Praya Asteria, gadis Muda berumur 22 tahun yang rela menjadi istri kedua karena cinta, Asteria dinikahi pria tampan berwibawa berumur 37 tahun, pria itu menikahi Asteria hanya untuk memuaskan nafsunya saja di karenakan istri tercinta yang sedang sakit dan tidak bisa melayani sebagai seorang istri yang seutuhnya, Praya mencintai dengan tulus suaminya tapi tidak dengan suaminya yang bernama bara, karena sejak awal bara menikahi Praya hanya untuk di jadikan teman tidurnya saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisha.Gw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ka Dikta
air mata Praya turun dengan deras, sesekali Praya juga menggeleng.
"Saya mohon pergi" Praya memohon dengan lirih, berharap, orang-orang menyeramkan itu pergi.
"kita bersenang-senang cantik, ini malam yang dingin, kamu akan merasa hangat di dalam pelukan kita bertiga" lagi-lagi mereka tertawa, tawa yang membuat bulu kuduk Praya berdiri.
"sini cantik, jangan mundur terus, Kita bersenang-senang, hm" tubuh Praya sudah tidak bisa mundur lagi karena terhalang tembok, Praya tidak tau harus berbuat apa lagi, mereka yang merasa sudah menang kondisi semakin mendekatkan diri pada wanita Malang itu, satu dari mereka berjongkok tepat di hadapan Praya, di tatapnya penuh nafsu tubuh Praya dari atas Hingga bawah, tangan bejatnya yang kasar dengan berani menyentuh wajah putih mulus Praya yang mulai memerah, Praya membeku di tempatnya, ia benar-benar seperti kehilangan kemampuan bergeraknya, Praya bahkan tidak bisa memberontak atau menjerit meminta tolong, Praya Hanya bisa terus menangis ketakutan.
"cantik sekali kamu sayang, aku tidak sabar bermain-main dengan tubuh indah mu ini" seluruh tubuh Praya bergetar, pria yang duduk di hadapan Praya memberikan isyarat pada ke-dua temanya untuk menjauh dan berjaga, saat kedua orang itu membalik tubuhnya seseorang lebih dulu menendang satu di antara mereka yang membuatnya jatuh tersungkur.
"Ka Dikta" ucap Praya pelan, pandangan Dikta dan Praya bertemu, semakin Murka Dikta melihat kondisi wanitanya, Dikta melawan ke-tiga pria itu seorang diri, sampai mereka memiliki menyerah, Dikta segera menghampiri Praya, di peluknya Praya begitu erat, Praya menumpahkan semua tangisnya di dalam dekapan Dikta.
sakit hati Dikta mendengar suara tangisan Praya, Praya mencengkram erat jas yang Dikta kenakan.
"maaf kan aku raya, aku telat"
"Ka..." lirih Praya.
"maaf"
....
mereka sekarang berada di salah satu kursi di pinggir jalan, air minum di genggaman Praya ia abaikan, sungguh Dikta tidak sanggup melihat kondisi Praya. Dikta menggeser duduknya mengikis jarak di antara mereka, tangisan Praya kembali pecah saat di rasakannya tangan Dikta melingkar di pinggangnya, Dikta menghapus air mata Praya dan ia buat kepala Praya bersandar di dadanya.
" mereka sudah nggak ada, kamu aman dengan ku Praya, aku janji nggak akan ada seorangpun yang berani menyentuh mu, Nggak akan aku biarkan mereka melukai Praya kecil ku" tanpa Praya tau sudut mata Dikta pun ikut meneteskan airnya, ketulusan cinta Dikta untuk Praya begitu besar, Dikta satu-satunya orang yang Praya punya sebelum Praya memilih pergi dari hidup Dikta, Dikta selalu bisa menjadi Kaka, pasangan, bahkan orang tua untuk Praya, gadis kecil panti asuhan yang selalu bersikap konyol di depannya.
Dikta mengecup pucuk kepala Praya, Praya membalas dekapan hangat dari Dikta, pelukan Dikta Selalu berhasil membuat Praya tenang, detak jantung Dikta masih menjadi irama terindah bagi Praya.
"gadis kecil kesayangan ku" Kalimat indah yang paling Praya suka setiap kali mereka bertemu di lorong jalan menuju panti asuhan.
"tenang,.ada aku di sini, aku sangat menyayangimu Praya"
....
"makasih ya ka" Praya menunduk, tidak sanggup menatap wajah Dikta, Dikta mengangkat wajah Praya.
"lihat aku Praya " di gigit nya bibir bawahnya, Praya kembali mengalihkan pandangannya ke sembarang arah untuk menghindari kontak mata dengan Dikta.
"hey, sini lihat aku" Praya beranikan diri menatap mata tulus Dikta, Dikta menarik sudut bibir Praya untuk membentuk senyum.
"senyum, jangan di tekuk, aku nggak Suka lihat kamu sedih sayang"dulu Praya sangat Suka dengan panggilan Sayang itu, tapi sekarang hati Praya sakit mendengarnya, Praya bukan gadis kecil panti asuhan Dikta lagi, Praya sekarang sudah bersuami, Suami yang tidak pernah mencintai Praya setulus Dikta mencinta raya.
"Ka" panggil Praya lembut.
"kenapa hm"
"makasih sudah nolongin raya, raya Nggak tau kalau Kaka nggak datang nasib raya gimana, mungkin raya sudah nggak bakalan Kaka lihat lagi berdiri di depan Kaka" Dikta menahan ucapan Praya dengan meletakkan satu jari telunjuknya di depan bibir ranum Praya, wajah Dikta menunjukan ketidak sukaan dengan ucapan Praya, Dikta menggeleng menatap Praya dengan serius.
"aku nggak suka ya kamu ngomong gitu lagi, berjanji untuk selalu bahagia" Praya Diam, bagaimana ia bisa berjanji untuk selalu bahagia bahkan setelah mengambil keputusan bodoh untuk menikah dengan Bara selalu rasa sakit yang ia terima.
"Praya, berjanjilah untuk selalu bahagia" Praya memaksakan senyumnya, dan mengangguk.
"Ka , sebaiknya Kaka pulang, sudah malam, nggak baik Kaka di rumah Praya lama-lama, nggak enak juga di lihat tetangga"
"boleh nginap" Dikta memang selalu Suka menjahili Praya, Praya berdecak kesal membuat Dikta menyunggingkan senyum.
"bercanda anak nakal, ya udah masuk sana, jangan lupa kunci pintu"
"iyaa... udah sana" Praya terpaksa sedikit mendorong agar Dikta masuk kedalam mobilnya, di dalam mobil Dikta melambaikan tangannya di sertai dengan senyum mengembang.
"udah sana pulang "usir Praya
"iya ini pualng, kamu masuk dulu"
"baiklah " Praya masuk kedalam rumah, dan mengintip dari jendela, Barulah Dikta melajukan mobilnya.
tubuh praya merosot Kedinding, Praya lipat kedua kakinya dan menenggelamkan wajahnya di atas lutut. bahu wanita itu tergerak turun naik, isakan pelan mulai kembali terdengar menyakitkan.
"sampai kapanpun aku nggak akan pernah ada artinya untuk kamu mas, aku hampir aja di lecehkan karena kamu ninggalin aku gitu aja, setidaknya beritahu aku kalau kamu pergi " ucap Praya membatin.
"kenapa setiap rasa sakit ku selalu berasal dari kamu, mas. aku mencintai kamu mas, setidaknya jangan beri rasa sakit kalau kamu nggak bisa kasih cinta untuk aku, mas"
"kenapa harus ka Dikta yang datang untuk nolong aku, di saat aku benar-benar mengharapkan kamu yang datang, mas"
di rumah sakit, Bara dengan setia menunggu Dista sadar, mungkin karena kelelahan wanita itu jatuh pingsan. bara terus mengusap punggung tangan Dista, orang tua Dista pun ada di sana menunggu anaknya
"sayang, ini mas, bangun yuk, jangan buat mas kawatir"
"Akhir-akhir ini Dista sering nangis ingat adiknya mah" ucap bara dengan terus membelakangi mertuanya.
"Praya selalu menyalahkan dirinya atas hilangnya Praya dulu " begitu dalam tatapan mata bara.
"Dista juga sering ketemu seorang wanita di dalam mimpinya, mah pah" bara menoleh saat ia rasakan sentuhan Farah di pundaknya, Farah ikut duduk di samping sang menantu.
"mamah juga sering mimpiin gadis muda yang mamah nggak bisa lihat jelas bentuk wajahnya, gadis muda itu memanggil mamah dengan sebutan mama, sepertinya itu adiknya Dista, Jika benar itu Praya mungkin saja itu pertanda kita akan segera menemui gadis kecil itu" Farah menyunggingkan senyum.
"Praya adik Dista sejak lahir memiliki kondisi fisik yang lemah, Praya mudah sekali sakit, mama sempat berpikir yang tidak-tidak mengenai kondisinya sekarang, apa anak mamah itu masih hidup dengan baik, atau justru sebaliknya, tapi dengan mimpi itu membuat mama yakin Jika adik Dista sehat di mana pun ia berada sekarang " Farah menggenggam tangan kiri Dista yang terbebas dari infus.
"nak, mamah yakin suatu hari nanti kita akan menemukan adik kembali, Dista yang sabar ya nak"