Follow IG othor @ersa_eysresa
Anasera Naraya dan Enzie Radeva, adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah. Namun tepat di hari pernikahan, sebuah tragedi terjadi. Pesta pernikahan yang meriah berubah menjadi acara pemakaman. Tapi meskipun begitu, pernikahan antara Ana dan Enzie tetap di laksanakan.
Namun, kebahagiaan pernikahan yang diimpikan oleh Ana tidak pernah terjadi. Karena bukan kebahagiaan yang dia dapatkan, tapi neraka rumah tangga yang ia terima. Cinta Enzie kepada Ana berubah menjadi benci di waktu sama.
Sebenarnya apa yang terjadi di hari pernikahan mereka?
Apakah Ana akan tetap bertahan dengan pernikahannya atau menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eys Resa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketidakpedulian
Bi Darmi merasa panik dan khawatir saat panggilannya tidak mendapatkan jawaban. Dia takut, Apakah Ana sudah kehilangan kesadaran? karena sejak siang tadi Ana tidak di beri makan dan minum apalagi keadaan Ana yang mengkhawatirkan setelah mendapat pelajaran dari Enzi.
Dalam keadaan yang panik dan mengkhawatirkan, Bi Darmi memutuskan untuk menghubungi Enzi. Namun sayangnya tak ada satupun dari panggilannya yang dijawab oleh Enzi.
Di perusahaan,
Enzi yang sudah menyelesaikan pekerjaannya kembali mengajak Arvin pergi ke club malam untuk bersenang-senang. Arvin yang sebenarnya malas ingin sekali menolak ajakan Enzi. Tapi melihat keadaan Enzi saat ini yang tidak kondusif, dia juga tidak berdaya untuk menolaknya. Arvin hanya takut Enzi akan memecatnya jika itu sampai terjadi, bagaimana dengan kelangsungan hidupnya nanti. Cicilan rumah dan mobil yang belun lunas. Membayangkannya saja Arvin bergidik ngeri.
Enzi benar-benar sudah berubah, Ana sosok wanita yang dia cintai saja bisa dia perlakukan seperti itu, lalu bagaimana dengan dia yang hanya seorang asisten.
"Zie, kamu yakin mau pergi malam ini. Bagaimana dengan istrimu. " Arvin memberanikan diri untuk bertanya.
"Biarkan dia mendapatkan hukuman lebih lama. Agar dia bisa merenungi kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi. " kata Enzi saat mereka dalam perjalanan ke club malam. "Oh, ya, bagaimana dengan tugas yang aku berikan padamu? Apa kamu sudah melakukannya? "
"Tugas yang mana? " tanya Arvin bingung.
"Tentang pengunduran diri Ama dari pekerjaan, " kata Enzi sambil menendang kursi kemudi yang di duduki Arvin.
"Oh, itu. Aku sudah mengajukan resign, tapi Pak Raka atasan Ana tidak menerima surat pengunduran diri itu, kecuali Ana sendiri yang mengundurkan diri. Karena bagi perusahaan, Ana adalah aset berharga. Jadi mereka tidak akan Mudah melepaskan Ana. "
Arvin menjelaskan apa yang terjadi tadi siang. Bahkan mereka tau konflik yang terjadi antara Ana dan Enzi di kafe. Karena itu perusahaan memberikan cuti kepada Ana untuk menyelesaikan masalahnya dan mencabut pemulihan cuti yang diajukan ana sebelumnya.
"Cih, Segitu berharganya dia, bahkan perusahaan tidak mau melepaskannya begitu saja." cibir Enzi
Mereka akhirnya sampi di club. Seperti apa yang dilakukan kemarin, Enzi melakukannya lagi. Dia memesan beberapa minuman dan bahkan sekarang tatapan liar ke tempat orang-orang menari. Saat kesadarannya sedikit hilang, Enzi lalu berjalan menuju tempat orang-orang menari mengikuti alunan musik dj untuk ikut bergabung bersama dengan wanita-wanita yang sedang menari meliukkan tubuh mereka yang menggoda.
Arvin hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Enzi, dia harus tetap waras karena harus mengantar Enzi pulang dengan selamat. Dia tidak tau lagi harus menasehati Enzi seperti apa. Karena semua nasehatnya tidak ada satupun yang nyangkut di otak dan hatinya.
Saat dia sedang mengawasi Enzi dari jauh ponselnya tiba-tiba berdering dan itu dari telpon rumah Enzi. Arvin segera menerima panggilan itu, karena tidak biasanya Bi Darmi sampi menghubunginya.
"Hallo ada apa, bi? " tanya Arvin.
"Mas Arvin, mas Enzi kemana kok belum pulang? " tanya bi Darmi panik.
Arvin melirik sekilas ke arah Arvin yang sedang menari dengan seorang wanita di lantai dansa.
"Dia sedang sibuk bi, memangnya kenapa? " tanya Arvin lagi.
"Maaf mas, kalau bisa tolong ajak mas Enzi pulang. Bibi khawatir dengan keadaan Mbak Ana. Sejak tadi siang mbak Ana di kunci di dalam gudang dan kuncinya di bawa mas Enzi. Sebelunya bibi masih bicara sama mbak ana dari luar pintu, tapi barusan bibi manggil mbak Ana, sudah nggak ada suaranya lagi. Bibi khawatir mas. "
Arvin terdiam mendengar ucapan Bi Darmi. Ternyata Enzi mengurung Ana di gudang sebagai hukuman. Benar-benar keterlaluan.
"Bibi tenang ya, aku akan segera membawa Enzi pulang. "
Setelah menenangkan Bi Darmi, Arvin segera mendekati Enzi dan membawanya keluar dari lantai dansa. Dia segera membawa Enzi masuk ke dalam mobil meski mendapat pemberontak dan omelan dari Enzi. Tapi Arvin tidak menghiraukannya, dia segera meninggalkan club malam itu dan kembali ke rumah Enzi. Dia ikut khawatir dengan keadaan Ana setelah mendengar kabar dari Bi Darmi.
Sampai di rumah Enzi, Arvin langsung meminta kuci gudang kepada Enzi.
"Mana kunci gudang, " sentak Arvin, dia tidak peduli berhadapan dengan pria dihadapannya walau dia adalah bosnya.
Mendengar pertanyaan Arvin seketika Enzi terhenyak dan menghentikan ocehannya. Matanya membulat dan dia langsung berlari keluar dari mobil dengan sempoyongan karena efek Alkohol menuju ke gudang yang ada di bagian belakang rumah mewahnya, di susul Arvin dan Bi Darmi yang sejak tadi merasa khawatir.
Berkali-kali Enzi mencoba membuka kunci pintu gudang itu, tapi gagal. Kesadarannya yang sudah tidak terkontrol itu membuatnya kehilangan fokus. Akhirnya Arvin merebut kunci dari tangan Enzi dan segera membuka pintu gudang itu.
Gelap, dan pengap, itulah yang Arvin rasakan, dia lalu memanggil-manggil nama Ana dan menyalakan lampu senter di ponselnya.
"Ana... Ana... kamu dimana? "
Tidak ada sahutan. Enzi mencoba masuk namun Arvin melarangnya, karena pasti itu membuat keributan lainnya.
"Mas, tadi bibi ngobrol sama mbak Ana dari balik pintu. " celetuk bi Darmi dari luar.
Mendengar itu Arvin langsung mencari Ana di balik pintu, dan benar saja mata Arvin membulat saat melihat keadaan Ana yang sudah pucat dan tidak sadarkan diri.
"Sial, "
Arvin segera menggendong Ana keluar dari gudang terkutuk itu dan membawanya masuk ke dalam mobil. Dia tidak memperdulikan Enzi yang mengomel saat melihatnya menggendong Ana.
"Mau dibawa kemana, dia baik-baik saja. jangan terlalu memanjakannya, "
Arvin benar-benar tidak peduli, yang dia pedulikan saat ini adalah keadaan Ana yang butuh pertolongan dan perlu di bawa kerumah sakit agar mendapatkan perawatan. Masa bodoh dengan Enzi, dia akan menanganinya nanti, yang penting saat ini adalah menyelamatkan Ana.
"Bi, urus Enzi, aku akan membawa Ana ke rumah sakit. " ucapnya kepada bi Darmi.
"I... iya mas, tolong selamatkan mbak Ana, kasihan dia. " ujar Bi Darmi yang memegangi Enzi yang berdiri sempoyongan.
Arvin menganggukkan kepala dan segara membawa mobilnya menuju kerumah sakit terdekat, agar ana segera mendapatkan pertolongan.
"Bi, panggil sopir, aku ingin mengejar Arvin. Dia sudah membawa istriku kabur, aku akan memb*n*hnya. Dasar asisten gadungan, " ocehnya.
"Sudah mas, Mas Enzi istirahat dulu ya, Mas Enzi sekarang lagi mabuk. Besok saja ngejar mas Arvin dan menghajarnya. " Bujuk Bi Darmi membawa Enzi masuk di bantu security.
"Wanita itu nggak akan mati dengan mudah, aku masih belum puas melampiaskan kebencianku padanya. Aku nggak akan membiarkan dia mati begitu saja. Dia harus menderita dulu, karena dia sudah merenggut kebahagiaan ku. "
"Astaghfirullah hal adzim, sing eling mas Enzi.... "
dia sudah memilih
be strong woman you can do it
marah atau pura pura ga tau