Dibuang Setelah Melahirkan

Gea melakukan kegiatan seperti biasanya, bedanya kini ia dibantu sang ibu untuk membuat kuenya. Sudah hampir 1 Minggu, bapa dan ibu Gea berada di Malang. Padahal Gea sudah menyuruh bapa dan ibunya pulang saja ke kampung. Tapi mereka enggan, dan mengatakan masih ingin menemani anaknya hingga genap dua minggu disana.

"Jadi, selama ini kamu cari uang dari jualan kue, Ge?"

Gea mengangguk.

"Mau bagaimana lagi Bu. Meskipun ada uang dari Mas David, tetap saja Gea tidak bisa kalau hanya memakai uang itu tanpa mempergunakannya dengan baik. Nanti juga pasti uangnya akan habis. Kalau Gea tidak jualan seperti ini, kalau uangnya habis, Gea tidak punya uang lagi. Jadi, ya Gea buat usaha kecil-kecilan. Alhamdulilah, meski diawal sangat sulit, sekarang sudah tidak lagi. Orang-orang sudah banyak yang tahu kue buatan Gea. Bahkan terkadang Gea dapat pesanan dari orang yang hajatan Bu."

"Alhamdulillah, kalau seperti itu Ge. Jujur, ibu di sepanjang jalan mau kesini dari kampung, terus berpikiran negatif tentang kehidupan kamu. Apalagi ini di daerah orang. Terus saat kamu menikah, itu juga pertama kalinya kamu jauh dari orang tua. Ibu bersyukur kamu bisa sedewasa ini sekarang. Terus seperti ini ya nak. Supaya ibu di kampung tidak khawatir lagi. Ibu cuma minta satu hal dari kamu. Jangan pernah sembunyikan apapun lagi dari ibu dan bapa. Mau kamu jadi maling di kota orang, berbuat salah ataupun melakukan hal berdosa sekali pun. Kamu tetap anak ibu dan bapa. Kami akan selalu ada untuk kamu. Karena itulah gunanya keluarga."

Gea yang mendengar ucapan ibu jadi terharu mendengarnya. Ia benar-benar telah melakukan kesalahan karena sengaja menyembunyikan perceraian dan penderitaannya kemarin. Ia terlalu berpikiran buruk, hingga takut untuk mengatakan yang sejujurnya.

"Ibu ... "

Gea memeluk sang ibu dengan linangan air mata. Ibu mengelus punggung Gea.

"Kamu harus tetap kuat Ge."

"Iya Bu. Gea akan kuat supaya bisa merebut Alwin."

"Sudah, jangan nangis lagi. Nanti kuenya malah jadi tidak enak."

Gea pun melepas pelukannya dan mengusap air matanya. Kemudian pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangannya. Lalu setelahnya ia melanjutkan lagi untuk membuat kue bersama ibunya.

Sementara Bapa sedang menyeruput kopi di depan kontrakan sambil melihat orang yang berlalu-lalang di jalanan depan kontrakan.

*

*

Di ruang kerja, David fokus untuk membuat desain bangunan hotel. Sayangnya, imajinasinya seakan berhenti begitu saja. Ketika menggambar, ia teringat pada ucapan Gaza. Ia jadi kesal dan melempar pensilnya.

Karena Gaza sudah mengetahui rahasianya, David jadi benci pada laki-laki itu. Ditambah laki-laki itu adalah saingannya juga untuk memenangkan tender dari investor ternama.

"Argh! Tidak bisa! Aku harus memenangkan tender ini. Dengan cara apapun aku harus mengalahkan Gaza. Aku tidak sudi kalah dari dia! Aku juga harus membuktikan diri ke papa kalau aku memang layak untuk memimpin perusahaan."

David pun melanjutkan lagi menggambarnya Hingga waktu pulang kerja pun tiba. Ia membereskan semua pekerjaannya di satu tumpukan di atas meja kerjanya.

Kemudian, ia keluar dari ruangan dan memasuki lift. David memainkan ponselnya sambil melihat-lihat adakah pesan dari istrinya atau tidak. Rupanya tak ada satu pun pesan. David menghela napas kemudian memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku kemejanya.

Di basemen, David melihat karyawannya sedang berciuman di balik tiang. Ia mengabaikan itu semua dan langsung masuk ke dalam mobilnya.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Ketika mobil berhenti di lampu merah, matanya tertuju pada gerobak yang bertulisan bubur kacang ijo. David teringat, ketika Gea hamil, Gea sangat menyukai itu, bahkan hampir setiap hari membelinya.

David menggelengkan kepalanya ketika tersadar dengan apa yang dipikirkan.

"Huh! Untuk apa aku mengingat Gea. Tidak penting sekali!"

David melajukan mobilnya lagi ketika lampu merah berubah jadi hijau. Kurang lebih lima belas menit, David sudah sampai di rumahnya. Ia keluar dari mobil sambil menenteng tas kerjanya. Ia memasuki rumah dengan rasa lelah dan penatnya. Sayangnya, tak ada yang menyambutnya dengan senyuman dan melayaninya seperti Gea dulu. Lagi-lagi David malah memikirkan Gea.

Laki-laki itu tidak mau ambil pusing. Bahkan ia tidak menyapa Selena yang sedang menonton televisi di ruang keluarga. Ia meleos pergi begitu saja ke dalam kamar.

Selena pun menyadari itu. Wanita itu pun pergi ke dalam kamar untuk menanyakannya pada sang suami.

Di dalam kamar, David tengah menarik dasinya dan hendak membuka kancing kemejanya. Selena datang dengan wajah kesalnya.

"Mas!" panggil Selena.

"Hm?" jawab David.

"Kenapa tadi mengacuhkan ku?" tanya Selena.

David menghela napasnya pelan.

"Aku kan sudah pernah bilang. Aku ingin setiap pulang kerja ada yang menyambut. Tapi kamu justru malah asik dengan tontonan mu. Aku sudah lelah bekerja, jangan buat aku semakin lelah dengan sikap mu, Sel."

"Ih, kenapa sih sekarang mas jadi suka kesal dan marah-marah sama aku?"

"Bukan kesal atau marah. Mas cuma ingin dilayani. Kamu kan seorang istri. Harusnya tahu apa tugasmu. Berbeda sekali dengan Gea. Dulu dia selalu menyambut Mas dengan senyuman ketika pulang kerja."

Mata Selena langsung melotot. Ia merasakan kesal dan amarah yang menggebu-gebu. Ia tidak suka jika suaminya membandingkan dirinya dengan wanita lain. Apalagi wanita itu adalah mantan istri dari suaminya sendiri. Wanita yang sudah mereka manfaatkan untuk melahirkan seorang anak.

"Mas! Tolong jangan bandingkan aku dengan wanita miskin itu! Jelas kami sangat berbeda. Dia bahkan menyambut mu dengan penampilan yang dekil dan biasa saja," kesal Selena yang tak mau dibandingkan.

"Sudahlah, aku tidak mau bertengkar Sel. Aku mau mandi dulu," ucap David yang suasana hatinya sedang buruk. Percuma ia meladeni Selena. Yang ada nantinya kepalanya jadi semakin pusing. Sudah pusing masalah pekerjaan ditambah pusing mikirin istrinya. Huh! Mengabaikan memang jalan terbaik.

"Mas!" teriak Selena ketika David sudah masuk ke dalam kamar mandi.

Selena mengepalkan tangannya.

"Sialan! Kenapa Mas David jadi membandingkan aku dengan Gea sih? Biasanya juga dia tidak marah dan mengacuhkan aku seperti ini! Awas saja kamu Gea! Aku tidak akan pernah membiarkan kamu hidup tenang. Aku pastikan kamu tidak akan pernah bisa menemukan anakmu."

Bukannya menyiapkan baju ganti untuk suaminya, Selena malah langsung keluar dari kamar. Ia mengabaikan tugasnya sebagai seorang istri. Ia memilih kembali untuk menonton serial drama favoritnya di televisi.

Ketika sudah selesai mandi, David keluar dengan menggunakan handuk yang melingkar di pinggangnya. Ia melihat ke sekeliling kamarnya, tak ada pakaian yang disiapkan oleh Selena. David hanya bisa menghela napas saja kemudian memilih sendiri pakaian yang akan ia gunakan.

*

*

TBC