NovelToon NovelToon
AKU PUN BERHAK BAHAGIA

AKU PUN BERHAK BAHAGIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: sicuit

Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Sudah Lebih Baik ...

Yunis masih terpaku, dia bingung dengan apa yang dilakukan Dokter Aldi.

Laki - laki itu memberikan sebuah amplop coklat pada Dokter Aldi, yang diterimanya dengan sumringah.

Laki - laki itu. tanpa banyak bicara, mendorong tubuh Yunis untuk masuk ke dalam mobil mercynya.

Yunis menepis tangan itu dengan kasar.

"Untuk apa aku masuk dalam mobilmu, siapa kamu?" tanyanya sinis.

Lalu Yunis memandang Dokter Aldi.

"Jelaskan tentang semua ini!" teriaknya.

Matanya memandang Dokter Aldi dengan tajam, perasaannya mengatakan ini bukan suatu hal baik bagi dirinya.

Dokter Aldi mengangkat bahunya sambil tetap tersenyum.

"Ikut saja, berdoalah semoga atasanmu adalah atasan yang murah hati,"

"Maksudmu ...!"

"Dari sini, aku sudah tidak ada hak lagi denganmu. Kamu sudah aku serahkan pada beliau. Beliau yang akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kamu," jelas Dokter Aldi.

"Lalu untuk apa surat ini!"

"Hhyyaaa ... aku ndak cari masalah, bila tiba - tiba suamimu mencarimu," jawabnya enteng.

Yunis mengepalkan tangannya. Wajahnya mengeras.

"Oh iya ... jangan lupa tranfer aku ya, semua total pengeluaran sudah aku berikan pada beliau, beliau yang akan atur selebihnya,"

"Tranfer ... tranfer apa, dan untuk apa?"

"Lho ... dari kemaren kamu belanja - belanja itu, iya kamu bayar dong," kata Dokter Aldi lagi.

Otak Yunis sudah mampet. Darahnya sudah sampai ubun - ubun, dia merasa sudah dipermainkan habis - habisan.

"Terus yang katanya kamu mau sama aku, gimana pula itu!" tanya Yunis dengan gigi gemeretak.

"Oohh ... hahaha ... iya kamu pikir sendiri, emang siapa kamu, apa ya pantas kalau aku mau nikahi kamu, jangan halu terlalu jauh, lebih baik sadar diri, hahaha," jawab Dokter Aldi, di sela tawanya.

"Dasar bajingan ... bang - sat!"

Plaak !!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Dokter Aldi.

Dan tanpa menunggu lama, Yunis langsung lari meninggalkan area parkir.

Lari sekencang - kencangnya, berusaha menyelamatkan diri.

"SHIIIT! Kejaarr ... kejaarr ... CEEPAATT!" kata laki - laki kepala botak pada Dokter Aldi

Dengan meraba pipinya yang masih terasa perih, dia langsung lari mengejar Yunis.

Sedan mercy itu pun bergerak keluar dari area parkir, mengikuti Dokter Aldi.

Yunia yang panik, telah salah mengambil arah. Seharusnya dia mengambil arah yang berlawanan dengan jalur kendaraan. Sehingga tak mudah terkejar.

Sepatu hak tinggi yang di pakainya, membuat kaki Yunis berlari dengan tak leluasa.

Beberapa kali, dia menabrak orang yang dilewatinya.

Dokter Aldi menyusul dari belakang. Jarak mereka sudah sangat dekat.

Sekali lompat, Dokter Aldi sudah bisa mendapatkan tubuh Yunis. Mereka berdua jatuh bersamaan.

Mengagetkan orang - orang yang ada di sekitarnya.

Yunis bergerak sekuat tenaga, berusaha melepaskan diri dari dekapan Dokter Aldi.

"Too ...."

Sebelum teriakan itu kencang terdengar umum, Dokter Aldi segera membekapnya. Dengan pelan menarik tubuh Yunis untuk berdiri.

"Jadilah anak manis seperti kemarin, kalau kamu berani teriak, pisau ini akan merobek kulitmu yang mulus!" bisiknya dengan amarah.

Ternyata, Dokter Aldi sudah menyiapkan sebuah belati, dan dengan tak main - main, benda runcing itu menggores pinggangnya.

Yunis diam, dia terlalu takut untuk melawan.

Belati yang disembunyikan dibalik baju Yunis, terlindung dari pandangan orang - orang yang sudah mulai berkerumun untuk melihat mereka.

Dokter Aldi tersenyum, mengangguk pada orang - orang yang ada di sana.

"Maaf mengganggu, pasien saya lepas."

Orang - orang mengangguk, dan satu persatu berlalu. Tanda tak ingin ikut campur, apalagi mendengar kata pasien, yang dalam benak mereka pasti orang sinting.

Mobil sedan sudah merapat, ada di depan mereka, Dokter Aldi segera membuka pintu dan memasukkan Yunis di sana.

Pintu segera ditutup dan dikunci otomatis.

Plaaak!!

Plaaak!!

Tamparan keras di pipi Yunis yang kiri dan kanan, membuatnya seperti terbanting.

Kepalanya berdenyut.

Yunis merasa ada lelehan keluar dari hidungnya.

"Dasar, merepotkan!" bentak laki - laki botak itu.

Dan mobil pun membawa Yunis menuju dunia baru, yang dia sendiri pun tak tahu akan seperti apa.

      ##########

Di rumah, Ibu berkali - kali menengok Jaka yang masih tak keluar dari kamar, meskipun hari sudah menjelang sore.

Tak makan, tak minum, tak melakukan apa pun selain berbaring.

"Jaka, ayo makan, sudah sore, perutmu pasti sudah lapar," bujuk Ibu.

Kali ini Jaka bangun, berdiri dan menuju ke meja. Dia duduk menghadap piring yang sudah disediakan oleh Ibu sejak dari tadi.

Dicentongnya nasi dan diletakkan dalam piring. Lalu dia mengambil lauk dan mulai menyendok. Tapi sebelum masuk ke mulutnya, diletakkan lagi sendok pada piring. Diangkat lagi, diletakkan lagi. Begitu terus hingga beberapa kali.

Ibu yang mengetahui hal itu, hanya bisa mengelus dada.

Dia menghampiri Jaka. Disuapkannya makanan itu ke dalam mulut anaknya.

"Ayo dikunyah, Le," kata Ibu pelan.

Tersadar sebentar, Jaka mengunyah, dan makan sendiri.

Setelah habis, Jaka berdiri.

Diambilnya piring kotor itu, diletakkan lagi, diangkat, diletakkan lagi. Hingga beberapa kali.

Ibu kembali menghampiri Jaka, dia memegang lengan Jaka, membuat Jaka tersadar. Dan dia berjalan ke tempat cucian, meletakkan piring kotornya di sana.

Begitu pun ketika hendak minum, harus Ibu yang menyentuhnya untuk membuat Jaka tersadar.

Air mata Ibu sudah menetes dari tadi, tapi Ibu tak bersuara, dihapusnya lagi, dan lagi, air yang membasahi pipinya yang berkerut itu.

Ibu menuntun Jaka, mengajaknya duduk di kursi panjang, menghadap jendela, melihat keramaian lalu lintas di depan sana.

Tapi pandangan mata Jaka kosong. Mulut yang sedikit terbuka itu mengeluarkan air liur yang membasahi kaosnya.

Dengan sabar, Ibu menghapus dan menutupkan mulut Jaka. Sebentar. Dan terbuka lagi.

"Seharusnya, kamu masih harus periksa ke dokter, menjalani perawatan dan latihan, tapi yang ada malah sebaliknya. Maafkan Ibu, Nak. Tak bisa membawamu berobat." kata Ibu dalam hati, sambil menyeka air mata untuk kesekian kalinya.

Jaka dan Ibu, mereka semua tenggelam dalam pikiran masing - masing .

Dalam keheningan yang Jaka rasakan.  Ada Jaka yang merasa terpenjara di sana, yang berontak, tak ingin dirinya hilang dalam kesedihan yang menggigit seperti ini.

"Aku harus sadar, aku harus kuat, aku harus bisa melewati semua ini!" teriaknya keras, tapi tak pernah terdengar oleh siapapun. 

Langit masih sangat gelap, ketika Ibu terbangun dengan badan yang terasa pegal, setelah semalaman tertidur di kursi saat menemani Jaka.

Ternyata Jaka sudah tak ada di sana. Penuh rasa khawatir, Ibu segera mencari Jaka.

Berjalan ke kamar, disibaknya kelambu usang itu, tapi tak ada Jaka di sana.

Ibu bergegas ke dapur. Jaka juga tak ada di sana. Kekhawatiran semakin menguasai pikirannya.

Kembali ke depan, ternyata pintu sudah tak terkunci. Dibukanya pintu, dan Ibu melihat Jaka, sedang duduk di teras.

Ibu merasa lega, setidaknya, Jaka tidak hilang lagi.

Jaka menengok pada Ibu.

"Maaf, Bu, apa Jaka membangunkan Ibu?"

"Ndak, Nak. Ibu mencari ke kamar, ke belakang, tapi kamu tak ada, Ibu khawatir sekali."

Ibu mendekat, dan duduk di sebelah Jaka. Dia menggenggam tangannya.

Tak ada kata, tapi sebuah kekuatan di rasakan oleh Jaka.

Setelah bertarung melawan dirinya sendiri, Jaka mampu bertahan untuk sadar kembali.

"Gimana perasaanmu, Le?" tanya Ibu pelan, tangannya tetap menggenggam tangan Jaka.

"Sudah lebih baik, Bu," jawabnya pendek.

Tapi sedikit memberi kelegaan pada Ibu.

Ibu melepaskan genggamannya dan berjalan ke belakang. Menyiapkan teh hangat untuk dirinya, dan untuk Jaka.

Kehangatannya sedikit memberi kelegaan pada dada Jaka yang masih terasa sesak.

Matahari mulai menampakkan diri. Kesibukan jalan sudah aktif dari tadi. Jaka yang merasa dirinya sudah lebih baik, bersiap untuk berangkat kerja.

Tapi sebelum Jaka berangkat, tiba - tiba seseorang memasuki halaman rumahnya, membuatnya tersentak ...

1
nightdream19
Bagus Thor. kisahnya buat aku juga jadi kebayang sama kejadian tadi. lanjut Thor.. /Smile/
nightdream19: ok. siap lanjutkan baca
sicuit: terima kasih kakak .. ikuti kelanjutan kisahnya ya.. 😊
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!