NovelToon NovelToon
Dendam Si Kembar

Dendam Si Kembar

Status: tamat
Genre:Anak Kembar / Identitas Tersembunyi / Cinta Murni / Romansa / Tamat
Popularitas:147.1k
Nilai: 4.9
Nama Author: Freya Alana

Gadis dan Dara adalah sepasang gadis kembar yang tidak mengetahui keberadaan satu sama lain.

Hingga Dara mengetahui bahwa ia punya saudara kembar yang terbunuh. Gadis mengirimkan paket berisi video tentang dirinya dan permintaan tolong untuk menyelidiki kematiannya.

Akankah Dara menyelidiki kematian saudaranya? Bagaimana Dara masuk ke keluarga Gadis?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Freya Alana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kejutan

Askara memohon ke Darius agar Dara diijinkan menemaninya menemui keluarga Davina.

Darius memarahinya. Pria tua itu bahkan menampar pipi Askara.

“Dasar bejat! Kakek nggak sudi liat kamu lagi! Jangan pakai nama Anantara karena kelakuan kamu sangat hina!”

Dara mencoba menenangkan kakeknya. Askara menunduk, tidak bersuara. Adrian dan Yuki, ibu Askara, tak berani membela anaknya.

“Oom, ijinkan Askara memperbaiki kesalahannya.” Adrian memohon.

Darius mengindahkan, “Pergi! Saya jijik liat muka kamu! Jangan mentang-mentang banyak harta kamu bisa bersenang-senang dengan perempuan sembarangan. Askara, harusnya kalau kamu suka sama Davina, nikahi dia, bukan malah dimanfaatkan.” Darius masih meradang.

Askara menghela napas panjang.

“Maafkan Askara, Opa. Saya memang salah telah berbuat terlalu jauh dengan Davina. Ijinkan saya minta maaf ke keluarganya.”

“Pergi sendiri! Nggak usah ajak Dara! Ajak orang tuamu, mereka yang nggak becus mendidik kamu. Jangan bawa-bawa Dara.”

“Baik, saya akan pergi sendiri.”

“Kami ikut, Nak.” Adrian menggandeng tangan istrinya. Mereka juga tidak menyangka Askara berkelakuan seperti itu. Adrian walau diberi paras tampan dan tubuh gagah, tapi ia tidak sekali pun pernah berpaling dari Yuki.

“Dara, makasi udah kasih tau Kakak kebenarannya.” Askara tidak berani menatap mata sepupunya.

Dara mengangguk.

“Opa udah kasih perintah untuk cari Fero Bachtiar. Dia udah banyak ganggu keluarga kita.”

“Fero? Yang dulu bodyguard-nya Gadis? Kenapa dia?” Askara mengerutkan kening.

Dara semakin yakin Askara tidak terlibat. Kini Dara berfokus mengamati reaksi Adrian dan Yuki. Dara masih mencurigai Adrian ada sangkut paut dengan kematian keluarganya.

“Dia …” Darius hendak menyahut tapi Dara langsung memotongnya.

“Dia yang nyetir mobilnya Davina.”

Askara terbelalak. Demikian juga Adrian dan Yuki.

“Dia juga yang di video itu?”

“Kepolisian masih memproses. Nanti Irsad akan memberi kabar.”

“Assalamualaykum.” Semua menoleh ke asal suara. Irsad berdiri gagah di hadapan mereka dengan memakai seragam kepolisian.

“Waalaykumussalam, loh Sad, kamu masuk jajaran lagi?”

“Yep, sebagai penyidik di belakang meja dan profiler. Saya udah nggak bisa lagi tugas lapangan karena kondisi kaki.”

“Selamat, ya. Ada apa kemari?” Tanya Darius sementara Adrian dan keluarganya menyimak ingin tahu.

“Saya perlu bicara dengan Pak Darius dan Ibu Dara.”

Dara tertegun mendengar betapa formal kini Irsad bicara padanya.

Adrian, Yuki, dan Askara pun segera berdiri.

“Askara, bereskan dengan keluarga Davina. Lalu jangan ulangi lagi perbuatan kamu. Jangan berzinah!”

Askara mengangguk.

“Maaf, Opa.”

“Sini.”

Darius menatap cucu samping yang kusut masai tidak seperti biasanya. Dibentangkan tangannya untuk memeluk Askara.

“Opa, Askara benar-benar minta maaf.”

Darius mengangguk. “Buktikan kalau kamu berubah. Dulu Gadis selalu mengagumimu. ‘Ingin hebat seperti Aska.’ Begitu ucapnya.”

Askara memejamkan mata. Kenangan bersama Gadis dari kecil hingga remaja berkelebat. Sampai cita-cita memisahkan mereka karena Gadis ingin jadi chef dan bersekolah di Perancis, sementara dirinya mengambil jurusan arsitektur di Amerika.

“Aska, Gadis selalu memanggilku itu. Bukan Askara.” Kenangnya, tak sadar dia tersenyum membayangkan Gadis.

Dara teringat sebelum Askara menyangka dirinya adalah Gadis, ia memangil sepupunya Aska.

“Apakah betul, Kak Askara menyukai Gadis?” Dara terus menatap Askara dengan pandangan bertanya.

Bapak, ibu, dan anak segera berpamitan. Dara terus mengamati gerak-gerik keluarga yang kini berjalan keluar dari kediaman Darius.

“Irsad, aku nggak ngeliat ekspresi yang mencurigakan dari Askara saat mendengar nama Fero Bachtiar,” bisik Dara setelah mereka menjauh.

“Kita bisa turunkan Askara dari peringkat tersangka. Kini tinggal Adrian dan Anwar.”

“Jadden dan Mel?”

“Mereka clear, aku sudah selidiki. Hanya Anwar dan Adrian yang sudah ada sejak kasus Riza. Kita fokus ke mereka.”

“Opa Anwar? Kayaknya nggak mungkin, orangnya baik banget gitu. Kalau Oom Adrian bisa jadi orangnya kan super ambi. Mungkin motif dia membunuh Papa karena merasa posisinya terancam. Dia kan hanya keponakan, sementara Papa adalah anak kandung Darius Anantara.”

“Semua bisa terjadi, percayalah. Aku sudah sering liat kejadian seperti ini.”

Darius kembali setelah mengantarkan keluarga Adrian meninggalkan rumah. Mengunci pintu-pintu dan berpesan dirinya tidak mau diganggu.

Setelah itu ia mengajak Irsad dan Dara ke ruang kerjanya.

“Bagaimana?” Tanyanya setelah mereka semua duduk.

“Pak, kami sudah mengenali Fero Bachtiar. Dia adalah Alamsyah, seorang mantan pasukan khusus dari negeri seberang. Itu sebabnya kami kesulitan mencari di data base. Kami bekerja sama dengan interpol. Alamsyah tidak pernah melakukan tindakan kriminal, sehingga di interpol pun namanya tidak langsung keluar.”

Dara dan Darius menyimak dengan seksama. “Setelah kami gali lebih dalam lagi di data base interpol, nama Alamsyah akhirnya keluar sebagai anggota satuan khusus yang diberhentikan dengan hormat karena cedera. Seperti saya.”

Irsad melanjutkan, “Menimbang temuan ini, saya sudah memasukkan Alamsyah/Fero Bachtiar kedalam DPO. Itu satu simpul yang kita fokus untuk buka saat ini.”

“Apa motif Fero?”

“Itu yang kami belum tahu, tapi melihat sepak terjangnya tiba-tiba ia muncul saat kematian Riza Anantara viral, pasti ada satu orang yang berada di dua waktu kejadian. Saat Riza dibunuh dan saat Gadis kecelakaan.”

“Opa, apakah Opa punya musuh?”

“Pesaing bisnis mungkin, tapi Opa nggak yakin mereka sampai mau berbuat sejauh itu.”

“Mmmm kalau Opa Anwar dan Oom Adrian?”

“Anwar nggak mungkin. Dia sahabat Opa dari SMA. Opa Anwar orang yang sangat lembut dan sabar. Sementara Opa kan berangasan. Malah dia yang tetap berhubungan dengan Riza setelah Opa … setelah Opa … mengusirnya,” ungkap Darius lirih lalu menutup wajahnya dengan tangan yang sudah berkeriput.

“Opa … Opa, sekarang kita fokus cari keadilan untuk Papa dan Gadis. Jangan sedih lagi.”

Darius mengangguk lalu merangkul cucu satu-satunya.

“Apakah mungkin Adrian? Dia memang ambisius tapi masak ia tega membunuh sepupu dan keponakannya sendiri.”

Irsad mendengarkan dengan seksama. “Saya akan selidiki ini, termasuk siapa pesaing yang Bapak curigai”

“Dari keluarga Syailendra, kakeknya Jadden. Dimas Syailendra, tapi dia sudah lama meninggal. Dalam bisnis dia licik dan berani. Saat sakit Opa menjenguknya. Dia hanya mengucapkan terima kasih karena dengan adanya Opa hidupnya lebih berwarna. Waktu itu dia ngomomg sambil ketawa. Opa nggak yakin kalau dia punya motif untuk membunuh keluarga kita.”

“Saya akan tetap selidiki, Pak. Baik kalau begitu saya pamit. Dara, tetap berhati-hati. Sejauh ini siapa pun dalangnya ia menyasar orang-orang yang dekat dengan Pak Darius.”

Dara tersentak.

“Ralat! Orang-orang yang dicintai Opa. Mungkinkah motifnya ingin membuat Opa hancur karena kesedihan?”

***

Seorang laki-laki menghembuskan cerutu mahal. Columbia, di sana ia membelinya.

“Kamu akan terus ditinggalkan orang-orang yang kamu cintai. Tapi aku harus hati-hati, simpul-simpul mulai terurai.”

Matanya menatap foto Dara dan Irsad, dua orang yang akhir-akhir ini membuatnya sakit kepala.

***

Seminggu setelah kematian Davina, kini Dara menggantikan posisinya. Bukan hanya sebagai sekretaris namun jadi orang kepercayaan Darius Anantara.

Darius selalu menanyakan pendapat Dara mengenai proyek-proyek yang mereka kerjakan. Membuat jengah para bos yang sudah meniti karir hingga berdarah-darah di sana.

Walau belum setahun bergabung di Anantara Group namun bagi Dara semua berjalan natural. Ia tidak perlu belajar keras, instingnya bekerja sangat baik untuk melihat sebuah proyek.

Darius melihat Dara benar-benar cerminan dirinya di masa lalu. Hanya saja menurut Darius, Dara jauh lebih nekat. Itu yang membuatnya khawatir.

Para bodyguard juga telah melapor bagaimana Dara mengamuk di rumah Aska. Darius bolak balik mengingatkan agar Dara belajar menahan emosi dan hanya dibalas dengan tawa lebar.

Di sela kesibukannya, Dara bahagia karena Arum dinyatakan bersih dari sel kanker. Darius tidak mengijinkan Fauzan dan Arum kembali ke Bali. Sampai kapan pun ia akan terus merasa berhutang budi pada Fauzan dan Arum yang telah mengasuh Dara.

Rencananya ia dan Dara akan menjemput ke Penang dengan pesawat pribadi supaya Arum lebih nyaman.

Askara telah kembali dari kampung mendiang Davina. Ia memohon maaf, namun keluarga Davina terlalu sakit dengan kelakuan Askara.

Orang tua Davina mengembalikan semua barang yang pernah dibelikan Askara. Bahkan mereka sebetulnya enggan membiarkan Askara berziarah ke makam putri sulung yang meninggal dengan tragis.

Setelah terus memohon akhirnya mereka mengijinkan asal Askara segera pergi dan tidak pernah kembali. Di makam Davina, pria itu menangis. Menyesal telah memperlakukan Davina begitu buruk.

Bagai orang linglung, Askara mengikuti ke dua orang tuanya setelah usai berziarah. Wajah Davina terus berkelebat.

Nama baik Davina tercemar dengan beredarnya video syur. Keluarganya mendapat cemooh dari para tetangga, yang menambah kesedihan mereka. Mereka kini hanya bisa bersabar dalam duka teramat dalam.

***

“Mas, jam berapa besok Dara akan jemput?” Arum sudah tidak sabar bertemu putri angkatnya.

“Katanya jam sepuluh. Sekarang kamu mau langsung ke apartemen atau jalan-jalan di taman?”

Arum menatap Fauzan sambil tersenyum.

“Mas mau anterin Arum ke taman?”

“Mau dong, Sayangku, Cantikku.”

Arum tersipu. Sudah berbulan-bulan ia tidak mampu melayani suaminya, namun tidak sedikit pun Fauzan mengeluh. Setiap malam suaminya masih memeluknya erat. Terkadang menggodanya dengan menciumi ceruk leher hingga Arum kegelian.

“Makasih, Mas.”

Fauzan menoel hidung bangir istrinya lalu

mendorong kursi roda menuju taman. Mereka baru bertemu dokter untuk pemeriksaan terakhir dengan hasil yang menggembirakan.

Suasana pagi itu cerah. Taman rumah sakit terlihat cantik dengan bunga-bunga bermekaran. Fauzan dan Arum bercakap ringan, sesekali bercanda dan saling menggoda.

Tiba-tiba mata Arum terpaku pada sosok yang sedang yang berjalan cepat sedikit terseok di koridor rumah sakit.

“Mas, itu Irsad kan?”

“Iya, Rum. Bener dia. Apa ada keluarganya yang sakit?”

“Coba, Mas kita ikutin.”

Fauzan kemudian mendorong kursi roda masuk ke koridor. Mengikuti arah yang diambil Irsad.

Di persimpangan koridor Irsad tidak lagi terlihat. Namun dari jendela, Arum melihat Irsad sedang menaiki lift kapsul ke lantai empat.

“Itu dia, Mas.”

Fauzan lalu mendorong Arum menuju lift.

Tiba di lantai empat mereka menyusuri lorong sambil melihat ke sana kemari.

Karena Arum sempat lama dirawat kemudian sering bolak balik ke rumah sakit, banyak perawat yang menyapa.

“Pakcik cari siape?”

“Oh tadi liat Pak Irsad.”

“Cik Irsad ke bilik VVIP 1, Pakcik.”

“Terima kasih.”

Fauzan dan Arum menuju ke kamar yang dituju. Dari jendela pintu mereka melihat Irsad duduk di pinggir tempat tidur. Wajahnya berseri-seri, terlihat sangat bahagia. Arum dan Fauzan tidak bisa melihat pasien yang sedang dijenguk Irsad.

“Ketok nggak, Mas?”

Belum sempat Arum mengetuk, seorang perawat membukakan pintu. Mereka pun masuk seolah ingin menjenguk.

Irsad masih belum menyadari kehadiran Fauzan dan Arum. Terdengar suara wanita berbicara.

Fauzan dan Arum saling bersitatap mendengar suara yang sangat mereka kenal.

“Dara?” Panggil mereka serempak dengan nada panik.

Irsad terkejut, hingga terlonjak dari duduknya. Pasien menyibak tirai.

“Dara! Astaghfirullah, kamu kenapa di sini, Sayang. Kenapa nggak bilang Ayah dan Bunda?” Fauzan berseru panik. Demikian juga Arum yang langsung berdiri dan mendekat.

Wanita itu menatap dengan heran lalu melihat ke arah Irsad.

“Sad, mereka siapa?”

“Ya Allah … Dara …” Arum hendak menciumi keponakan yang sudah dianggapnya sebagai anak kandung.

“Aku … aku Gadis.”

Arum menghentikan langkahnya. Fauzan tidak bersuara. Matanya terbelalak.

“Gadis … Mas, Gadis masih hidup. Ya Allah. Gadis, Mas Fauzan adalah kakak ibumu. Aku Arum. Kami Ayah dan Bundanya Dara, kembaranmu.”

Gadis menatap dua orang di depannya tak percaya. Ia menatap Irsad untuk memastikan. Irsad mengangguk.

“Oom … Tante.”

Arum langsung memeluk Gadis. Fauzan masih belum berani mendekat. Di kepala Gadis masih ada perban yang menempel.

Arum mengurai pelukan, memegang bahu keponakannya.

“Gadis, Sayang. Terakhir Bunda pegang kamu waktu baru lahir. Mau kan, panggil Bunda. Sama seperti Dara?”

“Bunda … Bunda ..,” panggil Gadis dengan suara serak menahan emosi lalu langsung memeluk Arum dengan erat. Keduanya menangis bahagia, tak percaya bahwa takdir akhirnya mempertemukan mereka.

“Bener kan, kamu bukan Dara?”

“Ini Gadis,” jawabnya lirih, terus tak melepas pelukan. Seumur hidup, Gadis belum pernah nerasakan pelukan seorang ibu. Kehadiran Arum menebus semua kerinduannya.

“Mas, kasih tau Dara dan Pak Darius.”

“Jangan!” Irsad dan Gadis berseru.

Fauzan dan Arum saling berpandangan.

“Ayah, Bunda. Aku belum seratus persen pulih. Dokter mengatakan aku mengalami amnesia parsial. Selama ini Irsad menyembunyikanku di sini.”

***

Flash back.

“Dokter kumohon selamatkan Gadis!” Irsad panik melihat Gadis tak sadarkan diri setelah kejang dengan mata terbelalak. Monitor jantungnya menunjukkan grafik yang sangat lemah.

“Bismillah, kami usahakan. Bapak keluar dulu, biarkan kami bekerja.”

“Gadis, Gadis. Kamu bertahan, ya. Aku akan melindungi kamu. Please bertahan.”

Irsad, pria kuat dan tak gentar menghadapi apapun malam itu terlihat lemah dan rapuh.

Di tangannya masih tergengam hape berisi rekaman video Gadis untuk kembarannya. Irsad teringat betapa ia melihat mobil Gadis didorong-dorong hingga masuk ke dalam jurang.

Setelah menunggu seabad rasanya. Dokter keluar dari ruangan.

“Pak, Bu Gadis berhasil bertahan. Tapi benturan di kepalanya begitu hebat, hingga kemungkinan kejang akan terjadi lagi. Sekarang beliau ingin bicara.”

Irsad gegas mendekati Gadis yang berbaring dengan mata terpejam.

“Dis …”

Perlahan, ia membuka mata.

“Sad, tolong bawa gue pergi.”

“Dis … lu nggak mungkin kuat. Lu cedera parah.”

“Sad, please, bawa gue pergi. Terserah gimana caranya.”

Irsad menatap cemas, sementara Gadis balas menatapnya dengan pandangan memohon.

“Ini permintaan terakhir gue. Sad, gue cape.”

“Lu istirahat aja. Percayain semua sama gue.”

Irsad memandang wajah yang penuh luka dan darah yang masih terus merembes dari jahitan. Laki-laki itu kemudian berbicara dengan dokter yang juga kenalan baiknya di kepolisian.

“Yang tadi gue jelasin itu permintaan terakhirnya.”

Dokter wanita itu berpikir sejenak. Sejuta keraguan menari-nari di benaknya. Bukan saja ia diminta melakukan tindakan kriminal, dirinya juga harus menanggung risiko dicabut ijin prakteknya.

“Oke, tapi gue butuh bukti bahwa ini adalah permintaan Bu Gadis. Dan gue juga perlu menjelaskan risikonya.”

Irsad mengangguk. Dalam waktu yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya, dokter menjelaskan pada Gadis rencananya dan meminta pasien terluka parah itu untuk membuat pernyataan melalui rekaman video.

“Bu Gadis. Saya tidak menjamin. Semua risiko sudah ibu ketahui, ya.”

“Silakan dilaksanakan prosedurnya. Sad, gue percaya kalau lu akan lindungin gue.”

Sementara dokter bekerja, Irsad menelepon seseorang yang sangat dihindarinya.

“Assalamualaykum, Ibu.”

“Waalaykumussalam, Irsad Mumtaz Adinegara. Ibu sudah bertahun-tahun menunggu hari ini tiba. Ada apa, Nak?”

Tanpa ada orang yang tahu, Irsad adalah putra seorang pengusaha wanita yang berkiprah di luar negeri. Sarah Adinegara meneruskan usaha milik mendiang suaminya.

Irsad dan Arifin adalah dua putranya yang menolak untuk meneruskan bisnis ayahnya dan malah memilih kembali ke Indonesia untuk mengabdikan diri di jajaran kepolisian.

“Sad, apakabar, Nak?”

“Nggak terlalu baik, Bu. Irsad mau minta tolong sama Ibu.”

Ia pun menceritakan kejadian yang dialami dan permintaan Gadis Anantara.

“Anantara? Cucu Darius Anantara? Sad, mereka bukan orang main-main. Ibu tidak kenal tapi sangat tahu betapa keras Darius Anantara. Dan apa kamu tidak membahayakan nyawa Gadis dengan memberikan suntikan yang membuatnya mati sementara?”

“Bu, tolong lah …”

Sarah diam sejenak, mencerna permintaan sulit dari putra sulungnya.

“Oke, ibu akan bantu. Tapi ada syaratnya, kamu kembali ke Amerika meneruskan usaha ayahmu, lalu menikahi Allegra.”

Irsad memejamkan matanya.

“Dua bulan. Irsad perlu waktu dua bulan untuk membereskan semuanya.”

“Baik, kamu shareloc. Ibu akan kirimkan helikopter untuk membawa Gadis Anantara. Dan Irsad, buang jauh-jauh perasaanmu padanya, karena dalam dua bulan kamu akan menikahi Allegra.”

“Ibu tau? … Baik, Irsad, tunggu, Bu.”

Tidak sulit bagi pengusaha sekaliber Sarah Adinegara untuk mengatur transpor memindahkan Gadis ke rumah sakit di luar negeri. Melihat kasus yang cukup parah, Gadis hanya bisa dibawa sampai ke Penang. Sarah juga langsung menyiapkan dokumen imigrasi melalui koneksi yang ia miliki.

Di malam nahas itu banyak yang bekerja keras untuk membantu Gadis Anantara yang berbaring tak berdaya.

Irsad dan dokter menyiapkan skenario untuk keluarga. Dokter meminta keluarga Gadis untuk mengucapkan selamat tinggal karena peti akan ditutup permanen dengan dalih kondisi korban yang parah.

Setelah itu mereka memindahkan tubuh yang dibuat tidak bernyawa ke helikopter untuk dibawa menjauh. Dalam peti mati mereka meletakkan jenazah korban tabrak lari yang belum diklaim oleh siapa pun.

“Sad, gue nggak mau terlibat kesulitan ke depannya.”

“In syaa Allah enggak. Gue cabut. Thanks, Dok!”

Di pesawat, Irsad terus duduk di samping tubuh Gadis. Ibunya telah menyiapkan tim dokter yang akan melakukan operasi kepala untuk menghentikan pendarahan.

Gadis menjalani beberapa kali operasi karena ternyata beberapa ruas tulang punggungnya juga mengalami cedera. Cukup lama Gadis tak sadarkan diri. Di setiap kesempatan, Irsad selalu menemani.

“Dis, sembuh, ya. Gue harus pamitan sama elu sebelum ninggalin. Gue juga berharap suatu saat nanti lu tau kalau gue naksir sama elu. Mungkin nggak ngaruh apa-apa karena lu masih istri Jadden. Sembuh, ya, Cantik.”

Flash Back Off.

***

Arum dan Fauzan duduk di samping brankar Gadis. Fauzan masih nampak canggung untuk berdekatan dengan keponakannya.

Walau wajah Gadis dan Dara serupa, namun sikap mereka jauh berbeda. Gadis adalah sosok yang lembut dan keibuan. Dara di lain pihak lebih lugas dan cenderung nekat.

“Ayah, Bunda, ceritakan tentang Papa dan Mama,” pinta Gadis.

Cerita pun mengalir, betapa Riza sangan bucin terhadap Sekar. Lalu Sekar yang sangat memuja suaminya. Bagaimana Riza dan Sekar berjuang dengan keterbatasan yang mereka miliki, namun tidak ada keluhan yang keluar dari bibir mereka.

Arum menceritakan bagaimana Sekar berjuang melahirkan Dara dan Gadis.

“Kalian dibekali dengan liontin. Milik Dara disimpan sama Bunda. Liontin untuk Dara berbentuk matahari.”

“Liontin Gadis berbentuk bulan. Opa memberikan waktu Gadis ulang tahun ke dua belas. Gadis nggak mau pakai karena takut hilang dan rusak. Liontin itu ada di kotak perhiasan,” kata Gadis sambil berusaha mengingat.

“Ayah, kalau Dara bagaimana?”

Fauzan dan Arum berlomba menceritakan tingkah laku Dara yang tak kenal takut. Betapa bangganya mereka ketika Dara selalu lulus dengan predikat terbaik, mendapat beasiswa dari sana sini. Usaha Dara untuk membuat aksesoris yang harus ditinggalkan karena tidak sempat lagi mengerjakan setelah bergabung di Anantara Group.

Gadis menyimak dengan seksama. Sorot kerinduan memancar di kedua netranya.

“Gadis … menurut dokter kamu kena amnesia parsial?” Tanya Fauzan khawatir.

“Benar, Yah. Ada memori yang aku nggak ingat. Gadis hanya ingat terakhir minta Irsad untuk cari Dara. Ya Allah! Gadis punya anak! Ara … Ara baik, kan Sad?”

“Alhamdulillah baik, Dis. Weekend dia sama Dara dan Opa lu. Hari-hari biasa sama bapaknya.”

“Oh … alhamdulillah. Suami gue apakabar?”

Irsad ragu menjawab karena tidak tahu apakah Gadis ingat masalahnya dengan Jadden.

“Sedih, tapi berusaha bertahan.”

Gadis tersenyum manis. Matanya memancarkan rasa cinta membuat Irsad mencelos.

“Dis, lu ingat sebab ada di sini?”

“Nah itu, gue mau tanya. Kenapa gue bisa sampe koma lebih dari sebulan?”

***

1
Siti Arbainah
kadang yg terlihat baik blum tentu baik dan yg terlihat jahat blum tentu jahat
Siti Arbainah: iya.. mkanya kita gak bisa nilai orang cma dr covernya aja bahkan yg dekat aja bisa lbih jahat 😆
freya alana: Betul banget. Kadang yang santun justru punya niat busuk. 😍😍😍
total 2 replies
Siti Arbainah
curiga sama Adrian sih dalangnya kecelakaan itu
freya alana: Hmmm lanjut kaaak 😍😍😍
total 1 replies
shanairatih
ceritanya keren bgt 👍👍👍👍👍💕💕💕
lapak nasi khansa
👍👍👍👍
freya alana: Makasi dah mampir ya. Sila tengo juga novelku yang lain 💖💖
total 1 replies
Nana
kasian Dara 😭😭😭
freya alana: Lanjyuuut kak ☺️
total 1 replies
Nana
couple somplak 🤣🤣🤣
freya alana: 🤭🤭🤭🤭🤭
total 1 replies
Nana
😭😭😭 gemes bgt sama Dara dari awal bikin ngakak
freya alana: Xixixixi … iya kak 😍
total 1 replies
Nana
udah ada yg punya, patah hati deh Dara gue
freya alana: Hihihi lanjut dulu kaak 😍😍😍
total 1 replies
G
yah tamat
Bundanya Pandu Pharamadina
endingnya
👍👍👍👍
❤❤❤❤
semoga mbak Authornya sehat selalu, sukses dan berkah, makasih mbak Author
freya alana: Makasi kak, maa syaa Allah … met menjalankan ibadah Ramadhan ya kak … 🌹🌹🌹🌹
total 1 replies
Bundanya Pandu Pharamadina
Dara Askara
❤❤❤❤
freya alana: Sejodoh 😍
total 1 replies
Bundanya Pandu Pharamadina
iih mbak Author bikin senam jantung terus, semoga Dara selamat dan bisa membongkar kedok Anwar.
freya alana: Hehehehe 💓
total 1 replies
Bundanya Pandu Pharamadina
hantunya berwujud manusia yah mbak Author🤔
freya alana: Iyaaaah…
total 1 replies
Bundanya Pandu Pharamadina
mampir marathon👍❤
freya alana: Maa syaa Allah… makasi kakaaak 🌹🌹🌹
total 1 replies
Mak mak doyan novel
karya yg keren.
freya alana: Maa syaa Allah, tabarakallah … makasi kakak 💕💕💕
total 1 replies
Mak mak doyan novel
akhirnya selesai juga... ending yang sesuai harapan...happly ever after..
karyamu keren thor. good job
freya alana: Makasi kakak, makasi udah mampir dan kasih komen….. aku pada muh 💕💕💕💕
total 1 replies
Aisyah farhana
seriusan ini Dara mau 12 anak good job lanjutkan seruuu sekali banyak krucil deketan pula lahirnya, pak Adrian ternyata anda juga menyimpan rahasia tapi termaafkan dehh demi Dara sama Askara n anak" juga. karya yg hebat luar biasa kak ditunggu karya selanjutnya makasih sudah buat cerita yg luar biasa enak buat dibaca lanjuuuttt
freya alana: Kak… makasi ya sudah baca novel aku …. semoga selalu sehat dan bahagia…. Aamiin 😘😘😘
total 1 replies
🟡𓆉︎ᵐᵈˡ 𝐀⃝🥀sthe⏤͟͟͞R🔰¢ᖱ'D⃤
wah Dara keluarganya rameee bangeeettt
makasih yah kak
karyanya bagus
semoga nanti Makin banyak yang baca,Makin banyak yang suka
sukses selalu ❤️
freya alana: Makasi ya Kak, udah baca novel aku …. Seneng deh. Semoga selalu bahagia n sehar ya Kak … 😘😘😘
total 1 replies
Arie
👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
freya alana: Makasi ya Kakak ….
total 1 replies
Aisyah farhana
waaahhhh selamat Dara Anantara n Gadis happy banget samaan lahirannya baby boy pula yeyyyy
freya alana: Hihhi iyaaah. Lanjuuut kaaaak 😍😍😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!