tetap menerima tugas menjadi pembina asrama itu?" tanya Erisa tampak lesu dengan keputusan sang anak
"Iya, Umi" jawab Naya mantap
Kedua orang tua Naya saling pandang dengan tatapan kecewa atas keputusan Naya, sebagai orang tua tentu tak mau terlalu memaksa kehendak dan tetap harus ikhlas dengan keputusan sang anak.
.
.
Keesokan harinya, Naya tak sabar untuk menandatangani kontrak menjadi pembina asrama. Apalagi temannya di asrama adalah Anisa, sahabat yang akan menjadi tempat Naya banyak belajar perdalam ilmu agama.
"Assalamualaikum" ucap Naya ketika memasuki ruang yayasan, yang terdapat ruang kepala sekolah juga
"Walaikumsalam" jawab Ustad Ilyas dan Pak Azka serentak
Keduanya tersenyum ramah ke arah Naya, membuat Naya terkejut pasalnya ini pertama kali dirinya melihat senyum Pak Azka si kulkas. Apa mungkin Pak Azka habis mimpi ketiban durian makanya tiba-tiba berubah?
"Pak, saya sudah siap untuk menandatangani surat kontrak itu" kata Naya pada Pak Azka
"Surat kontrak pembina asrama?" tanya Pak Azka
"Iya" sahut Naya
"Ibu yakin mau menerimanya?" tanya Pak Azka memastikan
Naya mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Pak Azka, ada apa dengan si kulkas ini? Bukankah ini juga saran dari beliau agar mereka terhindar dari perjodohan itu, Apa si kulkas mulai menyukainya pikir Naya?
"Iya, yakin" jawab Naya mantap
Pak Azka menyerahkan surat kontrak itu, sebelum menandatangani Naya membaca kembali poin-poin yang ada di surat kontrak, dengan mengucap basmalah Naya membumbui tanda tangan di kertas itu.
"Nanti jika kamu berubah pikiran, kita bisa selesai semuanya secara kekeluargaan" ujar Ustad Ilyas
"Terima kasih, Ustad" ucap Naya sembari tersenyum
Hari ini adalah hari pertama Naya di asrama, rasanya tentu sangat bahagia. Berbulan-bulan hidupnya terkurung di dalam rumah seperti penjara kini bisa bebas, meski sama juga tapi setidaknya dirinya memiliki teman.
Selesai mengajar di jam terakhir Naya dan Anisa berjalan beriringan menuju lantai tiga yang merupakan asrama santriwati, Anisa tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih pada Naya yang sudah mau menemaninya.
Menjadi pembina asrama sehingga Anisa merasa tidak sendirian lagi, namun justru Naya yang merasa berterima kasih pada Anisa karena mau memberi kesempatan berharga bisa membimbing para santriwati.
"Assalamualaikum" sapa Anisa pada para santriwati yang sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing
"Walaikumsalam, Ustadzah" jawab Mereka serentak lalu menyalami Anisa dan Naya
Naya jadi teringat masa-masa dirinya mondok dulu, bagaimana rasanya menjadi santri baru yang belum memiliki teman sama sekali dan memiliki rasa malu untuk berbaur serta lama-kelamaan akhirnya terbiasa.
"Hari ini kita kedatangan Ustadzah baru, nama beliau Inayah Salsabila bisa di panggil Ustadzah Naya" kata Anisa memperkenalkan Naya pada para santriwati
Para santriwati menyambut Naya dengan bahagia, setelah mengapa mereka Anisa mengajak Naya untuk ke kamar pembina. Kamarnya cukup luas dan rapi, di tambah dengan nuansa putih jadi terlihat bersih.
"Kita sekamar berdua gak apa-apa kan?" tanya Anisa
"Justru itu lebih baik"
"OKE, anggap ini di rumah sendiri ya" ujar Anisa lalu membuka cadarnya
"MasyaAllah!!! Anisa, kamu cantik banget" puji Naya yang kagum dengan Anisa, Anisa seperti bidadari surga yang nyasar di dunia ini
"Barakallah, kamu juga sangat cantik" kata Anisa tetap rendah hati sembari tersenyum
Terima kasih banyak ya Tor atas cerita yang sudah dibuat
tetaplah semangat dan terus berkarya
semoga selalu sehat , sukses , dan bahagia
nara sm rendi aja kk, rendi agamanya bagus. ibadahnya bagus.
samuel trnyta jg msih ingat sm naya. mengharukan bngt. selamat brbahagia naya. untuk anisa yg caktik dn baik hati mudah2an dpt jodoh yg lebih baik lg dr samuel. masyaAllah... anisa baik bngt...