Di dunia di mana kekuatan spiritual menentukan segalanya, Yu Chen, seorang pelayan muda dengan akar spiritual abu-abu, berjuang di dasar hierarki Sekte Awan Hening. Di balik kelemahannya tersembunyi rahasia kuno yang akan mengubah takdirnya. Dari langkah kecil menuju jalan kultivasi, ia memulai perjalanan yang perlahan menantang langit itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Morning Sunn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 26: Kepulauan Void dan Ujian Hati Dao di Lautan Spiritual
Lautan di bawah sana bukan laut biasa.
Gelombang yang berkilau seperti cermin perak memantulkan langit yang kosong tanpa matahari, namun memancarkan cahaya lembut dari entah mana. Pulau-pulau besar dan kecil melayang di atas lautan itu, seperti kepingan dunia yang terlepas dari dasar langit. Di antara mereka, pusaran energi berbentuk spiral perlahan muncul dan menghilang, memuntahkan cahaya ungu kebiruan yang terasa asing bagi indera manusia.
Kapal spiritual Ning Rou meluncur perlahan, menembus kabut yang menari-nari di udara. Suara mesin formasi mendengung pelan, stabil tapi tegang — seolah setiap hembusan angin di tempat ini bisa memicu kekacauan.
Yu Chen berdiri di dek depan, jubah hitamnya berkibar ringan. Matanya menatap ke bawah, ke laut tak berujung itu, sambil merasakan sesuatu yang belum pernah ia alami sebelumnya.
“Energi di sini… kacau,” gumamnya.
Ning Rou yang berdiri di belakangnya mengangguk. “Itu sebabnya tempat ini disebut Kepulauan Void. Qi di sini tidak tunduk pada Hukum Bumi dan Langit biasa. Ia berbaur dengan sisa-sisa Energi Chaos Primordial — kekuatan yang bahkan para Dewa Sekte tak bisa jinakkan.”
Yu Chen menghela napas perlahan, membiarkan sebagian Tubuh Jiwa-nya keluar dari tubuh fisik. Cahaya keunguan menyelubunginya. Namun seketika, wujud bayangan itu bergetar keras, seperti diserang dari segala arah oleh energi yang tak bisa dilihat.
Sakit kepala yang menekan mulai menyerang dari dalam. Ia buru-buru menarik kembali Tubuh Jiwa-nya ke tubuh asli.
“Tekanannya terlalu tinggi,” katanya dengan suara rendah. “Energi Chaos ini menyerang struktur spiritual langsung. Bahkan Tubuh Jiwa-ku terasa ingin retak.”
Ning Rou berjalan mendekat, ekspresinya serius. “Formasi penyegel Kunci Abadimu juga terganggu. Lihat.”
Ia menunjuk dada Yu Chen. Cahaya biru yang biasanya stabil kini bergetar dalam ritme aneh, seperti ada sesuatu di dalam tubuhnya yang memberontak terhadap hukum tempat ini.
“Kalau begini terus,” katanya, “formasi segelku akan pecah dalam waktu sebulan. Aku harus memperbaikinya… tapi di lingkungan seperti ini, bahan formasi biasa tidak akan cukup. Aku perlu batu Chaos sebagai penstabil.”
Yu Chen mengangguk. “Kau fokus pada formasi. Aku akan mencari batu itu.”
“Sendirian?” tanyanya khawatir.
Ia tersenyum tenang. “Aku datang ke sini bukan untuk bersembunyi lagi.”
---
Kapal spiritual mendarat di pulau terluar — Pulau Jingxuan, salah satu dari ribuan pulau yang melayang di atas Lautan Spiritual. Begitu kaki Yu Chen menyentuh tanah, dunia seakan bergetar ringan. Tanahnya hitam kebiruan, penuh kristal tipis yang mengambang beberapa inci di atas permukaan, memancarkan cahaya biru pucat. Setiap langkah memunculkan pantulan bayangan yang tidak sinkron — seolah tubuh fisiknya dan bayangan jiwanya hidup di dua dimensi berbeda.
Ia berjalan perlahan, merasakan hawa spiritual yang terus berubah arah.
“Tempat ini seperti ruang tanpa poros,” gumamnya. “Arah timur dan barat tidak ada artinya di sini.”
Langkahnya membawanya ke tebing curam di sisi pulau. Di bawahnya, laut biru memantulkan bayangan dirinya — namun bayangan itu menatap balik dengan mata ungu, bukan hitam. Ia memejamkan mata, mengatur napas, dan mulai bermeditasi.
Tubuh Jiwa-nya muncul kembali, kali ini lebih stabil. Ia melatih pengendalian di bawah tekanan Energi Chaos yang menggila, berusaha mengendalikan pedangnya dari jarak jauh. Namun setiap kali ia memusatkan niat, pedang spiritualnya bergetar dan menghilang seperti debu yang tertelan badai.
“Aku terlalu bergantung pada stabilitas hukum Benua Inti…” katanya lirih. “Di sini, bahkan hukum ruang dan jiwa saling bertentangan.”
Rasa frustrasi muncul di dadanya. Tapi ia segera menahannya. Ia tahu bahwa di sini, kehilangan kendali berarti kehilangan jiwa.
Setelah beberapa jam latihan sia-sia, ia berdiri. Angin beraroma logam menyapu rambutnya.
Sebelum ia berbalik kembali ke kapal, suara langkah halus terdengar dari balik kabut.
Beberapa sosok muncul — tinggi, ramping, dan tampak seolah terbuat dari cahaya itu sendiri. Mata mereka memancarkan sinar biru kehijauan, dan di punggung mereka, lingkaran simbol bercahaya berputar perlahan seperti formasi hidup.
Yu Chen mengernyit. “Ras Spiritual…”
Pemimpin mereka — sosok wanita dengan rambut putih panjang dan mata seperti kristal air — menatapnya dingin. “Seorang manusia dari Benua Inti berani menginjakkan kaki di wilayah ini? Apakah kau tidak tahu Kepulauan Void milik para Ling Zu?”
Yu Chen menunduk sedikit, tidak menyerang. “Aku tidak bermaksud melanggar. Aku hanya mencari Batu Chaos untuk menstabilkan formasi segel.”
Wanita itu menatapnya dalam diam. Aura spiritual di sekitarnya menekan kuat. Tapi ketika matanya melihat sedikit cahaya ungu samar dari dalam dada Yu Chen, ekspresinya berubah.
“Kau membawa sesuatu yang bukan dari dunia ini,” katanya tajam. “Energi itu… bagian dari Kunci Abadi?”
Yu Chen tetap diam. Ia tahu menentang atau berbohong hanya akan memperburuk keadaan.
Wanita itu menatap rekan-rekannya, lalu kembali pada Yu Chen. “Kalau begitu, kita akan mengujimu. Ras kami tidak membunuh tanpa sebab, tapi kami juga tidak membiarkan pembohong melangkah bebas.”
Seketika, dunia di sekitar Yu Chen berubah. Langit terbelah menjadi warna hitam. Laut di bawah menghilang, berganti dengan dataran ilusi yang berputar tanpa ujung.
Ia jatuh ke dalam Ujian Jantung Dao — ujian spiritual khas Ras Spiritual.
---
Angin tak berwujud berputar di sekelilingnya. Dalam ilusi itu, Yu Chen berdiri di padang pasir tak bertepi. Di langit, seekor naga hitam melingkar, matanya memancarkan cahaya merah. Suara berat dan dalam terdengar langsung di dalam pikirannya.
“Kau… terus menolak asalmu.”
Itu suara Roh Naga Purba. Tapi kali ini, suaranya tidak sekadar gema dari masa lalu. Suara itu mengguncang Jiwanya sendiri, seolah bagian dari dirinya mencoba merebut kendali.
“Kau pikir kau bisa menjadi manusia murni setelah menggunakan kekuatanku?” tanya naga itu. “Setiap tetes darahmu telah berubah. Kau bukan Yu Chen manusia. Kau adalah setengah naga yang hidup karena pengkhianatan Dao-nya sendiri.”
Yu Chen mengepalkan tangan, menatap ke atas. “Aku tahu siapa diriku.”
“Tidak,” balas naga itu. “Kau menyangkalnya. Kau menolak sisi kekacauan dalam jiwamu. Tapi di dunia Chaos ini, hanya kekacauan yang bisa bertahan!”
Angin spiritual berhembus kencang. Tubuh Jiwa Yu Chen mulai retak. Rasa sakit luar biasa menyusup ke dalam, bukan dari tubuh, tapi dari kesadarannya sendiri. Ia berlutut, darah spiritual menetes dari matanya — bukan darah merah, tapi cairan ungu bercahaya.
Di tengah kehancuran itu, ia melihat bayangan dirinya sendiri berdiri di kejauhan.
Bayangan itu tersenyum, wajahnya sama persis tapi mata berwarna keemasan.
“Kau dan aku tidak berbeda,” kata bayangan itu. “Aku hanya memilih untuk menerima darah naga, bukan melawannya.”
Yu Chen menarik napas panjang. Tubuh Jiwanya bergetar, tapi ia perlahan berdiri.
“Jika kau adalah bagian dariku,” katanya pelan, “maka aku tidak perlu menghapusmu. Aku hanya perlu menyeimbangkanmu.”
Ia menutup mata, mengangkat kedua tangannya, dan menggabungkan dua niat: kekuatan manusia dan insting naga. Dua arus energi bertabrakan dalam tubuh Jiwanya, menghasilkan percikan cahaya ungu keemasan. Ledakan kecil terjadi, tapi kali ini, ia tidak terlempar. Ia tetap berdiri, napasnya stabil.
Ilusi itu perlahan memudar.
Ketika ia membuka mata, ia kembali berada di tebing Pulau Jingxuan. Para Ras Spiritual berdiri di sekelilingnya, menatap dengan kagum.
Wanita pemimpin itu menundukkan kepala sedikit. “Jarang ada manusia yang bisa menyeimbangkan darah naga dan hati manusia tanpa kehilangan jiwanya. Ujianmu selesai.”
Yu Chen menatapnya. “Jadi… aku lulus?”
Wanita itu tersenyum samar. “Lebih dari itu. Kau telah menunjukkan bahwa jantung Dao-mu tidak rapuh. Sebagai hadiah, aku akan memberimu sesuatu.”
Ia mengangkat tangannya. Bola cahaya biru keluar dari telapak tangannya, melayang ke depan Yu Chen. Di dalamnya, tampak gambar samar — peta formasi yang menunjukkan area di tengah Kepulauan Void.
“Itu lokasi kediaman Binatang Void,” katanya. “Makhluk yang menjaga Pecahan Kunci Abadi Ketiga. Tapi waspadalah, makhluk itu hidup di antara dua ruang — tidak sepenuhnya ada, tapi juga tidak lenyap.”
Yu Chen menerima bola itu, menyimpannya di dalam ruang spiritualnya. “Terima kasih. Aku berutang budi.”
Wanita itu memandangnya lama, lalu menatap Ning Rou yang berdiri di belakang dengan lembut. “Kau harus berhati-hati, manusia. Kepulauan Void bukan tempat bagi mereka yang hatinya tidak stabil.”
Setelah itu, para Ras Spiritual memudar ke dalam cahaya, meninggalkan mereka berdua di tepi pulau.
---
Sore hari. Langit berubah menjadi biru keabu-abuan, dan laut spiritual di bawah mulai berputar lambat. Yu Chen berdiri di tepi, menatap ke arah pusat Kepulauan Void — tempat di mana pusaran cahaya raksasa terbentuk, menandakan kehadiran ruang anomali.
“Binatang Void…” gumamnya. “Makhluk yang bisa berjalan di antara ruang. Jurus Pedang Abadi-ku mungkin satu-satunya cara menembus pertahanannya.”
Ning Rou mendekat, membawa beberapa gulungan formasi. “Aku sudah menstabilkan segel Kunci Abadi untuk sementara waktu. Tapi setelah ini, aku harus fokus memperkuat kapal. Energi Chaos mulai mengikis lapisan luar.”
Yu Chen menatapnya, sedikit tersenyum. “Kau terus menambal segala hal di belakangku.”
Ning Rou menjawab dengan lembut, “Dan kau terus membuat masalah di depan.”
Mereka berdua tertawa pelan. Tapi dalam hati, Yu Chen tahu — langkah berikutnya tidak bisa dianggap ringan. Kepulauan Void mungkin hanya permulaan dari sesuatu yang lebih besar.
Ia menatap ke cakrawala, tempat pusaran energi raksasa menyala seperti mata yang menatap balik ke dunia.
Matanya berkilat. “Kali ini, bukan hanya sekte atau paviliun yang menunggu. Tapi hukum dunia itu sendiri.”