Rafa terpaksa menerima keputusan dari atasannya untuk tinggal bersama Vanya—perempuan menyebalkan, yang selalu membuat kepalanya hampir pecah setiap hari.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya? Mungkinkah keributan di antara mereka, akan berubah menjadi cinta dalam waktu enam bulan tinggal bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shanum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata
Atas apa dikatakan oleh kakaknya di balkon, bungkam dijadikan pilihan oleh Vanya. Lebih memilih untuk menghela napas panjang, sebagai penutup atas segala pemikiran. Sudahlah, mungkin dari awal juga tidak seharusnya memikirkan, tentang kesalahan yang memang tidak diperbuat olehnya.
Hari berikutnya, Vanya tetap menjalani agenda ke kantor. Diantarkan oleh sang kakak menggunakan motor, tanpa bersedia ia duduk menemani papanya mengemudi. Lagi pula, Vanya juga menutupi identitas akan keluarga dari semua orang, kecuali Juju dan Alya yang memang dikenal, sebelum mereka tergabung dalam satu perusahaan sama.
"Entar dijemput, gak?" tanya Fathan, setelah motor sport hitam dihentikan.
Vanya lebih dulu melepaskan helm dari kepala, memberikan pada kakaknya. "Bagi uang saku. Aku gak punya uang buat makan siang."
"Ampun, ditanya apa malah ngomong apa!" Fathan melotot di balik helm full face yang hanya dibuka kacanya saja. "Gak usah beli, aku jemput makan siang bareng."
"Ah, gak mau. Entar dikira, kakak pacarku lagi. Bagi uang aja." Vanya merengek, tubuh bergoyang-goyang layaknya rumput tertiup angin.
"Gak ada! Entar makan siang bareng. Kantor juga deket ini, loh. Aku yang traktir entar, makan sepuasmu di kaki lima, apa kaki empat sekalian!"
"Hehehe, beneran?" cengengesan Vanya, memajukan sedikit kepala. "Tapi bagi uang juga, mau beli minum. Aku gak bawa uang beneran ini, liatin!"
Vanya membuka tas, memilah setiap barang di dalam, menunjukkan pula dompet dan ponsel, memang tak ada selembar uang sama sekali. Hanya ada dua koin saja, itu juga tak akan mampu menutup harga air mineral. Fathan menarik napas dalam, mata tetap mengamati paras polos sang adik, lalu merogoh saku celana belakang.
"Nih!"
"Dua puluh ribu, aja?"
"Gak mau ya udah!" Fathan mengambil lagi, tapi cepat adiknya mencegah.
"Hehehe, bintitan entar kalau diambil lagi." Vanya mengantongi lembaran uang dalam saku celana jeans. "Aku masuk dulu, kakak jangan ngebut. Naik motor udah kayak orang naik pesawat aja."
"Bawel!" singkat Fathan, meletakkan kedua tangan pada setang. Vanya menarik jaket kulit hitam sang kakak, menatap dengan kedua alis mengerut. "Apa lagi?!" tanya lelaki itu menoleh.
Perempuan di dekat motor, hanya mengusap kening. Fathan sudah tahu apa diinginkan oleh adik manjanya. Helm dilepaskan, lelaki bertubuh tinggi gagah itu mencium kening Vanya hangat, lalu memeluk dan mengusap punggung. Itu sudah kebiasaan, dan terasa ada yang jurang jika tidak dilakukan.
"Gak usah banyak mikir, kasihan otakmu masih kecil. Ada apa-apa langsung telfon, gak usah macem-macem! Jaga jarak sama cowok, gak usah banyak ketawa sama mereka!"
"Iya ... udah sana, ati-ati. Love you!"
"Males!" Fathan melengos, kemudian pergi.
Vanya tersenyum gemas akan sikap dari kakaknya. Kedua tangan diangkat tinggi, melambai-lambaikan pada lelaki yang cepat menghilang dari pandangan. Namun, apa dilakukan tetap saja mampu terlihat oleh Fathan, melalui kaca spion. Lelaki yang memutuskan langsung ke kantor itu, mengurai senyum lebar, begitu tahu adik kesayangannya melambai hingga berlompatan.
Tas ransel sudah kembali menggelayut pada pundak, Vanya berjalan sembari memegangi kedua tali. Senyum menyapa beberapa orang kantor yang dilalui, seperti biasa menunjukkan seikap ramah. Sampai dua orang di depannya berbicara, dan membuat langkah kaki cepat Vanya, berubah pelan.
"Ah, males banget kalau ketua tim udah pada pulang. Udah terlanjut nyaman santai, abis ini ditekan lagi." Terdengar suara mengeluh, Vanya menyimak dari belakang.
"Emang tugas mereka udah selesai? Kapan pulang?" teman lain di dekat seorang laki-laki berkemeja merah hitam, menyahut.
"Hari ini kayaknya. Ketua tim empat kan udah ke kantor kemarin sore. Denger-denger dipanggil sama atasan."
"Waduh, buruan! Kita mesti nyiapin kerjaan ini, dari pada kena omel!"
Keduanya berjalan cepat menuju kantor, dari pada harus terkena masalah karena ketua tim mereka tiba lebih dulu. Namun, Vanya justru berhenti dan mulai meyakini sesuatu, dari apa merasuki telinga dengan sangat jelas barusan.
"Pantesan nomorku diblokir, orang ada Valen. Mungkin, dia takut ada salah paham sama Valen, kalau aku hubungin." Vanya berbicara seorang diri, lalu mengembuskan napas sangat panjang, dan menaikkan kedua pundak.
"Percuma juga mikirin dari kemarin, ujungnya juga terhempas sendiri!"
kqyaknya banyak author yg lari ya krn kebijakan baru dr NT
Tahan Fathan... jangan di bogem dulu si Rafa, masih banyak ini kayaknya yg mau diocehin si Anya..
TIKUNG Faaa...!!!
😅😅😅